Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. beberapa yang membuat berdebar

1

"Moshi-moshi, Kaname-kun?" tanganku berkeringat.

"I-Iya. Ada apa, Aiko?"

Aku menelan ludah. "Anu, kau tahu siapa tadi di ruang klub yang mengutak-atik laptopku?"

Agak lama dia menjawab. "Kurasa hanya ada aku di sana."

"Oh, begitu." Aku menatap deretan file berisi surat cinta yang ditujukan kepadaku. "Kira-kira, kau pernah mengirim surat cinta kepada orang lain?"

Ya ampun, jantungku berdebar sekali.

Kaname-kun menggantungkan jawaban yang kuinginkan selama satu menit. Kemudian dia pun menjawab, "Pernah. Aku menyimpannya di barang pribadi milik gadis yang aku sukai. Mhm, sudah, ya. Besok jangan bertemu aku dulu."

Pembicaraan berakhir, dan kurasa ke depannya aku akan jarang mampir ke ruang klub.

2

"Lihat Steven, anak kecil itu menatap kepadamu!" Key tidak bisa menyembunyikan wajah girangnya.

"Tidak, yang dia tatap itu adalah seseorang yang paling berjasa di masa depan," jawab Steven, menyadari wajah anak kecil itu yang entah mengapa mirip sekali dengan dirinya. Baru kecil sudah bermain gitar, batinnya.

Key tanpa banyak berpikir menjawab, "Iya betul, kau berjasa di masa depan nanti karena telah bekerja keras siang malam untuk menghidupi anak yang akan kulahirkan."

Steven geleng-geleng kepala. "Maksud aku itu dirimu."

3

"Kamu kayaknya bukan jenis cowok yang bisa segalanya, Garvin."

Gue ngelirik dia, hampir tersinggung. "Maksudnya?"

Cewek itu memanyunkan bibirnya ke arah mesin boneka di serong depan. Jelas sekali keliatan pengen dikasih bonekanya.

"Kenapa gak pake cara yang praktis aja? Beli gitu," balas gue, ngerasa bakal ngerepotin diri kalau menuhin apa yang dipengeninnya.

Zela mencibir. "Gak ada usahanya sama sekali."

"Ada." Gue meluruskan kaki agar bisa dia liat. Seketika matanya itu mengedip ke sepatu yang lagi gue pake. "Butuh usaha ekstra buat nyari barang yang sama kayak kamu."

4

Biasanya seseorang akan mengajak seseorang lain yang spesial untuk mengunjungi tempat pribadinya yang membuat tenang.

Artha pun begitu. Dia tidak pandai berkata-kata. Maka dengan keberanian yang dia pupuk sedari kemarin, gadis itu membawa Archana ke Taman Peruna favoritnya di mana ada banyak bunga aprikot yang tumbuh di sana.

"Bagaimana. Indah, bukan?" Artha memandangi kupu-kupu bersinar yang hinggap di telunjuknya.

Seketika itu, Archana membalik tubuh Artha dan menyelipkan setangkai aprikot di telinga gadis itu, menatapnya tepat di bola mata. Dia tersenyum. "Ada lagi yang lebih indah."

5

"I'll love you til the end."

Siapa yang menulis ini dan menempelkannya di pintu lemari es? Orang bodoh mana yang mengutarakan perasaannya tanpa pengirim dan tanpa penerima seolah ini adalah kertas belanjaan?

Aku dan Catris saling berpandangan curiga. Karena tidak mau tersudutkan, aku menyudutkannya duluan. "Apa-apaan ini?"

Matanya memicing. "Hei, Dokja. Memangnya kenapa kalau aku beneran menyukaimu hingga akhir?"

Oh. Astaga. Pancingannya berhasil.

Benar. Orang bodoh itu adalah aku.

6

Gue ngerasa kalau diri gue itu ganteng. Seriusan, bukannya narsis, gue jarang gembar-gembor soal itu. Cuman ayolah, kalian pasti nyadar kan, biarpun cewek-cewek nggak ada yang mau ngaku.

Yup, sad sekali. Padahal gapapa kek bilang, biar gue ngerasa seneng gitu.

Sampai suatu ketika, pas gue lagi kerkom berdua sama Ardilla, dia tiba-tiba bilang gini ke gue, "Kael. Kalau sering ngeliatin orang secara diem-diem itu, sopan enggak sih?"

"Agak kurang sopan sebenernya."

"Oh. Maaf kalau gitu."

Terkesiap, gue lalu balas natap dia.

Ouh.

Ada gak sih, istilah cinta pada obrolan pertama?

7

"Tuan F, kenapa kau memeluk seekor kelinci?"

Anak laki-laki yang baru Qiby kenal selama seminggu itu membuka matanya. Tampak agak kaget menemukan Qiby di sana. "Bukankah kau menyukai kelinci?"

Mata Qiby berkedip lambat. "Apa .... Tidak, yang Qiby sukai itu makanan kucing. Whiskas."

Tuan F lalu berdiri, tanpa sengaja membuang kelinci itu dari pangkuannya. "Apa?"

"Kenapa?"

"Kau memelihara kucing?"

"Tidak. Tapi ingin."

"Kalau begitu," Tuan F menarik napas. "Kita pelihara kucing bersama-sama."

8

"Menurutmu ini hewan apa, Atsumu?" Mana menunjukkan layar ponselnya kepada lelaki yang tengah duduk di sampingnya.

Yang ditanya malah tidak menoleh, masih asyik bermain game di ponsel. "Hewan? Pasti singa," katanya asal.

Mana cemberut, merasa dipermainkan. "Jadi menurutmu aku kayak singa?"

"Iya."

Kaki Atsumu lalu Mana tendang. "Ya sudah, tuh, rasakan, aku memang mirip singa!"

Atsumu mengelus-elus kakinya. Perhatiannya sudah tertuju sepenuhnya ke si cewek. "Memang kenapa kalau singa? Selama hanya aku yang bisa menjinakkanmu."

9

Akane dan Takato saling berpandangan ketika mereka bertemu di dalam kereta.

"Kau mengikutiku?" tuduh Takato yang sebenarnya dia sudah tahu bahwa sedari awal Akane memang mengikutinya.

Akane berusaha berakting. "Apa? Tidak, aku hendak pergi menuju rumah temanku."

Takato meneliti wajah Akane. Oh, benar. Ternyata dia memang menyukai gadis itu.

"Kalau kau merasa terganggu, aku pindah sa—"

"Jangan."

Dan sampai kereta berhenti, Takato menghalangi jalan Akane agar gadis itu tak sampai menghilang dari pandangannya.

10

"Katanya The Death Stab mau ditutup, ya." Akhirnya aku mengetikkannya juga. Meski berat, kami harus berbicara mengenai ini.

"Yeah. Mulai sekarang, keknya aku bakal fokus lagi sama musik." Dalam hitungan detik, Join membalas pesanku.

Tiba-tiba aku merasa ingin menangis. Sudah dua tahun kami berdua berkenalan secara online begini melalui game VRMMORPG bernama The Death Stab. Dan dengan adanya berita ini tentu saja akan membuat hubungan kami menjadi putus sepenuhnya.

"Oh? Bagus kalau gitu. Kamu bisa bermain-main lagi sama bakatmu itu."

"Bakat?"

"Iya. Main musik."

"Lho. Bakat aku kan membersamai Hira."

11

"Kou. Ada jerapah yang kelilit pelangi, lho."

"Maksudnya?"

Ken menunjukkan sebuah gambar dari ponselnya ke Kou.

"Kenapa tiba-tiba mencari gambar yang seperti itu?" tanya Kou.

Ken kebingungan. "Lho. Gambarnya tidak lucu, ya?"

"Sama sekali tidak. Itu namanya penyiksaan terhadap hewan!" Kou bingkas dari kursi. "Toilet dulu."

Tetapi lengan Kou kemudian Ken genggam. "Kalau mau ketawa, di sini saja."

"Apa, sih."

"Ayo." Ken membalikkan badannya. Dua detik yang terasa panjang, Kou lalu benar-benar menyemburkan tawanya. "Kenapa, sih. Padahal aku pengen lihat wajah kamu saat tertawa."

12

"Arza. Kamu nyuri kacamata aku, ya!"

Baru lima menit kami mendudukkan diri di gazebo taman belakang Hotel Horison sambil mengerjakan pr fisika, Lav sudah menuduhku yang tidak-tidak.

"Ini kacamata aku, elah." Sedikit-sedikit tak ingin dia menyadari, aku bergeser agak menjauhinya.

Mata Lav memicing. "Sejak kapan kamu pake kacamata?"

"Udah lama. Emang sengaja aku pake pas kamu lagi nggak ada." Entah, meski tidak salah, keadaan ini benar-benar membuatku trtkn. Tidak enak tahu disuudzoni begitu!

"Kenapa? Jahat ya, kamu."

Helaan napasku keluar, jengah, menempelkan kepala ke lipatan tangan kemudian, membelakanginya. "Kamu kan gak suka cowok yang pake kacamata," gumamku, memastikan Lav tidak mendengarnya.

13

"Itu foto liburan pas kapan?"

Lagi-lagi kau mengagetkanku. Tiba-tiba saja masuk ke ruang kerjaku. Kau tidak tahu gunanya pintu, ya?

"Lagi ngapain, sih."

Aku menghiraukanmu, lanjut menempeli beberapa foto polaroid yang kujepret ketika berlibur ke Eropa.

Kemudian, ketika aku mengambil foto lainnya dari tas selempang yang kupakai, sudah direkatkan pula menggunakan solasi, baru kusadari ada yang salah dengan foto itu.

Foto ijazahnya dia.

"Gapapa, kan?" Kau menatapku canggung. "Biar pada ngira kalau kamu udah ada yang punya."

Melangkah pergi kemudian tanpa sadar telah menanamkan benih getaran pada titik terapuh hatiku.

14

"Beli mobil, bisa di shopee gak sih?"

"Eh. Enggak tau."

Setelah melihat sebuah mobil kecil berwarna hijau muda di depan sana, aku mendadak berpikir kalau kau ingin memiliki kendaraan itu.

"Menurut kamu yang itu bagus nggak?" Benar, kan. Ujung jari telunjukmu mengarah pada satu-satunya objek yang bergerak itu.

Aku melepas pandangan ke sisi kiriku, melihati langit biru tanpa eksistensi awan. "Bagus enggaknya menurut aku, enggak bakal penting kali."

"Emang iya?" Kau melirik-lirik padaku. "Emangnya cowok ke calon istrinya enggak pada nanya soal ini?"

15

Benar. Meski begitu, meski berbagai perkataan manis kaku yang kau sendiri tak tahu apa itu berefek pada rona pipiku atau tidak, kau masih tampak begitu jauh dari ruang pandangku.

Kau memaksakan segalanya berjalan baik. Seakan tak melihat batas nyata itu. Aku mulai mempertanyai. Berartikah entitas yang mungkin kubuat-buat itu?

Yang manapun artinya, jelaslah itu bukanlah akhir. Belum.

Inginku, kau tetap berdiri di fokus itu. Menungguku, hingga kusiap untuk melangkah lebih jauh. Tentu, dengan jari manisku yang kau sematkan tanda bahagia bersama.

.

a.n.
flc's market 4th. maret 2022
terimakasih telah berbelanja di toko 'ya sama kayak kemaren aja'.

.

tambahan.

16

"Bermain kertas gunting batu, yuk. Yang kalah harus bunuh diri."

Tidak usah dipikirkan. Eijun bicaranya memang selalu ngawur. Aku dan Furuya hanya mengangguk malas saja.

Lalu kedua laki-laki itu tetiba saling berbisik. Aku sedikit curiga. Kemudian, permainan pun dimulai.

"Yang kalah tiga kali, silakan langsung terbang ke jurang," kata Eijun.

Dan yang kalah adalah Furuya, malah dia langsung kalah dalam tiga ronde.

Dia lalu menghampiriku. "Akhirnya aku bisa berkorban untukmu, Catris."

Aku tercenung, sementara Eijun meski menang, tampak menunjukkan ekspresi sebalnya.

17

"Yemi-nee. Berondong jagungnya kenapa tidak dimakan?"

Saat itu, Shia dan Yemi sedang menonton film barat di televisi ruang tengah. Ada semangkuk berondong jagung di tengah mereka. Tetapi tak ada satu pun dari mereka yang memakannya.

"Tidak lapar. Buat Shia-chan saja."

"Aku juga tidak lapar."

"Lalu kenapa Shia-chan membuatnya?"

"Lho, bukannya ini Yemi-nee yang buat?"

Mereka saling berpandangan. Dan mereka tidak tahu saja, kalau yang membuat berondong jagung itu adalah Key, si pemilik rumah yang saat ini sedang pergi keluar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro