Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SUP-port system

Air di panci telah mengeluarkan asap panas disertai wangi rempah yang membuat indra penciuman menjadi sensitif. Potongan sayuran segar, daging ayam yang dibentuk dadu kini tercampur dengan beningnya kaldu. Bukan kali pertama pria sembilan belas tahu ini berada di dapur bermain dengan alat-alat stainless steel dan juga bumbu serbaguna. Namun, ini kali pertama untuk Ananda Grey Aldrian membuat sup untuk adiknya sendiri.

Hampir dua jam lelaki itu bermobilisasi ria dari rumah ke pasar dan kembali lagi. Matanya sudah terbuka dari jam lima subuh. Sejak kakinya keluar dari rumah sakit ia merencanakan membuat sup untuk sang adik. Abu menyalakan motor dan bergerak menuju pasar ketika fajar telak mulai. Tujuan utamanya adalah pasar untuk membeli sayur-sayuran segar dan mempraktikan ilmu bernegosiasinya dengan para penjual, tapi, semua tidak berjalan dengan apa yang ia harapkan.

Ia malah dikerumuni banyak orang dan dikira seorang aktor FTV yang sedang syuting film di dekat situ. Namun, Abu tidak berhenti sampai sana, berkat tekat yang bulat ia berhasil mendapatkan beberapa bahan yang ia perlukan, ia mengubah para kerumunan itu menjadi sebuah petunjuk arah untuk mendapatkan bahan yang ia inginkan.

Setelah keluar dari sesaknya kerumunan ibu-ibu pecinta sinetron, Abu pergi ke supermarket membeli bahan yang belum ia dapat, untungnya supermarket masih sepi di jam-jam pagi. Namun, pengorbanan di sini ialah Abu harus merogoh uang lebih karena barang di supermarket lebih mahal dibanding di pasar. Setelah mendapat semua yang ia perlukan sang mahasiswa psikologi kembali ke rumah dan mengubah itu semua menjadi hidangan yang menggungah selera.

Tangan kirinya mematikan kompor dan sendok di tangan kanan menyendok kaldu ayam dan mengantarkannya ke depan mulut sang koki. Mulut Abu meniup beberapa kali terlebih dahulu dan mencobanya. Hangatnya kaldu pecah di dalam mulut. Sensasi gurih yang tercampur rasa asin menari-nari di indra pengecap Abu. Namun, kedua alisnya bertaut setelah merasakan semua itu.

"Manisnya belum keluar." Ia memasukan tiga sendok teh gula ke dalam panci. Abu pun mengaduk sup-nya kembali. Ketika ia menyicip kembali, senyuman bangga terpancar dari wajahnya.

"Pas."

🌫️🌫️🌫️

Ruang Melati nomor tiga terletak di tengah-tengah lantai dua. Adiknya sudah bermalam di sana dan siap untuk kembali ke rumah hari ini. Abu membawa sup khas buatannya lengkap dengan kerupuk udang favorit Jingga. Ia membawa rantang bermotif bunga di dalan tas hitam MCD yang sangat luas. Alih-alih menipu sang adik membawa pake PaNas spesial ia ingin melihat reaksi sang adik dikhianati seperti itu.

"Selamat pagi Ing! Kakak bawa sup ayam kampung lho!" ketika pintu kamar dibuka, bukan adiknya yang terlihat. Namun, terlihat seorang lelaki dewasa sedang disuapi sang istri. Mereka menatap satu sama lain cukup lama, sendok yang ada di depan mulut sang pria belum dilahap, seolah waktu memberhentikan mereka melakukan aktivitas.

"Maaf salah kamar ... saya pamit dulu, Pak, Bu."

"Sop ayam kampungnya nggak dikasih ke saya?" tanya sang pria.

Abu yang baru saja akan menutup pintu tertegun kembali. "Nanti saya kasih, Pak, kalau ada sisa." Abu memberikan senyum terpaksa. "S-saya permisi beneran, Pak, Bu." Abu menutup pintu kamar tersebut dan langsung menggebrak pintu sebelahnya.

"Sialan, lo! Lu bilang nomor sepuluh!" teriakan Abu disambut tawa milik Jingga yang terlihat sudah tertawa sebelum kakaknya masuk ke dalam ruangan nomor sebelas. Bahkan suara tawanya sudah melengking seperti kuda. Abu yang mendengarnya pun tidak sanggup untuk ikut tertawa, melihat Jingga bisa tertawa lepas seperti itu menandakan ia sudah sehat kembali.

"Minum dulu nih, ketawa lu udah kayak kuda." Abu memberikan air minum kemasan kepada sang adik. Adiknya menarik napas untuk memberhentikan ketawanya. Jingga langsung meneguk dan menghabiskan air itu.

"Makasih, Kak. Sup ayam kampungnya masih ada, kan?" Wajah Jingga masih terlihat meledek sang Kakak atas kejadian tadi.

"Dah, abis. Gaada buat lo," jawab Abu sinis.

"IIIH AKU CRAVING SUP AYAM LOH, gaboleh gitu sama orang yang sakit. Nanti gue tularin." Tingkah laku Jingga seperti seorang anak kecil yang merengek sebuah permen. Kedua pipinya mengembang, memperlihatkan dirinya sedang kesal.

Tak mau berurusan dengan adiknya di dalam mode seperti itu, Abu menaruh rantang makanannya di atas meja dan mempersiapkan sup untuk adiknya. Wangi sup itu sangat menyengat dan mengundang Jingga untuk berdiri dari ranjangnya. Dari belakang ia memeluk sang Kakak dan mengistirahatkan kepalanya di punggung pria itu.

"Kak, maafin Jingga udah ngerepotin Kakak terus ...." Wajah Jingga tertunduk malu untuk mengatakan hal itu kepada sang Kakak. Selama ini, Kakanya selalu ada dan tidak pernah kesal atau pun mengoceh mengurus dirinya. Ia rela tidak ikut kelas bahkan menunda pekerjaan organisasi untuk dirinya. Kebaikan-kebaikan itu sedang terekam jelas di kepala Jingga saat ini.

"Kamu tunggu dulu di sofa, biar ngobrolnya enak, ya." Suara Abu yang dingin berubah menjadi halus dan sangat gentle kepada sang adik. Jingga pun langsung menuruti perintah sang Kakak dan duduk manis di sofa.

Tak lama setelah mengeluarkan mangkuk plastik dan juga sendok, sup ayam kampung pun telah siap dihidangkan. Abu membawa satu botol air minum di tangan kiri dan sup ayam di kanan. Melihat Kakanya berjalan ke sofa Jingga seolah sadar bahwa lelaki yang menjadi kakaknya ini adalah standar untuk dirinya mencari seorang pasangan untuk ke depannya. Untuk siapapun yang mendapatkan Kakaknya nanti, pasti akan sangat beruntung.

"Kamu masak apa hari ini?" tanya Jingga yang melipat kedua tangannya di depan dada seolah sedang menjadi juri di acara tv.

"Saya buat chicken soup with unconditional love." Alis adiknya terangkat sebelah setelah mendengar nama sup yang Abu buat.

"Kamu tahu kan ini kompetisi masak buat kompetisi siapa yang terlihat paling jomlo?" Jingga melirik sang Kakak dari atas hingga bawah.

Mendengar apa yang baru saja adiknya katakan Abu segera mengambil makanannya lagi. "Mau makan nggak, nih? Kalau nggak gua kasih ke ruang sebelah."

"IYA-IYA GUA MAKAN, gak asik lo baperan!"

"Biarin."

Jingga memakan lahap sup ayam buatan Kakaknya. Kepalanya tidak bisa diam ketika mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya. Abu yang melihat adiknya sangat suka dengan masakan yang ia buat mengingatkan dirinya ketika sang papah membuatkan ayam bakar mentega kesukaannya. Reaksi Jingga merefleksikan Abu saat melahap daging empuk buatan papahnya.

"Kak."

"Hm?"

"Lu kangen papah sama mamah, nggak?"

Abu menghela napasnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jingga. "Ing, abisin dulu makananya."

"Kenapa gua belum bisa seikhlas lu, ya, Kak? Kenapa gua masih dipenuhi amarah yang besar dan belum bisa nerima keadaan. Padahal harusnya lu yang ngerasa gitu, tanggungan lu lebih banyak daripada gua. Kenapa gua ngerasa yang paling disakitin di sini, Kak?"

Sendok yang dipakai adiknya untuk makan terlihat bergetar. Abu yang melihat itu seketika mendekati sang adik dan menepuk pundaknya. "Hei. Nggak semua orang bisa menerima suatu keadaan dengan lapang dada dan ikhlas, Ing. It takes time to heal. Semua yang kamu rasain itu gak salah." Abu memegang tangan Jingga. Ia pun menatap adiknya lekat-lekat. "Everyone has their own battle, Ing. Time will heal everything. I always be right by your side. Don't be afraid, okay?"

Senyuman sang Kakak menjawab kegudahan dan meluluhkan emosi sang adik. Jantungnya sudah tidak berdetak kencang lagi. Ia tahu ia akan selamanya aman jika sang kakak berada di sisinya.

"You the best brother in the universe. You know that?"

"I know." 

🌫️TBC🌫️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro