Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

Aldo berhasil menggiring hingga ke gawang dan akan memasukkan bolanya ke ring tiba-tiba ada seseorang terjatuh di dekat lapangan. Ia pun langsung melempar asal bolanya.

Ia seperti mengenal seseorang yang jatuh itu dan langsung berlari menghampiri. Dilihatnya kuciran yang selalu dipakainya. Kuciran yang sudah buluk dan kusam selalu menempel di rambutnya.

Rambut khas yang selalu dikucir kuda. seseorang yang selama dua tahun terakhir telah mencuri hatinya. Rindu.

Hatinya berkecamuk. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Yang ada dipikirannya hanyalah membangunkan orang yang terjatuh dari lantai 3. Rindu, teriaknya dengan penuh emosi.

Orang-orang yang bermain basket pun mengerubungi, termasuk Anres berlari mendekat, membaringkan Rindu dan membawa kepala Rindu ke dalam pangkuannya. Rindu! Siapa yang ngelakuin ini? Anres pun menangis.

Air mata yang selalu keluar untuk kedua orang tuanya, kini keluar untuk sahabatnya yang sudah tiada. Sahabat yang sudah menemaninya selama lima tahun lebih.

Anres mendongak saat mendengar panggilan nama Rindu dari atas. Ia dan Aldo menatap ke atas melihat siapa yang ada di sana. Echa. Anres menatap Rindu lagi. Rin ... bangun! Jangan bilang yang ngedorong lo itu Echa.

Sontak semua mata memandang ke gedung lantai 3 di mana Echa berdiri. Spekulasi bermunculan karena Echa berada di sana tepat saat Rindu jatuh.

Sedangkan Aldo langsung berlari mencari pelatih basket, yaitu Pak Burhan ke ruang guru yang berada di lantai 1. Dengan terburu-buru hingga menabrak pot yang ada di pinggir kelas, dekat dengan belokan.

Ati-ati, Mas! Jangan lari-lari! tegur Pak Bejo, tukang bersih-bersih sekolah ini.

Aldo masuk ke ruang guru, namun tidak ada siapapun. Ia pun keluar dan bermaksud mencari ke taman sebelah dan ternyata bertemu dengan Pak Burhan saat dia turun dari lantai 2. Pak Burhan. Dengan napas memburu, Aldo sedikit kesulitan untuk mengadu.

Kenapa, Al? Seperti biasa, Pak Burhan selalu memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana saat berdiri sembari mengobrol dengan orang lain.

Itu ... Pak. Anu....

Yang jelas kalo ngomong! Ada apa?

Aldo terlihat tidak yakin pada gurunya. Pasalnya, Pak Burhan turun dari lantai atas. Bisa jadi dia yang mendorong Rindu dan membuatnya hingga meninggal di tempat.

Tapi saat ini, pandangannya tidak penting. Yang terpenting adalah Rindu segera dibawa ke rumah sakit. Rindu jatuh dari lantai atas, Pak. Sekarang ada di lapangan basket.

Aldo mengajak Pak Burhan untuk menemui Rindu. Darah semakin banyak mengalir membuat baju yang dikenakan Anres penuh dengan darah.

Terlihat Pak Burhan menelepon kepolisian untuk datang ke sekolahnya. Iya, benar, Pak. Baik. Saya tunggu.

Anres, jangan dipegang kepalanya. Nanti tim forensik yang akan meneliti dan mendalami tentang kasus ini.

Selesai mengatakan itu, Echa tiba di lokasi dan langsung memeluk Rindu, namun gerakan tangannya dihentikan Anres.

Res. Echa menghapus air matanya. Ia menatap Anres yang masih memeluk Rindu.

Kenapa? Kenapa lo bunuh dia? Dia salah apa sama lo, Cha? Anres melepaskan pelukannya dan membiarkan Rindu tergeletak di tanah.

Anres langsung menarik tangan Echa dengan kasar. Membawanya menjauh dari kerumunan. Mereka berjalan hingga ke dekat taman.

Anres berhenti dan melepaskan tangan Echa dengan kasar. Gue emang sayang sama lo, tapi bukan berarti gue membenarkan perbuatan lo yang udah buat sahabat kita meninggal! Ia pun menangis, tapi air matanya tertahan.

Res ... lo ngatain gue yang bunuh Rindu? Gue yang dorong dia dari atas? Apa lo udah gila? Dia sahabat gue, sahabat kita, Res."

Itu yang gue lihat. Lo ada di atas saat Rindu jatuh.

Gue berani sumpah kalo bukan gue pelakunya, Res. Gue ada di toilet pas Rindu jatuh tadi.

Nggak usah bawa-bawa sumpah! Anres menunjuk ke depan di mana polisi sudah berada di tempat kejadian. Bilang sama polisi kalo lo yang lakuin, biar hukuman lo dikasih keringanan!! Anres langsung meninggalkan Echa sendirian.

Echa berteriak memanggil namanya, tapi Anres tidak mau menoleh ataupun berhenti untuk mendengar penjelasannya. Ia pun berjalan mendekati jenazah Rindu yang sudah dibungkus kantong mayat.

Siapa yang tadi pertama kali melihat jenazah jatuh? tanya polisi yang mengenakan seragam cokelat pendek.

Saya, Pak. Aldo bersuara.

Bagaimana kronologinya?

Saya sedang bermain basket dengan teman-teman karena sebentar lagi akan ada pertandingan. Saat mau memasukkan bola ke dalam ring, tiba-tiba ada suara orang jatuh. Pas dilihat Rindu sudah tergeletak di sini, tunjuk Aldo dengan jari telunjuknya.

Aldo tidak menyangka jika orang yang dicintainya akan pergi sebelum ia menyatakan perasaannya. Aldo menyukai Rindu selama ini. Hanya saja tidak berani mengungkapkan perasaannya. Rindu selalu sibuk dengan dunianya, takutnya akan perasaan Aldo akan mengganggu kesibukan Rindu saat itu.

Baik. Nanti kamu ikut saya ke kantor polisi sebagai saksi! Pak Hendri memasukkan memo kecilnya ke dalam saku. Lalu berbicara pada polisi lainnya.

Ada enam orang polisi yang datang ke sekolah Mentari. Yang dua mengurus jenazah Rindu untuk dimasukkan ke dalam kantong. Tiga polisi lainnya naik ke lantai 3, yang satuya adalah omnya Anres. Pak Tian.

Pak Tian mengajak Anres untuk naik ke lantai 3 dan menanyai kronologi kejadiannya. Anres pun menjelaskan apa yang ia lihat.

Pas Rindu jatuh, Echa ada di atas, Om. Bisa jadi kalo dia yang ngedorong Rindu.

Pak Tian memberi garis kuning di tempat kejadian perkara. Tepatnya di depan kelas 12 IPA2. Untuk sementara waktu kelas 12 IPA2 dikosongkan karena tepat di depan pintu.

Bukannya kalian temenan? Kok, nuduh temen sendiri? Pak Tian sedang memeriksa jejak langkah yang ada di sekitar kelas IPA2.

Anres mengikutinya dari belakang. Bukan nuduh, tapi bilang apa yang Anres tahu, Om.

Tadi mereka duduk di sini? Pak Tian masuk melewati garis kuning yang sudah terpasang ke pagar pembatas. Bisa jadi apa yang kamu tahu belum tentu apa yang sebenarnya terjadi, kan? Tapi, nanti kamu sama temenmu ikut ke kantor buat jadi saksi.

Iya, Om. Anres juga tau.

Mereka kembali ke bawah setelah melakukan sebagian penyidikan dan meninggalkan kedua temannya untuk menyelidiki lebih lanjut.

Aldo dan Anres ikut ke kantor polisi bersama Echa yang diborgol tangannya.

Res, percaya sama gue. Bukan gue pelakunya. Echa terlihat memohom pada Anres agar percaya padanya. Kedua tangannya memegang seragam Anres.

Udah, deh. Mending lo jelasin nanti di kantor polisi. Percuma ngomong sama gue. Tanpa menatap Echa, tangannya bersilang di depan dada.

Bahkan untuk menatap Echa saja enggan, bagaimana untuk menjelaskan ini. Anres melihat jalanan melalui jendela.

Echa memegang tangan Anres, mencoba meyakinkannya, tapi ditepis. Anres benar-benar tidak ingin berbicara dengannya.

Res ... Gue bersumpah, bukan gue. Dengan nada penuh penekanan, Echa ucapkan.

Yuk, turun! perintah Pak Tian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro