Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 1 - let your heart guide the way

Keberadaan Vil Schoenheit bagaikan langit biru tanpa awan di kota besar dari sudut pandangmu.

Kota metropolitan sering mengalami polusi udara, asap kendaraan dan industri mengepul ke langit, kesesakan jalanan yang membuat asma kambuh, dan hawa panas hingga pelipis berkujur keringat. Tiba-tiba, warna biru cerah melukis cakrawala, membentang jauh ke ujung tak terlihat. Rona biru yang ditoreh begitu terang, kamu harus menyipitkan mata untuk memandang ke atas—mengapresiasi keindahannya yang jarang muncul.

Oleh karena itu, kamu menganggap kecantikan Vil sebagai sesuatu yang terang, susah diraih, dan membutakan.

Kamu bisa dipukuli satu kota oleh penggemarnya bila tahu kamu pernah dicium di pipi oleh Vil Schoenheit sendiri.

Namun, kecantikan lebih dari sekadar penampilan. Tidak ada yang lebih tahu itu daripada dirimu sendiri.

Vil adalah seorang pekerja keras. Bintang jatuh atau takdir hanyalah omong kosong belaka. Jika dia menginginkan sesuatu, Vil akan meraihnya sendiri, lalu mendapat rasa puas tersendiri bila berhasil mencapainya. Vil menghargai segala upaya jujur dan ketekunan yang ditunjukkan orang-orang di sekitarnya, termasuk kamu.

Namun, kesempurnaan yang dicapai Vil dinilai mayoritas orang sebagai hal mustahil—tidak banyak orang bisa berempati. Mereka berpikir itu semua dapat dilakukan karena Vil terlahir dengan keadaan tanpa cela, dari kecantikan yang dia pertahankan dan kerja kerasnya yang dia upayakan sejak kecil. Mata mereka terbutakan oleh iri. Kamu tidak bisa menyalahkan Vil atas ledakan emosinya pada hari itu, dengan miasma racun yang hampir menggoroti nyawamu.

Kamu yakin penyesalan tidak akan singgah di hati bila Vil berhasil mencuri nafas terakhirmu.

"Kantokousei!"

Lamunan pecah bagaikan gelembung sabun. Kamu menoleh ke sekitar dengan panik, mencari dimana suara itu berasal. Tepukan pelan di pundakmu menarik pandangan ke depan, menangkap sosok nirmala yang baru saja memenuhi isi pikiranmu.

"Sudah selesai melamunnya?" Vil tersenyum miring, membuatmu tambah malu karena baru saja bertindak bagaikan orang bodoh di depan panutan. "Tidak kusangka bisa-bisanya kamu melamun di keadaan seperti ini. Siswa disini akan menjahilimu jika kamu tetap seperti itu."

"O-Oh, maaf," ujarmu cepat. "Aku lagi-lagi memikirkan kalau kamu terlihat indah hari ini, Vil-senpai."

Vil tertawa, begitu harmonis dan melodik, bagaikan lagu yang tidak akan bosan kamu putar berulang kali. "Astaga, kamu banyak berucap manis hari ini. Apakah ada sesuatu yang spesial terjadi?"

Jika sesuatu yang spesial dimaksud adalah dapat melakukan perbincangan dengan Vil tanpa tatapan sirik atau gangguan tak jelas di sekitar, pasti kamu akan digoda sampai mampus oleh Vil karena  "bisa-bisanya" memikirkan gombalan seperti itu.

"Membicarakan hari ini, kelas terakhir akan usai pukul dua siang. Tolong tunggu aku di rumah kaca pada jam itu, ya! Ada sesuatu yang ingin kusampaikan," ucap Vil.

"Sesuatu? Apakah ada barang kami yang ketinggalan di Pomefiore?"

Setelah kembali dari Island of Woe, kamu dan Grim baru ingat keadaan Ramshackle yang hancur belur hingga kehilangan struktur bangunnya karena kedatangan robot keamanan S.T.Y.X. Butuh banyak tangan dan ucapan hiburan dari teman-temanmu sebagai bentuk tahanan agar kamu tidak berlari kepada Idia untuk menjambak rambut apinya, padahal bukan salah si introvert akut itu.

Sebagai bentuk terima kasih, Vil membiarkan kamu dan Grim tinggal sementara di Pomefiore. Rutinitas yang kalian lakukan biasanya berubah dalam beberapa minggu agar disesuaikan dengan jadwal siswa di asrama Pomefiore. Kamu berterimakasih dalam hati karena rumah kedua yang hancur dapat membawamu semakin dekat dengan Vil selama kalian menginap di asrama mewah tersebut.

"Jika ada yang ketinggalan, aku sudah pasti membawakannya sendiri tanpa melakukan hal seperti ini, benar?" Kamu mengangguk bingung, baru sadar betapa bodohnya pertanyaanmu barusan.

"Jam dua siang, kan? Oke! Aku akan tunggu di..."

"Rumah kaca. Di area mana saja selama pemalas itu tidak terlihat." Vil menyentuh pipimu sebentar, memberikan kehangatan tak tertandingkan. "Jangan lupa janjinya, Kantokousei."

Vil melenggang pergi menuju kelas terakhir, lalu menoleh ke belakang, dimana kamu sudah ikutan berbelok ke arah lain menuju ruang makan dimana ketiga temanmu telah menunggu.

Yang tidak Vil lihat adalah bagaimana pipimu merona karena jejak sentuhannya, dan kakimu yang gemetar—terlalu syok untuk berjalan. Kamu ingin teriak atas gestur tak terbayangkan itu.

-

Bila ada yang bertanya apa area favorit di kampus, kamu akan cepat menjawab rumah kaca.

Alasannya? Kamu pun bingung. Apakah beragam bunga yang tidak pernah kamu lihat sebelumnya? Perbedaan suhu yang begitu berbeda setelah kamu melangkah masuk? Atau keindahannya yang mengingatkanmu pada seseorang yang juga dipahat secara hati-hati oleh seorang profesional?

Kamu bingung dengan diri sendiri.

Ace pernah bercerita bahwa ada semacam sihir yang memisahkan temperatur udara agar spesies tumbuhan apa pun bisa tumbuh dengan baik, ditambah dengan pemberian air yang rutin dan tahap-tahap lainnya. Namun, air dan matahari tidak cukup untuk perkembangan tumbuhan, yang merupakan versi remaja abadi dari manusia, itulah yang kamu katakan. Ace mendengus pelan, seolah kekhawatiran yang kamu tunjukkan bukan hal penting.

"Coba lihat ke atas."

Seperti kejadian beberapa bulan yang lalu, kamu melakukan hal yang sama—mendongak ke atas, dan melihat kupu-kupu dengan sayap indah beterbangan di sekitar bunga, membuka kuncup mereka untuk mempercepat proses penyerbukan.

Kebun Raya kecil-kecilan ini dilindungi oleh atap kaca, membiarkan matahari dan serangga di tanah menjadi tamu setia. Kamu berpikir kupu-kupu yang memiliki keinginan untuk terbang tinggi pasti tidak akan betah di sebuah rumah kaca yang tertutup, tidak bisa kemana-mana, selalu bertemu dengan tumbuhan yang sama. Langit di luar sana membentang lebih jauh, sedangkan bunga-bunga hanya bisa diam di tempat. Kupu-kupu macam apa yang ingin terperangkap di satu tempat? Bukankah kebebasan adalah sesuatu yang diidamkan setiap makhluk hidup?

"Disini kamu rupanya," ujar suara yang ditunggu-tunggu. "Biar kutebak, kamu terburu-buru datang kemari jadi kamu lupa membawa ponsel. Aku tahu kamu antusias kita dapat bertemu lagi, tapi jangan lupakan barang penting itu."

Rona merah mekar di kedua pipimu. "Makanya, itu kan? Aku tidak tega membiarkan orang lain menunggu."

"Begitu, ya? Kalau begitu, aku akan langsung ke intinya karena sudah menunggumu."

"Sama sekali tidak! Vil-senpai datang tepat waktu, kok! Aku saja yang datang terlalu awal," ujarmu sambil memainkan ujung kedua jempol. Kamu tersenyum simpul, lalu menjatuhkan pandangan kepada bunga kecil yang dihinggapi oleh kupu-kupu bersayap cokelat di samping Vil.

Entah kenapa, rumah kaca terasa lebih sepi dari biasanya. Suara air selang tidak terdengar di kejauhan atau suara murid yang beraktivitas untuk tugas alkemi mereka. Rasanya begitu sunyi, seolah semesta tengah berpihak kepada Vil, memberikan sebuah ruang tersendiri untuk percakapan mereka yang tidak ketebak ke mana arahnya. Kamu mulai panik, mengingat dosa apa saja yang telah kamu perbuat hingga Vil harus mengajakmu ke tempat sepi untuk bicara empat.

Apakah perbuatan Grim tempo hari karena kamu lepas pengawasan darinya? Apakah fashion sense yang kamu tunjukkan kepada Vil pada hari itu begitu buruk? Apa dia tidak sengaja menguping pembicaraanmu yang mengatakan betapa tidak bergunanya membeli beragam lipstick? Oh, itu kesalahan fatal. Kamu harus segera mengatakan pada Vil bahwa kamu iri karena tidak punya uang membeli bahan dandan, terima kasih pada kepala sekolah sialan yang tidak bertanggung jawab.

"Vil-senpai, aku--"

"Ternyata aku benar." 

Pernyataan liar itu membuat kamu terkejut, mengundang kedua mata untuk terbuka lagi, dan disambut oleh pemandangan indah yang tidak bisa ditemukan di mana pun.

Tubuhmu terpaku di tempat ketika dihujani oleh tatapan lembut dari Vil Schoenheit seorang.

"Kamu yang terlihat lebih indah hari ini, (Name)," puji Vil.

Pipi menghangat gila, memberikan kembali semburat merah yang sedikit tercetak di kulitmu. "D-Darimana itu berasal? Ayolah, jangan bercanda seperti itu, senpai. Kita berdua tahu bahwa kau lebih indah saat ini hingga esoknya."

"Lagi-lagi dengan sikap itu. Aku pikir latihan percaya diri yang telah kuberikan sudah cukup, tapi aku meremehkan kepribadianmu yang terlalu rendah diri ini." Vil menggeleng lemah.

"Aku beneran berterima kasih sudah dipuji, kok!" Kamu kembali memandang ke arah bunga yang telah ditinggalkan oleh kupu-kupunya. "Hanya saja... aku tidak pantas menerimanya bila dari seseorang sepertimu."

Vil mengambil satu langkah, menghapus jejak di antara kalian secara perlahan. "Orang seperti aku apa maksudnya?"

Kamu menelan saliva, lalu mengambil satu langkah ke belakang karena aura Vil begitu sesak. "Eum... penuh karisma dan sulit dijangkau...?"

Helaan nafas berat membuat pundakmu tersentak.

Apa arti dari hembusan itu? Apa kamu melakukan kesalahan? Apakah Vil marah padamu? Oh, Sevens, semoga amarah itu tidak berubah menjadi rasa benci.

"Aku juga seorang murid, sepertimu. Dunia kita tidak begitu berbeda."

"Iya, tapi aku bukan membicarakan statusmu sebagai publik figur," ujarmu pelan. "Kamu seperti... sebuah bintang atau awan, yang terlihat begitu dekat tapi sulit diraih. Butuh kekuatan super untuk mencapaimu, melihat lebih dekat, walau hanya sesaat. Saat ini pun, aku sudah sangat bahagia karena kakak kelas yang aku idolakan ingin bicara denganku."

Vil adalah Mona Lisa versi manusia, bisa bernafas dan berjalan, bukan lukisan yang terperangkap dalam kotak kaca. Namun, banyak orang akan terus datang menghampirinya walau sudah sering dilihat dari internet atau sumber lainnya, karena yang asli tidak sebanding dengan jepretan foto atau video.

Sebuah senyuman terlukis di bibir pink mengkilap, tipe senyuman yang tidak pernah kamu lihat dari Vil. "Astaga," ucapnya disusul oleh tawa ringan. "Bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan sosok imut seperti kamu? Banyak sekali trik di balik wajah malu-malu mu."

Apa tadi?

Jantungmu berhenti berdetak. Tawa merdu Vil tidak lagi terdengar. Kamu bisa merasakan sel darah berhenti mengalir ke otak dan paru-paru. Apa yang baru saja terjadi? Apa yang baru saja Vil katakan?

"Kenapa?"

Pandangan kalian bertemu, kebingungan saling terjalin, tetapi memiliki arti yang berbeda.

Ada sebuah percikan di matanya, sebuah emosi yang sulit kamu tafsirkan. "Harusnya kamu yang bingung disini. Mungkinkah seseorang tidak menyukaimu setelah mengenal dirimu?"

Sesuatu yang menarik tertangkap di sudut mata, maka kamu menggunakan itu mengalihkan dari apa pun yang tergambar di raut wajah Vil. 

Bunga dengan mahkota kuning itu menunjukkan benang sari dan putiknya kepada sang kupu-kupu. Namun, warnanya tidak sebanding degan ratusan rona merah di samping bunga tersebut. Bahkan ngengat pun akan memilih bunga merah yang penuh pesona daripada bunga liar yang bisa dilihat di jalanan kering.

Sekarang kamu ke mana arah pembicaraan ini dari ucapan yang lepas kendali.

Senyuman kecut terlukis di bibirmu, mengasihani apa pun yang dirasakan Vil sekarang. "Aku tidak pernah memikirkannya."

"Sepertinya sudah saatnya kamu memikirkan itu, karena kamu telah berhasil membuatku menyukaimu."

Perkataan itu terlalu sulit diterima dan ditelan.

Seseorang menyukaimu? Itu terdengar seperti bualan. Mustahil.

Vil bukanlah seseorang yang mempermainkan perasaan seseorang sebagai sebuah bahan bercanda yang rendah. Jika niatnya memang bermain-main, kamu yakin itu adalah lelucon paling garing yang pernah kamu dengar.

Mari direka ulang--sosok sempurna seperti Vil menyukai manusia penuh kesalahan sepertimu. Bila penggemar pemuda itu mendengar ini semua, sudah pasti mereka akan mengejar seluruh keberadaanmu hingga ke dunia maya, membuat kehidupanmu yang menyedihkan tambah hancur dari sebelumnya.

"Tidak bisa," gumammu, begitu pelan hingga mengalahkan suara gesekan daun yang tertiup angin lembut.

Ketakutan terbesar masih bersemayam dalam hati.

Gambaran sekilas dimana punggung Vil perlahan berjalan menjauh darimu begitu menyesakkan. Kamu belum siap merasakan kehilangan sekali lagi. Jadi...

"Vil-senpai, aku juga ingin mengatakan kabar terbaru!"

Pemuda rupawan itu menaikkan salah satu alis, terasa janggal dengan caramu mengubah arah pembicaraan, tetapi tetap mengindahkan saat melihat bagaimana wajahmu tersenyum cemerlang. "Oh, ya? Apakah ini berita baik atau buruk?"

Tergantung bagaimana kamu menginterpretasikannya, batinmu.

Kamu tertawa pelan, lalu menjalin kedua tangan di balik punggung. "Ortho telah menemukan cara kembali ke dunia asalku!"

...Kamu akan menjadi orang pertama yang melangkah pergi.

***

A/N

(Name) punya attachment issues /gampar

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro