Guru Aneh
Masih dengan latar belakang, cerita pengalaman gue di sekolah. Eitss, tapi jangan cuma gue yang bercerita, cerita juga di kolom komentar guru teraneh seperti apa yang pernah bikin kalian kesal, gedeg, dan benci sampai ubun-ubun, oke?
Setelah kejadian soal pengalaman bangsat, gue di wisuda itu. Menginjak kelas sebelas, di semester awal, gue lagi benci-bencinya sama orang-orang itu. Jujur aja, beneran benci, tidak suka, sampai kalau ketemu mereka aja buat salim tuh malas. Terlebih, untuk senyum aja terpaksa. Dan berakhirah curhatan gue ada di SW.
FYI, gue nge-save banyak kontak guru dan juga disave balik. Gue pun tidak pernah menyembunyikan status gue dari siapapun, kecuali orang tua dan tetangga dekat rumah. Ya, mungkin kalian pernah ngerasain juga jadi bahan omongan antara tetangga dan nyokap ataupun bokap bersama para tetangga yang terhormat.
Saat itu, tulisan ujaran kebencian gue, (sebelum dikeluarkannya UU ITE) dibaca sama guru-guru, lalu dibuat rapat dadakan dan dibahas. Gue kurang tau cerita lengkapnya, yang pasti, suatu hari saat pulang sekolah, gue mau makan sama adik kelas di restoran sushi murah meriah. Pas mau turun, gue dijegat sama guru BK.
Ahh, ya, sebelum masuk ke dialog, mungkin ada baiknya kalian tau apa aja yang gue publikasikan di SW gue. Di antaranya,
1. Ujaran kebencian gue terhadap kinerja EO dan OSIS
2. Pertanyaan gue soal dana amal jumat yang entah dikemanakan oleh si petinggi lama
3. Pertanyaan gue, kenapa eskul tidak pernah dapat dukungan penuh. Apalagi kalau lomba, dana turun sendiri. Kalo dapat piala baru, "Ya ampun, kenapa kemaren gak bilang biar diurus dana pendaftarannya."
4. Pertanyaan gue, soal buat apa dana tiga puluh lima ribu tiap acara, tapi konsumsinya selalu sangat tidak masuk akal, hingga ke narasumber yang datang juga.
Yah, kurang lebih begitu. Saat itu, gue tidak menyebut nama, melainkan jabatan. Jadi, ya jelas orang-orang di sekolah mengetahui siapa orang yang gue maksud.
"Sa, coba sini dulu saya mau ngomong," kata si Guru BK memanggil gue. Lalu diarahkan gue ke kelas yang dekat dengan tangga turun.
Setelah kami duduk, dia mulai bertanya, "Kamu kenapa masang status kayak begitu? Gak pantes tau kamu bikin status begitu. Soal wisuda, kamu berharap diucapkan terima kasih?"
"Lah, emang gak boleh ya, Pak? Udah latihan, udah ikutin segala-galanya, gak minta duit, cuma terima kasih, salah?"
"Berarti kamu gak ikhlas dong ngerjainnya? Pamrih kamu, berharap terima kasih."
Oke, stop dulu, mari gua berikan pengertian pamrih menurut KBBI
Sudah paham? Oke, kita lanjut. Coba, kalian pikir, gue dapat apa dari ucapan terima kasih?
Memang, gue akui, pada saat itu pun gue masih goblok, belum bisa berpikir dan beropini sekeras sekarang. Tapi, di situ pun gue juga merasa risih. Apa iya gue beneran pamrih?
Namun, hati gue berkata tidak. Gue tidak minta uang, diagungkan, tidak diajak foto dan tidak dikasih makan mungkin bisa gue maafkan. Nyatanya, dua poin itu aja sudah dikecewakan ditambah lagi dengan tiada satu orangpun yang mengucapkan terima kasih kepada tim padus kami pada saat itu. Halo, situ sehat dan beneran guru BK?
"Terus soal kamu nanyain Pa N*****, yang suka gak mau nurunin dana. Dia juga suka ngasih hadiah sama anak murid yang menang lomba. Dia ngeluarin duit sendiri pula buat ngasih. Saya juga. Walau pada gak menang lomba, tetep saya kadoin sepatu."
Bisa dibaca, ya? Yang dikasih yang menang lomba serta anak didik guru BK, bukan keseluruhan siswa yang mengikuti esktrakurikuler di sekolahnya.
Untuk poin si beliau, alias petinggi lama yang mengeluarkan duit pribadi. Itu beneran murni gaji, atau tilepan duit amal Jumat siswa, ya?
Heran gue, guru gengsinya pada gede banget. Maunya foto sama anak eskul yang berprestasi, bukan yang berproses. Lucu banget, heran. Gimana eskulnya mau maju, kalau baru disinisin dikit sama anak murid langsung pada baper.
"Jangan kayak gini lagi, ya, Sa. Jangan diulang. Kalau kamu begini lagi, mendingan sekolah balikin kamu ke orang tua."
Yaps, gue diancem DO cuma gara-gara SW. Padahal, pernah ada yang lebih dari gue. Kata kasar yang terlontar di SW panjang gue saat itu, hanya bego, yang ditunjukkan kepada petinggi lama. Dan hanya sekali!
Pernah suatu ketika, sedang masa ujian praktek jurusan, tersebar screen shot anak murid satu tahun di bawah gue, ngatain guru pengujinya kontol. I know, mungkin maksud dia itu hanya sebuah jokes. Kalau kata kasar yang dilabelkan kepada seseorang mah bisa gampang dibawa baper, kalian aja dikatain anjing sama orang tidak dikenal marah. Apalagi ini, posisinya guru.
Itu anak, cuma diomelin, nangis, dimaafin. Tidak ada tuh anceman DO seperti gue. makin ke sini, gue makin paham. Bahwa, baik suara maupun tulisan gue amat berpengaruh besar kepada semua orang yang ada di sekitar gue. Tiap gue melakukan sesuatu, atau gue mengkritisi sesuatu secara langsung, tidak ada satu pun yang nanggepin. Kalau udah dibawa ke status aja, baru pada kalang kabut. Heran.
Jika apa yang gue katakan di status gue saat itu benar adanya hingga gue dipanggil, apa mereka merasa terancam, ya, dengan ujaran kebencian gue? Pada takut banget citranya buruk. Udah biasa, cuma punya citra baik dan tidak mau nunjukkin keburukannya, ya?
Gue lebih prefer dilihat sebagai orang buruk, yang apa adanya. Dari pada, orang baik bermuka dua. Tapi, gue paham, itu pilihan mereka. Tapi jangan kaget dan heran, bila ada orang yang tidak sejalan dengan isi otak Anda juga dong?
Lanjut ke bahasan soal guru. Guru memang tauladan, guru memang orang tua kedua di sekolah, guru memang sumber ilmu untuk muridnya, dan guru pun memiliki kewajiban untuk menegur anak muridnya dengan tujuan mendidik. Siswa memang mempunyai kewajiban menuruti aturan, mengikuti KBM, dan apapun yang bersangkutan. Tetapi, sadari juga, bila guru berhak menegur, siswa juga berhak mengkritik.
Jangan masalah dikit ada yang tidak suka dibawa baper, anceman DO. Gue berharap, setelah adanya tulisan kisah gue ini, kalian sebagai bisa lebih berani bersuara dan pastikan memiliki argumen yang kuat. Dan untuk para guru tercinta, tolong, evaluasi diri dan rekan sejawat, apakah kinerja kalian layak dipuji atau dikritik. Jangan pula menjadi orang yang menutup diri dari kritikan siswa hanya karena kalian berbeda pangkat dan jabatan.
Gue yakin, profesi guru dengan ikhlas membagikan ilmunya, untuk Indonesia yang lebih pintar. Tapi, orangnya juga harus pintar. Jika ia, suka memberitahu orang lain, maka bukalah diri untuk diberitahu oleh orang lain pula.
Untuk para guru-guru kami, yang dicintai, pertahankan segala sikap dan karakter serta apapun yang membuatmu disukai. Lalu, terimalah ketidaksukaan orang lain terhadapmu, karena tidak akan pernah semua orang bisa menyukaimu.
Simpelnya, jika Anda boleh melalukan itu, jangan larang dan marah kepada orang lain, bila melakukan hal yang sama kepada Anda.
Tapi manusia kontol memang banyak bertebaran sih, cuma bisa bacot tanpa aksi. Padahal, if they do more, they're will get more too.
Untuk para pembaca sekalian juga, terutama yang masih meneruskan pendidikan. Tolong, jangan jadi pelajar yang bangsat. Jangan cuma bilang gurunya tidak asik, tidak bisa mengajar dengan baik tapi lu-nya aja tidak pernah nanya juga, anjing!
Banyak quotes berkeliaran, "Kalau mau dihargai, maka hargailah orang lain terlebih dahulu."
Belajar yang bener, ambil ilmu sebanyak-banyaknya. Serap baiknya, buang buruknya. Hal apapun yang terjadi sama kalian, pelajari, bahwa semua itu akan memili makna tersendiri untuk menjadi bagian dari proses hidupmu.
Jangan minder karena kalian bernilai rendah dalam suatu pelajaran. Kalo urusan bego-begoan pelajaran, kalian tidak sendiri. Banyak kok yang bego. Apalagi, yang kemarin pada ikut SIMAK UI tapi pamer lagi nyontek, bikin tik-tok, dan kelakuan goblok lainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro