Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ Bagian 1: Milla ]

Di sinilah Milla berada. Berdiri di depan kamera dengan lampu yang bersinar terang. Dia mengambil pose yang menurutnya pas kemudian tersenyum cerah. Suara kamera terdengar beberapa saat setelahnya.

Proses itu berlangsung berulang kali hingga menghabiskan beberapa ronde pemotretan.

"Capek sekali. Aku ingin segera pulang," gerutu Milla. Sebagai model yang sedang naik daun, sesi pemotretan yang berlangsung lama bukanlah hal baru. Namun baru kali ini Milla bekerja selama ini. Sejak pagi hari dia suadh berada di studio dan sekarang jam sudah menunjukan pukul 5.

Seorang gadis berambut hitam ponytail berjalan mendekati Milla dan menyodorkan botol berisi minuman isotonik. "Kata-katamu tidak sinkron dengan wajahmu tahu. Kenapa kau senyam-senyum sendiri sedari tadi?"

Milla menerima botol itu dan meneguknya sampai habis seperti orang dehidrasi. "Tadi pagi aku ditembak oppa-oppa Korea," jawab gadis itu santai.

Lawan bicaranya menunjukkan ekspresi datar. "Aku serius."

"Aku juga serius. Tadi sebelum ke sini aku ditembak oleh Tetsu-kun," Milla beranjak dari tempatnya dan mulai membereskan barang-barangnya. "Kan Tetsu-kun ganteng, jadi wajar aku bilang begitu, Aiko-chan."

Aiko berpikir sejenak, "Tetsu, maksudmu Kiriya Tetsuro teman satu kampusmu dulu?" 

"Kalian jadian?" Tanya Aiko lagi yang direspon anggukan pelan dari Milla. "Yes Berarti makan-makan!" Aiko mengacungkan jempolnya dengan mata berbinar-binar.

Milla yang telah selesai membereskan barangnya kini menyampirkan tas di bahu dan menatap manager sekaligus sahabatnya itu heran.

"Kadang aku bingung, Aiko-chan beneran sudah berumur 29?" Tanya Milla polos.

"Aku akan memukulmu kalau kau mengatakan itu lagi." Balas Aiko sambil memamerkan kepalan tangannya.

"Maafkan aku."

°•°•°•°•°

Kafe langganan Aiko menjadi pemberhentian mereka setelah pulang dari studio foto. Aiko memaksa Milla untuk mentraktirnya puding strawberry dalam rangka merayakan hubungan Milla sekaligus permintaan maaf.

"Aiko-chan benar-benar pintar memanfaatkan situasi ya," celetuk Milla bermaksud menyindir Aiko.

Aiko menyendok makanan kesukaannya dan melahapnya dengan senang. "Kau tidak akan miskin hanya karena mentraktir aku makan. Toh, penghasilanmu saja sudah lebih dari cukup untuk membeli mobil baru."

Milla merotasikan mata mendengar penuturan Aiko. Dia mengambil ponselnya dan melihat notifikasi yang terus menerus bermunculan dari aplikasi pesan. Milla membaca semua pesan itu sambil sesekali menyeruput jus tomat miliknya.

Rata-rata pesan itu berasal dari fansnya. Tentu, model terkenal seperti Milla pasti memiliki fans yang sangat banyak. Entah tua muda, laki-laki atau perempuan. Beberapa ada yang dibalas oleh Milla sedangkan yang lain hanya dibacanya saja.

Diantara pesan-pesan yang menurut Milla sedikit menyebalkan itu, terdapat sebuah pesan yang menarik minat Milla.

Mama
Halo, apa ada orang?

Anak mama tersayang dimana kau?

Padahal sedang online, tapi tidak membalas pesan mama. Aneh.

Milla membaca pesan itu sambil tersenyum senang karena jarang sekali ibunya mengirim pesan padanya. Segera saja gadis itu mengetik balasan.

Aku baru baca pesan mama.

Biasa, banyak pesan dari fans yang membuat pesan Mama hampir tertimbun.

Ada apa Mama?

Mama

Kau tahu? Keluarga besar akan berkumpul seperti biasa.

Dan Mama mau kau datang dalam pertemuan kali ini.

Jangan beralasan lagi seperti tahun lalu. Kau mau semua perhiasanmu di sini Mama kasih ke Feyna?

Senyum yang tadinya menghiasi wajah Milla perlahan mengendur. Begitu rupanya. Seharusnya Milla bisa menduga hal ini, tidak mungkin Ibunya akan mengabari Milla kalau bukan hal yang penting.

Selama Milla bekerja sebagai model, dia selalu menghindari yang namanya pertemuan keluarga.

Bukan karena dia memiliki masalah dengan keluarganya itu. Malahan, hubungan mereka berjalan dengan sangat baik. Hanya saja jarak rumah dengan tempat Milla bekerja sangat jauh.

Coba bayangkan. Kalian pulang pergi dari Jepang ke Rusia untuk pertemuan keluarga yang hanya berisi acara minum teh bersama. Berapa banyak uang dan waktu yang terbuang?!

Padahal mereka bisa saling mengabari lewat videocall atau telepon. Begitu yang dipikirkan Milla.

Oleh karena itu, Milla segera memutar otaknya untuk menemukan alasan yang logis. Dia tidak mempedulikan ancaman dari orang tuanya tersebut, toh dia tahu kalau ibunya hanya main-main.

Sebelum Milla menekan tombol 'kirim', ibunya sudah lebih dulu mengirimkan pesan.

Mama

Asal kau tahu. Kakakmu akan datang dalam pertemuan ini.

Kau tidak mau menyambutnya?

°•°•°•°•°•°

Dinginnya hembusan angin langsung menerjang tubuh gadis itu begitu ia keluar dari bandara.

Jaket tebal yang membalut tubuhnya menjadi tidak berguna saat ini. Sepertinya tinggal selama 2 tahun di Jepang membuat Milla melupakan betapa ekstrimnya suhu di negeri kelahirannya, Rusia.

Ya, setelah membaca pesan Ibunya, Milla langsung meminta Aiko untuk mengosongkan jadwalnya selama beberapa hari. Kemudian gadis itu segera memesan tiket pesawat dan pergi ke Rusia dua hari setelahnya.

Kalau bukan karena kakaknya, Milla yang selalu hidup hemat itu tidak akan menginjakkan kakinya di sini.

Kenapa begitu? Karena Milla sangat jarang bertemu dengan kakaknya semenjak lulus SMA. Kakaknya memilih melanjutkan sekolahnya di Prancis. Sedangkan Milla memilih menetap sebelum gadis itu pindah ke Jepang.

Apalagi kakaknya itu tipe orang yang hanya menggunakan ponsel jika perlu saja. Sehingga sangat sulit dihubungi.

Karena itu, setelah mengetahui kakaknya akan pulang ke rumah, Milla memilih pulang dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu orang yang paling dia sayangi.

°•°•°•°•°•°

Perjalanan dari bandara menuju rumah biasanya hanya menempuh waktu 2 jam dengan menggunakan mobil. Namun Milla masih duduk manis di kursi penumpang setelah 2 setengah jam meninggalkan bandara.

Milla menghela napas sebelum beralih menatap pemandangan di luar jendela. Kemacetan di jalan ibukota merupakan hal lazim, dan gadis berambut putih dengan gradasi lilac panjang itu masih memaklumi hal itu.

Saat mobil kembali melaju dengan kecepatan rendah, Milla merasa yakin jika dia akan terlambat menghadiri pertemuan keluarga tersebut.

Jemari lentiknya segera mengetik sebuah pesan yang ditujukan pada Ibunya, bahwa dia akan terlambat karena macet.

"Sepertinya aku harus sabar," gumam Milla pada dirinya sendiri. Berupaya untuk menahan keinginannya memerintah supir taksi yang dia tumpangi agar menerobos jalan dengan seenak jidat.

Setelah memastikan ponselnya aman di dalam tas, manik keunguan Milla kembali menatap padatnya kota Moskow.

"Yah, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali."

°•°•°•°•°•°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro