PANITIA #RAWSBestfriend - Last Letter oleh pureagiest
Cerita pendek berjudul Last Letter karya pureagiest dipublikasikan sebagai salah satu cerita persembahan panitia Lomba Cerpen #RAWSBestfriend yang diselenggarakan oleh RAWSCommunity.
***
Andai suatu saat aku tidak bisa mengirimimu surat lagi, kau jangan menanyakannya. Aku ingin bertemu denganmu sekali saja. Bisakah kau datang ke Jeju?
Altarra Cho melipat secarik kertas bertuliskan tinta hitam, kemudian memasukkan kembali ke dalam amplop. Lantas menaruhnya ke dalam saku jaket yang dia kenakan. Satu embusan napas pelan keluar dari hidungnya.
Pandangan mata Altarra terarah ke luar kaca jendela bus. Sudah hampir 2 jam perjalanan yang ditempuh dari bandara ke Seogwipo. Iya, hari ini dia berada dalam perjalanan menuju rumah Cleon Lee. Setidaknya, perjalanan dari Seoul ke Jeju tidak dia lalui sendirian. Ada Darien Lee yang menemaninya. Sosok pemuda berkulit putih dengan tubuh lebih kurus darinya.
Kejadian kemarin pagi, masih terputar jelas di benak Altarra. Saat dia tidak sengaja bertemu dengan Darien di depan sebuah toko serba ada. Dan di sanalah, untuk pertama kalinya Altarra mau berbicara panjang lebar dengan Darien yang selama ini tidak diacuhkannya.
Satu ucapan terima kasih masih belum sempat terucap dari bibir Altarra. Rasa enggan yang menyebabkannya. Padahal dia tahu kalau tanpa Darien tidak akan mungkin berada di dalam bus ini. Altarra hanya menunggu waktu yang tepat saja.
"Kau tidak lelah berbicara terus?" Altarra menoleh ke samping, tempat Darien duduk. Sejak naik ke dalam bus sampai sekarang, temannya ini belum berhenti berbicara.
"Aku hanya menjelaskan betapa indahnya pulau ini." Darien menjawab disertai satu cengiran lebar.
Sedangkan Altarra hanya menagggapinya dengan memutar bola mata. Kemudian dia kembali memperhatikan pemandangan di luar bus. Ada satu getaran aneh yang sejak berangkat dia rasakan. Rasa takut mulai menghantuinya. Bagaimana kalau dugaannya benar? Cleon sedang sakit atau ....
Cleon Lee yang menjadi sahabat pena Altarra selama 6 bulan. Persahabatan yang berawal dari sebuah situs jejaring sosial. Entah kenapa Cleon meminta Altarra untuk saling berkirim surat. Terdengar sedikit aneh di era globalisasi seperti sekarang ini. Padahal Cleon bisa menggunakan email untuk mengirim pesan. Namun, ternyata surat yang menjadi pilihannya. Dengan rentang waktu berkirim surat yang jarang; dari seminggu sekali menjadi dua minggu sekali, dan akhirnya semakin jarang. Sampai Altarra menerima satu surat yang Cleon kirimkan, berisi permintaan untuk menemuinya di Jeju. Benda yang saat ini berada di dalam saku jaket Altarra.
"Apa kau sudah mengabari ibu dan kakakmu?"
Pertanyaan Darien tidak segera Altarra jawab. Sejujurnya, dia memang tidak pernah mengirimkan pesan kepada ibu atau kakaknya tentang kepergiannya ke Jeju. Setelah pertengkaran dengan kakaknya tempo hari, tak satu pesan pun yang dia kirimkan. Apalagi dengan sengaja menghubungi mereka.
"Sebaiknya kau yang meminta maaf. Dan dengarkan penjelasan mereka-ibu dan kakak Altarra." Darien menatap Altarra.
Sekali lagi tak ada jawaban dari Altarra. Darien pun hanya bisa mengomel-ngomel karena merasa diabaikan. Namun, dia membiarkannya tetap seperti itu-diam sembari melihat ke luar bus melalui kaca jendela. Ada rasa syukur di hati Darien melihat perubahan sikap Altarra padanya. Pertemanan mereka telah kembali mencair seperti dulu.
Akhirnya 15 menit kemudian, bus yang mereka tumpangi sampai di Seogwipo. Altarra dan Darien pun segera turun dari dalam bus. Mereka berhenti sejenak sembari mengamati keadaan di sekitarnya.
"Woah ... Jeju memang beda." Darien merentangkan kedua tangannya sembari menarik napas dalam-dalam.
Altarra meringis, melihat kelakuan temannya ini. "Kau ini seperti anak kecil saja."
Setelah menyeret Darien untuk segera meninggalkan halte bus, Altarra pun membawanya menuju kereta yang akan mereka berdua tumpangi menuju rumah Cleon. Berbekal alamat yang tertulis di surat terakhir yang Altarra terima.
Selama di perjalanan Altarra habiskan dengan tidur. Dia mengabaikan Darien yang mengoceh sendiri. Sudah cukup lelah baginya untuk sekadar menyimak yang temannya ini katakan.
Akhirnya, Altarra dan Darien menemukan alamat yang dicari. Setelah beberapa kali beberapa pada penduduk lokal. Dan ternyata letak rumah Cleon berada di dekat Pantai Yeongmari. Sebuah kawasan wisata yang cukup terkenal di Seogwipo. Tempat yang memiliki pemandangan begitu indah untuk memanjakan mata.
"Apa benar ini rumahnya?" tanya Darien pada Altarra.
"Sepertinya iya." Altarra melihat alamat yang tertera pada amplop surat yang Cleon kirim untuk menyocokkan dengan alamat rumah yang berada di depannya.
Sebelum Altarra sempat mengucapkan salam, dari dalam rumah keluar seorang pemuda berkulit putih dengan tinggi yang hampir sama dengannya. Berjalan mendekati Altarra dan Darien. Kemudian, berhenti tepat di depannya dan membungkukkan tubuhnya sabsgai tanda salam hormat.
"Kau pasti Altarra Cho."
Altarra mengangguk. Walaupun dia merasa heran, kenapa pemuda ini bisa tahu namanya. "Benar. Aku Altarra Cho."
"Silakan masuk. Kau pasti lelah setelah perjalanan jauh."
Dipersilakan masuk ke dalam rumah, membuat Altarra terlebih dahulu menoleh ke arah Darien-meminta persetujuan darinya. Setelah mendapat anggukan kepala darinya, barulah Altarra mengikuti pemuda yang mempersilakannya masuk.
Darien mengekor di belakang Altarra. Kedua matanya memperhatikan pemandangan di halaman rumah ini. Begitu pula saat dia masuk. Rasa kagum mulai tercipta. Rumah ini sangat artistik. Bangunan berarsitektur korea zaman dahulu.
Setelajh berada di dalam rumah, pemuda yang mempersilakan Altarra dan Darien mulai memperkenalkan dirinya. Dia Anthoine Lee, kakak Cleon. Selain itu, Anthonie menyuguhkan minuman dan makanan untuk Altarra dan Darien.
Anthonie mengajak Altarra dan Darein mengobrol. Meski baru pertama kali bertemu, tetapi dia sangat ramah. Memperlakukan tamunya ini bagai teman lama yang kembali berjumpa. Hal tersebut membuat Altarra dan Darien senang. Mereka berdua pun bersyukur bisa menemukan alamat rumah Cleon dengan mudah. Dan tentunya, mereka berdua bisa melepas lelah setelah perjalanan jauh.
"Bolehkah aku bertemu dengan Cleon?" Akhirnya Altarra menanyakan pertanyaan ini pada Anthonie. Dia merasa heran karena sosok Cleon yang tak kunjung terlihat. Padahal mereka berdua-Altarra dan Darien-sudah cukup lama berada di rumah ini.
Satu tarikan napas dalam terdengar. Athonie pun berkata, "Ada yang ingin aku tunjukkan. Ikutlah denganku."
Meski merasa heran, tetapi Altarra dan Darien pun mengikuti ke mana Anthonie pergi. Ternyata masuk lebih dalam lagi ke rumah ini. Dan akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, dan di dalamnya hanya ada sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah foto, foto Cleon.
Altarra hampir saja terjatuh ketika menyadari apa yang dilihatnya. Ini adalah altar Cleon. Dan itu berarti sahabat penanya sudah meninggal. Sungguh suatu yang sangat mengejutkan.
Tidak jauh berbeda dengan yang Altarra alami, Darien pun tercengang. Dia tidak menyangka kalau orang yang menjadi tujannya datang ke tempat ini sudah tiada.
"Cleon meninggal 2 minggu yang lalu. Dia sudah bertahan cukup lama, menghadapi penyakit yang dideritanya, Talasemia. Di akhir hanyatnya, Cleon merasa bahagia karena merasa telah menemukan seorang teman. Dan itu adalah kau, Altarra. Dia banyak bercerita tentangmu. Dia juga sangat berharap bisa bertemu denganmu, meski sekali saja. Namun, ternyata Cleon pergi lebih cepat dari perkiraan."
Tubuh Altarra pun jatuh teduduk. Tanpa terasa air mata membasahi pipinya. Ternyata apa yang dia khawatirkan terjadi. Sesuatu yang buruk menimpa Cleon. Dan yang paling membuat Altarra menyesal karena dia tidak bisa memenuhi permintaan terakhirnya. Semua itu disebabkan ujian akhir yang berlangsung di sekolahnya. Sehingga Altarra tidak bisa segera memenuhi permintaan Cleon untuk datang menemuinya.
Sosok Cleon membuat Altarra kagum. Dia selalu ceria, walupun berjuang untuk tetap hidup melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Cleon tidak pernah sekali pun menyinggung atau menyiratkan kalau sedang dalam keadaan sakit parah. Malah sering memberi nasihat dan menghibur Altarra kala sedang sedih. Memberikan semangat juga baginya.
"Cleon menulis ini untukmu." Anthonie memberikan sepucuk surat terakhir yang Cleon tulis untuk Altarra. Surat yang tidak sempat dikirimkan.
Tangis Altarra pecah, tatkala dia membaca apa yang tertulis di surat itu. Ternyata inilah penyebab tulisan Cleon jelek. Karena jemarinya tak lagi bisa bergerak lentur seperti dulu. Altarra pula menyesali apa yang telah dia lakukan selama ini. Cleon benar-benar membuatnya sadar, kalau hidup ini sangat berarti.
Altarra, aku harap kau selalu bahagia. Jangan biarkan orang-orang terdekatmu menjauh. Merekalah yang selalu mendukungmu, menangis untukmu, dan tempatmu untuk berbagi suka dan duka. Kau berhak bahagia. Jadi tertawalah bersama mereka. Aku senang bisa mengenalmu. Hidupku memang singkat, tapi sangat indah. Terima kasih, sahabat.
Paragraf terakhir ini telah berhasil membuat mata Altarra kian rebas. Begitu juga dengan Darien, dia tidak sanggup menahan tangisnya. Ternyata di balik penderitaan seseorang, masih tersimpan rasa bahagia yang kadang tidak pernah terpikirkan.
"Cleon tidak pernah punya teman bermain. Dia tidak bisa terlalu lelah. Hanya bisa berdiam diri di dalam rumah. Pendiam dan pemurung. Setelah mengenalmu, dia menjadi sangat ceria. Harapan hidupnya kembali muncul. Namun, Tuhan berkata lain. Setidaknya, dia menemukan kebahagian di akhir usianya. Terima kasih. Kami bisa melepasnya pergi. Cleon pasti bahagia di atas sana."
Susaana haru pun memenuhi ruangan ini. Anthonie mengucapkan terima kasih pada Altarra yang sudah jauh-jauh datang ke Seogwipo. Walaupun terlambat.
Setelah mengunjungi makam Cleon dan memanjatkan doa untuknya, Altarra beserta Darien pun pamit pulang. Ada banyak hal yang mereka berdua dapatkan dari tempat ini. Bahwa di balik penderitaan seseorang akan selalu ada kebahagian yang didapat, meski hanya dari hal-hal yang dianggap sepele. Tetap tegar menjalani suratan takdir yang Tuhan telah dituliskan.
"Altarra, kau harus minta maaf pada kakak dan Ibumu. Mereka pasti punya alasan sendiri. Dengarkan apa yang mereka ucapkan. Bicaralah dari hati ke hati." Sekali lagi Darien mengingatkan, ketika mereka sudah kembali berada di bandara.
Sedangkan Altarra termangu di ambang pintu bandara. Dia mulai ragu. Apakah akan kembali pulang atau tetap berada di Jeju untuk beberapa hari? Altarra merasa butuh waktu untuk merenung. Apalagi dia memang sudah merencanakan kedatangannya ke pulau ini bahkan sebelum Darien membelikan tiket pesawat untuknya.
"Sepertinya, aku butuh waktu untuk sendiri."
"Maksudmu?"
Darien menatap Altarra heran. Dia tidak mengerti dengan apa yang telah diucapkan temannya ini. Kemudian mulai berpikir kalau Altarra memang sudah berubah pikiran-tidak ingin segera kembali ke Seoul.
"Aku ingin tinggal beberapa hari di sini. Tapi ...." Altarra menggantungkan kalimatnya.
Satu helaaan napas keluar dari mulut Darien. "Baiklah, jika kau masih enggan untuk pulang ke rumah. Kau bisa menginap di rumahku."
Altarra mengulas satu senyuman. "Terima kasih."
Mereka berdua-Altarra dan Darien-pun kembali melangkah masuk ke dalam bandara. Sudah diputuskan kalau hari ini tetap pulang ke Seoul. Walaupun sangat disayangkan karena tidak bisa berwisata di pulau ini.
Selama penerbangan, Altarra memejamkan mata. Dia tidak tidur, tetapi sedang berpikir tentang masalahnya. Surat terakhir yang Cleon tulis berada di dalam genggaman tangannya. Kalimat demi kalimat yang terus terngiang di benaknya.
Selama ini aku salah besar. Ibu, kakak, maafkan aku, lirih batin Altarra.
Rentetan peristiwa mulai terbayang kembali di benak Altarra. Dan semua itu menyadarkannya, bahwa dia sudah berlaku tidak adil. Menghakimi ibunya yang sering pulang larut malam karena bekerja. Menyalahkan kakaknya atas kematian ayahnya. Padahal mereka punya alasan masing-masing. Dan Altarra tidak mau mendengarkan alasan serta penjelasan mereka berdua-ibu dan kakaknya. Sehingga bersikap acuh tak acuh selama bertahun-tahun, bahkan menaruh benci terhadap mereka berdua.
Inilah yang menyebabkan Altarra menjadi sosok pendiam yang menarik diri dari pergaulan. Menutup diri dari pertemanan. Dan sempat melupakan pertemanannya dengan Darien yang dimulai sejak mereka berdua berada di sekolah dasar.
"Kau tidur?" tanya Darien.
"Aku hanya memejamkan mata," jawab Altarra.
"Pesawat akan segera mendarat. Pakailah sabuk pengaman."
Altarra pun membuka matanya, kemudian seegera memakai sabuk pengaman. Dia menatap ke arah jendela pesawat. Lampu kota terlihat begitu indah dilihat dari atas. "Sebaiknya aku pulang," gumamnya pelan.
Pesawat pun mendarat dengan selamat di bandara Incheon. Para penumpang segera keluar dari dalam pesawat, begitu pula dengan Altara dan Darien. Mereka berdua berjalan menuju pintu ke luar bandara.
Ketika sampai di halaman bandara, Altarra berubah pikiran. Dia membatalkan niatnya untuk menginap di rumah Darien. Dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
"Kau yakin mau pulang?" tanya Darien memastikan.
"Mungkin itu yang terbaik." Altarra melihat Darien tersenyum lebar ketika mendengar jawabannya.
"Baiklah, aku antar kau sampai ke depan rumahmu. Lagi pula ini sudah dini hari. Ditambah rumah kita searah," ujar Darien menepuk pelan pundak Altarra.
Sebuah mobil taksi berhenti di hadapan Altarra dan Darien. Mereka berdua pun segera masuk ke dalam taksi yang segera melaju di jalan menuju ke arah Jamsil. Daerah tempat tinggal Altarra.
"Kau berubah pikiran?" Darien menoleh ke arah Altara yang masih bergeming. Padahal taksi sudah berhenti tepat di depan rumahnya.
"Apa mereka akan memaafkanku?" Altarra menatap pintu rumahnya melalui kaca jendela taksi.
"Keluarga adalah tempat kau pulang. Sebesar apa pun kesalahanmu, mereka akan memaafkannya. Hei, sudah cukup bertingkah sebagai orang asing. Aku ingin melihatmu kembali bahagia."
Kedua mata Altarra mulai berkabut. Akhirnya, dia mulai menyadari satu hal. Sahabat yang selama ini dicari justru berada dekat dengannya. Orang yang selama ini mau dengan sabar membantu dan berusaha menghiburnya. Walaupun mendapat balasan jauh dari yang seharusnya. Diabaikan.
"Terima kasih." Altarra memeluk sebentar tubuh Darien sebelum keluar dari dalam taksi.
Setelah itu, Altarra pun memantapkan hati untuk berbicara dengan ibu dan kakaknya. Meminta maaf atas apa yang telah dia lakukan selama ini. Dia merasa tidak pernah serindu ini dengan rumah. Ingin segera memeluk tubuh ibunya dan bermanja-manja di hadapan kakaknya seperti dulu. Satu tetes cairan bening jatuh dari sudut matanya. Altarra setengah berlari menuju pintu rumahnya.
Sedangkan Darien menatap punggung Altarra yang mulai menjauh sembari tersenyum. Dia merasa bahagia melihat temannya telah kembali seperti dulu.
"Aku bersyukur, akhirnya kau mengerti semuanya. Kau berhak bahagia. Mungkin aku tidak akan bisa selamanya berada di sisimu." Darien terbatuk-batuk. Dia menggunakan telapak tangan kanan untuk menutup mulutnya. "Ah, sebentar lagi telingaku akan sakit mendengar omelan ibu." Darien menatap bercak darah yang berada di telapak tangan kanannya.
***
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kalaupun ada kesamaan, murni karena faktor ketidasengajaan.
Terima kasih sudah membaca. Mohon maaf, apabila terdapat banyak kesilapan penulisan di dalamnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro