Bab 3 - Murid Baru
Hari ini, tidak seperti biasanya, pagi-pagi buta Geisha sudah datang ke rumah Morena. Dan, ketika Morena mempertanyakannya, Geisha dengan lancar menjawab, “Aku mau berangkat sekolah sama kamu. Naik opelet. Berdua.”
Morena jelas kebingungan, kenapa sahabatnya itu mendadak pengin naik opelet. “Kamu nggak lagi kerasukan, kan?” tanyanya.
Geisha menggelengkan kepala. “Jin mana yang betah ngerasukin aku? Yang ada, nanti dia pusing lagi, karena aku ajakin nonton drakor bareng-bareng. Kan, di dunia jin nggak ada korea-koreaan.”
“Kok kamu tahu? Udah pernah jadi member jin?”
Geisha mendongakkan kepalanya, berlagak tengah berpikir. “Sebenarnya, Mo, aku udah lama nyembunyiin ini. Tapi, hari ini, aku terpaksa kasih tahu kamu bahwa aku itu alumnus sekolah khusus girlband jin. Karena aku sudah mendedikasikan diri aku untuk dunia manusia dan menjadi sahabat dari seorang Morena Adsila, makanya aku keluar dari sekolah jin.”
Percakapan absurd di pagi itu membuat Morena menggeleng-gelengkan kepala. Tidak akan ada habisnya jika berbincang dengan Geisha. Maka dari itu, dengan cepat Morena mengajak Geisha untuk berangkat ke sekolah.
“Eh, buru-buru banget, nih? Ini tamunya nggak dipersilakan masuk dulu? Minimal dikasih minum gitu?” Geisha bertanya, namun Morena memilih tidak mendengarkannya. Gadis itu fokus mengunci pintu utama rumahnya—mengingat Edwin yang sudah berangkat 10 menit lalu—dan langsung menarik lengan Geisha untuk mengekorinya.
“Mo! Stop!” Geisha memukul-mukul tangan Morena yang menariknya, kemudian berusaha menjauhkan tangan Morena dari tangannya. “Kamu pikir aku sapi yang ditarik-tarik kayak gitu?”
Morena terdiam sejenak, sebelum senyumnya terbit seiringan dengan bibirnya yang terbuka. “Sapi? Maaf, sedikit mengoreksi. Bukannya kamu jin?”
***
Opelet yang Morena dan Geisha naiki telah tiba di depan gerbang sekolah. Keduanya lantas turun setelah membayar sejumlah uang kepada sopir. Mereka berjalan berdampingan memasuki area sekolah. Tak lupa, menyapa pak Sugiyo yang merupakan satpam sekolah.
Baik Morena maupun Geisha terheran melihat ada cukup banyak temannya yang berbisik-bisik di koridor.
“Itu kenapa pada banyak yang bisik-bisik, Mo?” tanya Geisha yang lebih tepatnya disebut sebagai bisikan juga.
Mendengar pertanyaan itu, Morena mendengkus. “Kalau mereka bisik-bisik, lalu kamu apa?”
“Aku serius, Mo,” ujar Geisha.
“Tumben kamu bisa serius,” kata Morena yang membuat Geisha kesal. Gadis itu melangkah lebih cepat meninggalkan Morena, dengan sesekali menghentakkan kakinya ke bawah.
Morena yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala sembari senyum kecil.
“Eh, hari ini ada murid baru, lho.”
“Masa? Pindahan dari mana?”
“Katanya, sih, dari sekolah negeri.”
Morena mengernyitkan keningnya. Anak baru? Pantas saja sedari tadi teman-teman sekolahnya berbisik-bisik. Rupanya, akan ada anak baru yang masuk hari ini.
Sesampainya di kelas, Morena segera berjalan menuju bangkunya. Di sana, sudah ada Geisha yang tengah berbincang dengan Arumi.
“Anak baru?” Geisha membeo. “Cowok apa cewek?”
“Cewek. Kata Boy, cantik anaknya,” jawab Arumi.
“Si Boy tahu dari mana coba?”
“Kemarin pas Boy dipanggil buat ngumpul di ruang basket, dia ngelihat ada satu cewek yang masuk ke kantor kepala sekolah.”
“Kenapa Boy mengasumsikan kalau cewek itu anak baru? Kan, siapa tahu aja itu anaknya pak kepsek, atau bisa jadi keponakannya yang iseng main ke kantornya, atau … bisa jadi itu selingkuhannya pak kepsek!” Geisha sembarang menarik kesimpulan, membuat Morena yang mendengarnya memutar bola mata.
Sifat Geisha yang satu ini benar-benar tidak bisa dihilangkan sedari dulu. Selain manja, Geisha banyak bertanya. Tapi, yang jadi masalahnya, gadis itu terlalu mengada-ngada saat bertanya. Mungkin, otaknya sudah kelebihan dalam memroses pertanyaan.
Yang sangat Morena sayangkan, Geisha malah menjadi anak yang pasif di kelas, tidak ikut menyumbangkan isi pikirannya saat diskusi tiba. Mungkin, itu yang membuat Geisha berada di posisi lima belas orang terbawah di kelasnya.
Sejujurnya, Geisha berpotensi untuk meningkatkan peringkat itu. Hanya saja, gadis itu terlampau malas.
“Ge, asal kamu ingat, aku ini masih keluarganya kepala sekolah kita, ya,” ujar Arumi seolah menakuti Geisha. Hal tersebut membuat Geisha membelalakkan matanya dan segera meminta ampun kepada Arumi.
“Eh, ampun, Arumi, ampun … jangan laporin aku ke kepala sekolah. Nanti kalau pak kepsek marah sama aku lalu aku dikeluarkan dari sekolah, gimana? Kamu tega sama aku? Nanti aku berhenti sekolah, terus nggak bisa dapat kerjaan. Kalau aku nggak dapat kerjaan, aku nggak punya uang. Kalau aku nggak punya uang, aku nggak bisa nabung buat ke korea dan ketemu sama oppa-oppa kesayangan aku. Kamu tega?”
Morena sedikit ngeri mendengar kalimat panjang yang dilontarkan oleh Geisha. Apa sahabatnya satu itu tidak kehabisan napas? Morena yang mendengarnya saja merasa sesak napas, apalagi Geisha?
Ah, tapi, Morena lupa dengan fakta bahwa Geisha yang merupakan alumnus dari sekolah jin. Barang kali, di sekolah tersebut, Geisha diajarkan untuk menahan napas selama sekian menit. Atau, mungkin sekian jam?
Suasana kelas yang semakin ramai diringi dengan suara bel lonceng masuk sekolah yang berbunyi membuat Arumi segera kembali ke bangkunya. Sementara itu, Morena sudah duduk manis dan membuka buku sejarahnya. Sedangkan, Geisha? Gadis itu masih asyik bergumam sendiri.
“Dari pada sekolah, mending aku jadi selingkuhannya pak kepsek aja kali, ya … lebih cepat dapat duitnya. Terus, aku bisa langsung ke korea, deh,” ujar Geisha pada dirinya sendiri. Morena yang masih dapat mendengar kalimat Geisha dengan jelas mengembuskan napasnya; pasrah. Sepertinya, kewarasan sahabatnya satu itu sudah tidak tertolong.
Morena segera mengalihkan fokusnya dari Geisha ketika suara bu Nada—guru sejarahnya—sudah terdengar menyapa kelas.
“Selamat pagi semuanya. Hari ini, Ibu ada kabar gembira untuk kalian. Kalian akan kedatangan satu teman baru yang akan mengisi satu bangku kosong yang tersedia di kelas ini,” kata bu Nada dengan antusias. Sepertinya, tidak hanya bu Nada yang antusias, melainkan hampir separuh dari seisi kelas merasa antusias, tidak sabar menanti kehadiran murid baru yang akan menggenapi jumlah murid di kelas mereka.
“Silakan masuk, Nak,” ujar bu Nada mempersilakan seorang gadis untuk turut masuk ke dalam kelas.
Gadis itu melangkahkan kakinya dengan perlahan. Kepalanya yang sedari tadi ditundukkan, kini diangkat, menampilkan wajah cantik dengan senyuman yang terpatri di sana. Semuanya menatap takjub wajah cantik gadis itu, kecuali dua orang yang ada di kelas itu.
Morena dan Geisha.
“Silakan memperkenalkan diri kamu, Nak, biar teman-teman kamu kenal sama kamu,” ucap bu Nada.
Gadis itu menganggukkan kepalanya, kemudian menarik napas untuk mulai memperkenalkan diri. “Halo teman-teman. Perkenalkan, nama saya Sasa Marieska. Kalian bisa memanggil saya Sasa. Saya murid pindahan dari SMA Negeri 10. Semoga kita dapat berteman baik nantinya. Mohon bantuannya, ya, teman-teman.”
Usai memperkenalkan diri, berbagai sahutan menggoda ala anak laki-laki di kelas itu terdengar.
“Sasa, minta WA-nya, dong.”
“Sasa, kamu tinggal di mana? Siapa tahu, rumah kita deketan, nanti aku anterin pulang.”
“Sasa, udah punya pacar belum?”
Dan, masih banyak lagi sahutan lainnya. Beruntungnya, bu Nada segera meredakan semua keributan itu.
“Sudah, sudah. Jangan ribut. Sesi perkenalannya dilanjut lagi nanti pas istirahat, ya. Kita fokus kelas dulu. Untuk kamu, Sasa, silakan duduk di sebelah Adira di ujung sana,” kata bu Nada menunjuk ke arah bangku yang kosong.
Tepatnya, di barisan Morena.
“Terima kasih, Bu.”
Sasa kemudian melangkah menuju bangkunya. Saat melewati bangku Sasa, jepit rambut Sasa terjatuh, membuatnya harus membungkukkan tubuhnya untuk mengambil jepit itu.
Terjatuh … atau memang sengaja dijatuhkan.
Sebab, setelah itu, Morena dibuat merinding dengan sebuah kalimat yang disuarakan begitu dekat dengan telinganya.
“Halo, Sobat lama. Kita bertemu lagi. Semoga kita dapat berteman baik.”
***
1.170 words
©vallenciazhng_
12 Mei 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro