Cerita halu
Kejadian kemarin malam terulang-ulang di benak pria yang memakai beanie putih. Adik dan ibunya membentak satu sama lain. Keduanya mengoceh tanpa henti. Sampai akhirnya keduanya pun berhenti ketika Jingga mengatakan hal yang sangat tidak pantas ke ibunya.
Ia pikir Jingga akan meminta memaaf ketika pagi tiba, tetapi adiknya malah berlanjut menghindari sang ibu. Ibunya pun tidak meninggalkan pesan seperti biasa. Abu sebagai penengah tidak berkata apa-apa, ia bisa melakukan sesuatu, tapi hanya memilih diam saat dibutuhkan.
Sebagai orang terdekat Jingga, Abu mengerti kenapa ia bertingkah seperti itu, ia telah kehilangan dua kali sosok yang menyangi dirinya. Sang adik selalu menutup emosi yang ia pendam dengan senyumannya yang manis. Mungkin topengnya sudah lapuk dan merindukan rasa yang selama ini ia cari. Jika saja paket ibunya tidak ada di atas sofa, apakah kejadian semalam tidak akan terjadi?
Itu yang dipikirkan Abu sambil melamun di sebuah kafe di tengah kota. Ia merasa bersalah karena tidak bisa memilih memihak ibunya atau sang adik. Hatinya menuntun Abu untuk tidak memilih karena tidak ada sebuah pilihan jika menyangkut kedua orang yang ia sayangi. Ia menghela napas panjang dan menyeruput kopi americano di meja.
Tidak mau berlarut dalam pikiran negatif, pria berambut abu pun mengambil buku dari tasnya. Ia membuka halaman yang ia tinggalkan kemarin malam. Ketika mengambil pembatas buku di sana ada sebuah kertas yang dilipat rapih. Abu pun ingat ia menaruh isi surat yang ia terima di halaman buku tersebut. Abu sangat mengingat bagaimana ia membuka kotak yang berisikan surat itu dengan terburu-buru seolah ia ingin mencari pelarian untuk berkeluh kesah malam kemarin.
Ada beberapa gambar hati dan juga coretan di surat yang ia baca sekarang. Di sudut-sudutnya ada beberapa huruf merangkai kata "love". Tulisan di atas surat pun memakai pulpen warna-warni tidak seperti biasa yang memakai warna hitam. Kedua alis Abu bertaut. Lelaki itu bingung apa yang akan ia baca.
"Note: di dalamnya banyak konten cringe setengah mati."
Lelaki berambut abu itu meneguk salivanya. Entah karena takut mukanya akan memerah di tempat publik atau malu melihat tulisan sang penulis yang membuat semua buluk kuduknya merinding geli.
"Hi! Masih dengan orang yang kamu kenal. Aku mau ceritain perjalanan aku suka sama orang. Aku suka sama orang ini dari semestee satu, banyak orang yang bilang kalau orang ini tuh susah dideketin. Aku nggak yakin soal itu, karena aku gak bisa berspekulasi cuman denger apa kata orang. Singkat cerita kita akhirnya kenalan karena satu tugas. Tugas kelompok yang di mana salah satu momen yang buat aku ngenal lebih deket sama orang ini. Di sini aku ngerti kenapa banyak yang ngira susah buat deketin orang ini. Karena emang dia itu susah dicapai, dari sikapnya yang gitu aja udah bikin kita ngerti kayaknya kita yang harus berusaha duluan dibanding orang ini."
Abu diam sejenak dan mengambil napas. Ia meletakan surat yang ia baca ke meja. Entah dirinya yang terlalu percaya diri atau terlalu merasa, ia merasa secara tidak langsung tersindir dengan kata-kata sang penulis.
"Kalau kata tukang parkir kan kita mundur alon-alon, ya? Nah, karena aku gak bisa markir jadinya gak ada tuh mundur-mundur. Aku akan mencoba berbagai cara di AU untuk mendapat orang ini. Aku saranin kamu juga baca AU, sih. Biar ngerti apa yang aku maksud di sini. Kata orang tuh, cowo AU nggak realistis, tapi menurut aku, orang ini termasuk salah satunya #REAL, kan keren kalau aku bisa merasakan menjadi seorang pemeran utama."
Semakin mengerut dahi Abu membaca surat itu. Ia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan si penulis. Ia membuka halaman pencarian dan mengetik AU di keyboardnya. Akhirnya ia mengerti apa maksud dari AU setelah membaca beberapa situs.
"Jadi pada dasarnya AU itu cerita halu ...." Nada yang keluar dari pria itu sangat rendah seperti orang yang kecewa. Abu pun melanjutkan ke paragraf terakhir surat tersebut. Di sana terdapat banyak list rekomendasi AU yang diberikan sang penulis. List itu pun dibagi-bagi sesuai konflik yang terjadi di cerita.
"Nah, kalau kamu ngerasa stress dan juga penat sama hal-hal duniawi, boleh banget baca AU yang aku rekomendasiin dijamin makin stress karena kamu bakal nangis brutal. So, jangan lupa dibaca, ya!"
Akhir dari surat itu ada sebuah tulisan berwarna merah di dalam bentuk hati.
A + N =?
Bola mata Abu membesar seolah ia melihat sesuatu yang aneh. Ia membaca kembali surat itu, tapi matanya hanya terfokus ke kalimat terakhir. Pesan ini membuat pikirannya semakin penuh. Apakah Abu boleh berharap jika itu adalah inisial untuk namanya? Tapi ini masih terlalu cepat untuk menyimpulkan, mengingat masih ada beberapa pesan yang belum ia buka.
Dari sana sang pemilik beanie putih pun menghabiskan kopi yang tinggal setengah. Sebelum ia keluar ia pun tidak sadar ada gelato di dalam menu cafe. Ia ingat dengan Jingga yang ada di rumah. Abu menjauhkan kakinya dari pintu keluar dan berjalan kembali ke kasir. Sejenak ia merasa terbebas dari masalah yang ia hadapi sekarang berkat pesan yang baru saja ia baca. Abu ingin sekali jika hidupnya tenang, sama seperti ketika ia membaca surat.
🌫️🌫️🌫️
Dari kejauhan rumah di pojok blok berwarna krem terlihat gelap tanpa penerangan. Abu menancapkan gas dan tak lama kemudian motornya diparkirkan di depan garasi. Ia mengetuk garasi beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Ketika tangannya mencoba mengangkat ke atas pintu besi yang ada di depan, Abu pun terkejut karena pintu garasi bisa terbuka.
"Ing?"
Ia memanggil sang adik tapi tidak ada balasan. Ia dengan cepat memasukan motor dan menyalakan lampu garasi. Perasaanya tidak enak, dirinya merasakan ada yang tidak beres. Ketika kakinya menukik ke arah ruang tengah keadaan di sana pun tetap sama, gelap dan tidak ada cahaya. Abu menyalakan semua lampu dan melihat sekeliling. Ia berlari dari sudut ke sudut dan memeriksa semua benda yang ada di ruangan itu. Keresahannya belum berhenti di sana karena kini atensinya mengarah ke lantai atas.
Abu membantingkan tasnya ke sofa dan tungkainya mulai menanjaki tangga. Di dalam kegelapan, netranya melihat penerangan di ujung lantai dua.
"Ing, are you there?"
Tidak ada jawaban dari segala arah. Lampu kuning yang remang terpancar dari kamar sang adik memberikan perasaan panik yang tiba-tiba. Tangan Abu mulai berkeringat dan ototnya meregang, pikiran aneh menghantui dirinya ketika mendekati pintu kamar Jingga.
"Jingga, kamu di kamar?" Ketukan yang disertai pertanyaan itu tidak digubris orang yang ada di dalam kamar. Abu memegang gagang pintu dan mendorongnya. Seorang perempuan yang masih memakai seragam tergeletak di lantai kamar. Banyak kertas mengelilingi sang adik, coretan rumus dan juga catatan sekolahnya. Namun, mata Abu tertuju pada apa yang Jingga pegang. Sebuah foto yang telah dirobek menjadi dua.
🌫️TBC🌫️
Halo semua!!! Kembali lagi bersama Koko yang lagi hustle kerjaan sana-sini, huhu capek banget minggu ini, tapiii semoga kalian tetep kehibur dengan cerita Abu, ya!
Jangan lupa buat tekan tombol bintang dan di kiri dan komen sebanyak-banyaknya. Terima kasih, semua!
With love, Koko
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro