2. dia yang selalu mengenakan masker
(masker)
Priscilla-Rangga
Aku ingin melihat senyum di balik masker itu. Apakah manis?
****
Aku mengenal satu orang cowok di ekskulku—ekskul fisika. Ah, aku tidak mengenalnya sebenarnya. Aku cuma tahu nama dan wajahnya saja.
Namanya Rangga dan ada satu kebiasaan aneh yang selalu aku perhatikan darinya. Setiap kumpul ekskul, cowok itu selalu memakai masker. Bukan, bukan masker medis yang berwarna hijau terang itu. Tapi masker berwarna hitam yang terbuat dari karet, ya pokoknya lenturlah.
Tapi sejujurnya, masker itu membuat Rangga dua kali terlihat lebih keren. Serius. Dengan kulit wajahnya yang putih, ditambah rambut berantakannya, Rangga jadi tambah keren saat mengenakan masker itu.
Hal itu juga disadari oleh teman-teman cewekku yang lain di ekskul fisika. Mereka bilang, Rangga itu keren pokoknya. Mereka ingin mendekati cowok itu tapi tidak ada yang berani. Katanya sih, penasaran melihat Rangga tanpa masker.
Ya aku juga penasaran.
Apa kalau maskernya dibuka, Rangga bakal jadi tambah ganteng?
Apa di balik maskernya itu, Rangga mempunyai senyum yang sangat manis?
Tidak ada yang berani bertanya atau menyuruhya untuk melepas masker walau cuma lima detik. Kupikir itu terdengar kurang sopan juga. Jadi ya, kami tidak memusingkan hal itu lagi.
Tapi tidak denganku.
Aku masih penasaran.
Aku ingin melihat Rangga tersenyum di depanku tanpa maskernya.
Jadi di hari Rabu itu, aku pergi ke ruang ekskul fisika lebih cepat, pengen cepat bertemu dengan Rangga soalnya. Aku benar-benar penasaran, sih. Tapi rencanaku bukan begitu.
Niatnya, aku akan mengajak Rangga mengobrol berdua setelah ekskul selesai. Karna dari yang kulihat, Rangga itu baik. Dia pasti mau menuruti permintaanku untuk melepas maskernya.
Sepanjang ekskul berlangsung, tatapanku selalu tertuju ke arah tempat duduk Rangga. Dia masih mengenakan maskernya dan mengikuti jalannya ekskul seperti biasa.
Kemudian, sekian lama menunggu hingga kegiatan ekskul selesai, beruntung Rangga tampak sendirian di depan sana karna teman-temannya pulang duluan.
Menunggu hingga sudah tidak ada orang lagi di ruangan, aku mendekati Rangga yang sudah selesai membereskan alat tulisnya. Entah, kenapa momennya bisa pas banget begini. Aku yang dibiarkan berduaan dengan Rangga di sini. Seperti sudah ada yang mengatur.
Begitu tiba di dekatnya, di luar dugaan, aku tiba-tiba gugup. Sebelumnya aku memang tidak pernah mengobrol dengan orang ini. Barang satu kata pun, tidak pernah.
Sebelum aku sampai tepat di depannya, Rangga sudah berjalan duluan. Langsung saja aku mencegatnya, "Rangga!"
Orang yang dimaksud seketika menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang. "Iya?"
Oh astaga, aku harus bilang apa. Ternyata kalau dipraktekkan langsung, rasanya beda sekali ya dengan ekspektasi.
"Kenapa?" desaknya, namun masih terdengar tenang.
"Anu." Bola mataku melihat ke sana kemari, menunjukkan kegugupanku. "Ka-kamu, kenapa pake masker terus ke ekskul? Kamu sakit?" Pertanyaanku keluar sesuai rencana.
Tapi tanpa aku duga, Rangga di depanku tertawa. Tertawa renyah. Sampai sekarang posisi tubuhnya sudah benar-benar menghadapku. "Akhirnya ada yang perhatian juga, ya."
Eh kok perhatian.
"Aku nunggu-nunggu terus sampe ada yang berani nanya. Tapi rupanya gak ada."
"Ya-ya itu 'kan, privasi kamu. Bisa dibilang, hal yang sensitif." Aku berusaha memberikan jawaban yang terbaik. "Kali aja, kamu punya penyakit yang mengharuskanmu pake masker terus. 'Kan enggak enak kalau tiba-tiba kamu harus ceritain."
Rangga semakin tertawa dibuatnya. Jelas itu membuatku kebingungan. "Mana ada aku punya penyakit. Aku pake masker cuma buat gaya aja, sih. Sekalian ngeliat, di ekskul ini orang-orangnya ambis semua enggak, sampe gak merhatiin hal kecil yang dialami temannya."
Salah besar, Ga. Anak-anak fisika di sini, gak pada ambis kayak ekskul-ekskul pelajaran lainnya. Buktinya, mereka sering ngegosipin kamu.
"Kamu kok nanya gitu ke aku?" tanya Rangga mendadak, saat aku masih berkutat dengan pikiranku.
Aku dibuat gelagapan. "Cuma penasaran aja. Aku orangnya emang kepoan. Tapi aku baru berani nanya sekarang."
"Gak ada alasan lain?"
Ada. Pengen liat senyum kamu. "Enggaklah."
"Oh. Gerah banget, ya."
"Masa? Enggak, ah."
Mataku melotot. Rangga di depanku, dia, melepas maskernya dan langsung tersenyum padaku. "Kamu, Priscilla, 'kan?"
"Iya."
"Mau pulang bareng?"
Hei teman-teman. Kalian tahu gak.
Rangga senyumnya manis banget lho.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro