Family meaning?
"Saya buat chicken soup with unconditional love." Alis adiknya terangkat sebelah setelah mendengar nama sup yang Abu buat.
"Kamu tahu kan ini kompetisi masak buat kompetisi siapa yang terlihat paling jomlo?" Jingga melirik sang Kakak dari atas hingga bawah.
Mendengar apa yang baru saja adiknya katakan Abu segera mengambil makanannya lagi. "Mau makan nggak, nih? Kalau nggak gua kasih ke ruang sebelah."
"IYA-IYA GUA MAKAN, gak asik lo baperan!"
"Biarin."
Jingga memakan lahap sup ayam buatan Kakaknya. Kepalanya tidak bisa diam ketika mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya. Abu yang melihat adiknya sangat suka dengan masakan yang ia buat mengingatkan dirinya ketika sang papah membuatkan ayam bakar mentega kesukaannya. Reaksi Jingga merefleksikan Abu saat melahap daging empuk buatan papahnya.
"Kak."
"Hm?"
"Lu kangen papah sama mamah, nggak?"
Abu menghela napasnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jingga. "Ing, abisin dulu makananya."
"Kenapa gua belum bisa seikhlas lu, ya, Kak? Kenapa gua masih dipenuhi amarah yang besar dan belum bisa nerima keadaan. Padahal harusnya lu yang ngerasa gitu, tanggungan lu lebih banyak daripada gua. Kenapa gua ngerasa yang paling disakitin di sini, Kak?"
Sendok yang dipakai adiknya untuk makan terlihat bergetar. Abu yang melihat itu seketika mendekati sang adik dan menepuk pundaknya. "Hei. Nggak semua orang bisa menerima suatu keadaan dengan lapang dada dan ikhlas, Ing. It takes time to heal. Semua yang kamu rasain itu gak salah." Abu memegang tangan Jingga. Ia pun menatap adiknya lekat-lekat. "Everyone has their own battle, Ing. Time will heal everything. I always be right by your side. Don't be afraid, okay?"
Senyuman sang Kakak menjawab kegudahan dan meluluhkan emosi sang adik. Jantungnya sudah tidak berdetak kencang lagi. Ia tahu ia akan selamanya aman jika sang kakak berada di sisinya.
"You the best brother in the universe. You know that?"
"I know."
🌫️🌫️🌫️
Sepulang dari rumah sakit, Abu akhirnya bisa menghirup udara lain selain udara yang telah terkontaminasi bau obat dan juga karbol yang menyengat. Tubuhnya dibanjiri keringat dan ingin rasanya menambah kipas angin di kamarnya menjadi dua atau tiga. Ia ingin menceburkan dirinya dengan air hangat atau air dingin, tapi melihat jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Niatnya diurungkan karena pernah ditakuti Jingga soal tiga penunggu kamar mandi bawah yang sering menampakan diri. Ya, lelaki cool dan terlihat berwibawa ini takut dengan makhluk hitam yang mirip dengan kurma. Kecoak adalah musuh abadi Abu.
Ia memutuskan untuk membuka atasannya dan berdiam di depan kipas angin yang berputar. Padahal, tugas hari ini sudah lumayan menumpuk, apalagi karena dia izin tidak masuk, Abu harus mengulas materi sendiri agar tidak ketinggalan. Namun, anak sulung yang satu ini memang butuh rehat sejenak atas dua hari yang sangat menguras tenaganya.
Sebelum meregangkan kakinya, dari luar pintu kamarnya pun terdengar suara ketukan, tak lain dan tak bukan adiknya sendiri.
"Masuk, Ing."
Jingga masuk ke kamar dan agak terkejut melihat keadaan sang Kakak yang tidak memakai baju. Bukannya menutupi badannya dengan sesuatu Abu malah menaikan jempolnya ke atas dan terlentang di lantai kamarnya.
"Mandi lu sana, bau anjir. Bau obat, huek!"
"Lu ke sini mau gua nyuruh mandi aja atau mau menyampaikan sesuatu?" Respon Kakaknya terlihat seperti sudah malas berinteraksi dan ingin terlelap di lantai yang ia tiduri sekarang.
Jingga yang melihat Kakaknya seperti itu seolah mengerti dengan apa yang Abu rasakan. Sudah lelah, ingin cepat tidur, dan melupakan semua sejenak. Jasa Kakaknya selama dua hari penuh menjaga dirinya dan mengurus semua merupakan bukti bahwa dirinya sangat disayang oleh lelaki yang akan segera teler ini.
"Soal yang tadi mau gua omongin di rumah sakit. Besok aja kita ngobrolnya atau kalau lu luang, gua mau ngasih tahu ...." Ada jeda sebentar dan juga keraguan di sana. "Gua udah minta maaf sama Mamah lewat chat."
Abu yang kondisinya hampir lima watt mendengar apa yang baru saja adiknya katakan seketika membetulkan posisinya. Wajahnya terlihat sangat senang mendengar apa yang baru saja ia dengar.
"Seneng banget sih, lu, Kak." Jingga pun ikut tersenyum melihat sang Kakak.
"Nular ya senyuman gue? Anyway, ya iyalah gua seneng! Lu udah sehat, lu udah mau ngobrol sama Mamah lagi, Ing, I don't need some fancy things, if I see our family all together again."
Jingga yang medengar hal itu agak merasakan sesak di hatinya. Karena ternyata selama ini ia telah menjadi tembok kebahagiaan orang yang sangat menyayanginya.
"Eh, m-maksud gua, Ing---"
"Kak, I get it. Is okay ... we've been through a lot. Aku seneng aku bisa tahu apa yang Kakak mau. You always been there for me, but I never been there for you. Mulai besok I promise, everything will change." Kedua lesung pipit Jingga terlihat sangat jelas. Kali pertama Abu melihat kedua lesung pipit tersebut kembali ke permukaan.
"You gonna make me cry, lil sist." Abu berjalan ke arah Jingga untuk memeluk sang adik. Namun langkahnya terhenti ketika sang adik mengambil alat pembasmi nyamuk yang diarahkan tepat ke wajah Abu.
"Don't you dare to touch me! Bau badan lu kecium anjir sampe sini."
"Mana ada badan gue menyebarkan wangi black opium secara natural." Abu mengusap-mengusap tubuhnya yang masih berkeringat dan menjulurkan tangannya ke sang adik.
"Abu, mun maneh nyentuh baju aing. Asli, aing mah moal asa-asa." Mata adiknya tiba-tiba melotot seolah dua pasang tanduk tiba-tiba tumbuh di kepala Jingga.
"Anjay bisa ngomong sunda adek gue." Abu malah bertepuk tangan bangga mendengar adiknya bisa menggunakan Bahasa Sunda.
"Cape gua ngomong sama lu. Baru aja kita dapet momen sebagai kakak dan adik udah diancurin sama lo! Bye! Mau bocan gue!" Jingga langsung membalikan badan dan menggebrak pintu. Gantungan yang berada di samping pintu pun jatuh semua karena gebrakan itu.
Lelaki yang masih belum memakai baju itu menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Ia menatap langit-langit dengan hati yang penuh dan perasaan lega. Abu menengok kotak yang berada di meja belajarnya. Ia semakin penasaran dengan sosok dibalik nama Ningsih sebenarnya, ia ingin berterima kasih karena ia merasa terbantu dengan kehadiran kotak tersebut ketika menjalani hari. Namun, kedua mata Abu langsung tertuju kepada suara ponselnya yang berdering.
Abu mengorek tas hitam yang berada di samping kasur dan wajahnya linglung dan panik sekaligus. Di atas layarnya terdapat garis hijau yang menunjukan nama Diana.
🌫️TBC🌫️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro