6. gara-gara tinggal satu
[kakak kelas]
Farid-Sura
Cowok yang lebih muda, gak boleh suka ke cewek yang lebih tua.
*
"Rid."
"Hm?"
"Tuh liat kakak kelas."
"Apa, sih. Jelalatan."
Dia tertawa. "Manis, lho. Tapi jangan dideketin. Percuma. Lebih tua."
Aku tidak mengerti dengan orang ini. Seringkali dia memperlihatkan padaku soal cewek cantik, cewek manis, tapi kakak kelas, tapi juga gak boleh dideketin. Emang udah ada larangannya ya, kalau adik kelas cowok gak boleh suka sama kakak kelas cewek?
Atau jangan-jangan, dia udah punya pacar dan itu kakak kelas?
Maaf, aku ngelantur. Itu gak mungkin.
"Rid. Pokoknya jangan dideketin, ya." Dia mulai bicara serius, aku sedikit yakin ini ada kaitannya dengan masa lalunya yang tidak mengenakkan.
Ya sebenernya gak perlu ditanya gitu juga, aku gak bakal berani deketin kakak kelas. Yang seumuran aja gak berani, apalagi yang lebih tua.
Kakak kelas yang sedang kami pandangi itu masih berdiri di pinggir lapangan sebelah sana, berhenti di tengah jalan karena kedapatan ada orang yang memanggilnya. "Kalau gak salah kakak itu namanya Sura."
"Kok kamu bisa tau?"
"Rahasia."
Memang dasar menyebalkan. Kubalikkan saja keadaannya. "Kamu ngincer dia ya makanya gak boleh aku deketin?"
Dan dia tertawa, pergi kemudian, tidak memberi jawaban yang kuharapkan.
Kesel.
Liat aja nanti.
*
Aku ketemu lagi sama Kak Sura. Bukannya aku merhatiin dia, tapi wajah manis sama namanya itu emang udah ketanem di otakku. Ya gara-gara si temenku yang aneh tadi.
Aku ketemu dia di kantin. Kantin emang lagi penuh, dan aneh aja gitu kenapa aku bisa nemuin Kak Sura di antara orang sebanyak ini. Emang jauhan sih, dia lagi beli batagor. Wih hebat, aku jadi kepengen makan batagor juga.
Karna lagi ke kantin sendirian, aku langsung jalan ke stand tukang batagor itu. Lagi ngantri, lumayan panjang, dan Kak Sura ada di depan aku dan depannya lagi, kehalang sama satu orang lain. Hm.
Selanjutnya, entah kenapa bisa gini, aneh juga, gak bisa nampik kalau aku seneng. Orang di depanku tetiba pergi, gak jadi beli batagor. Jadilah aku maju selangkah, lebih dekat ke si kakak kelas yang baru pas istirahat pertama tadi aku liat.
Sialan.
Kayaknya aku suka sama dia.
Dibilang gak boleh suka, tapi malah suka. Gini amat, sih.
Sama kakak kelas?
Yang bener aja.
Tapi, hm ....
Giliran Kak Sura yang mesen. Tapi yang aku denger, batagornya tinggal seporsi. Dia lalu nengok ke belakang, ke arahku. Di situ entah kenapa aku tegang.
Aku lantas nengok ke belakang juga, kali aja ada yang ngantri lagi. Tapi nyatanya gak ada. Tinggal aku dan Kak Sura yang ngantri di sini.
Kak Sura lalu ngomong sama si tukang batagor, "Entar dia gak dapet dong, Pak."
Dia? Maksudnya aku?
"Gapapa, gapapa. Buat Kakak aja." Di situ aku kepengen langsung kabur aja, keburu ditahan dan diomongin lagi.
"Kalian makan berdua aja."
Kaget. Kenapa si Mamang Tukang Batagor bisa kepikiran hal begini.
Aku juga diem aja, gak tau nolak pake cara apa lagi, mengingat aku emang jarang ngomong.
Kemudian, pas Kak Sura balikkin badannya lagi menghadapku, tau-tau aja di tangannya udah ada sepiring batagor. "Nih, buat kamu." Dia nyodorin piring itu ke aku.
Aku jelas lebih kaget lagi, sekaligus deg-degan. Tetiba gugup. "Mmm .... Makan berdua aja yuk, Kak."
NGOMONG APA KAMU, FARID.
BERDUA HEI BERDUA.
GAK TAU MALU.
KENAL AJA KAGAK.
Kak Sura diliat dari deket gini sumpah jadi makin manis. Dan aku tambah kaget dong pas tau ternyata dia kelas DUA BELAS. WOELAH. BERANI AMAT SI FARID. Anda masih kelas sepuluh, woe.
Udah yakin bakal ditolak, ternyata sama Kak Sura malah diiyain. Akhirnyalah kita duduk berdua juga di salah satu meja kantin sana.
"Nama kamu siapa?" Kak Sura nanya gitu pas kita lagi makan. Batagornya diletakin di tengah, dan Kak Sura ada di depanku.
Ditanya begitu, aku lantas noleh ke seragamku. Oh ya, gak ada nametag-nya. "Farid."
"Kelas sebelas, ya?"
"Sepuluh."
"Eh."
Apa wajahku emang seboros itu?
"Tinggi, sih."
Eh. Oh. W-waw.
Kak Sura orangnya supel, lebih banyak dia yang ngomong duluan. Aku juga jadi gak terlalu segan. Bawaannya asik aja gitu, biarpun ke kakak kelas. Kenapa, ya.
"Makasih." Di tengah lagi makan, Kak Sura tetiba bilang gitu, sambil senyum.
"Makasih buat apa, Kak?"
Senyumnya tambah manis. "Enggak, makasih aja," katanya, yang bikin aku bingung. "Udah aku bayarin, ngomong-ngomong."
"Eh?" aku berdiri, batagornya juga udah abis. "Ini aku yang bayar aja." Aku nyerahin duit lima ribu.
"Enggak, jangan."
"Ya udah nanti kalau makan bareng lagi, aku yang bayarin ya, Kak."
....
Tunggu sebentar.
Seperti ada yang salah.
Tapi Kak Sura justru keliatan seneng. "Iya ayo, makan bareng batagor lagi."
"Eh kok batagor sih, Kak. Yang lain kek. Misalnya bakso."
Seperti ada yang salah lagi.
Apa itu?
Rasa suka ke kakak kelas? Salah?
Enggak kok.
Ini asyik.
Apalagi kalau sama Kak Sura.
*
dedicated to Icarus2933
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro