8. Terungkapnya Kebenaran
Di depanku berdiri sosok yang setahun lalu kutemui bersama ayah. Aku sangat mengingat wajahnya. Rambutnya yang putih, bahkan kumis dan janggutnya berwarna putih. Kulitnya keriput dan tubuh yang sudah renta. Ia berdiri dibantu sebuah tongkat.
"Halo, Raeesa." katanya. Ia menyapa kami terlebih dahulu yang terkejut melihatnya.
"Ha-halo." kataku.
"Dia mengenalmu?" Vaneesa menyolek lengan kananku. Aku hanya balas mengangguk.
"Silahkan masuk, aku tidak kuat berdiri lama-lama." kakek yang usianya hampir 80 tahun itu tertawa. Dan berjalan masuk.
Aku ikut berjalan masuk disusul Vaneesa yang masih penasaran bagaimana kakek itu mengenalku.
Aku menengok ke kiri dan kanan. Tidak ada perabotan mewah disana. Rumah ini sangat sederhana.
"Mari duduk anak-anak." kata kakek itu seraya duduk dengan perlahan di kursinya.
Aku dan Vaneesa duduk tepat di depan kakek itu.
"Apa yang kau lakukan disini Raeesa?" kata kakek itu.
"Sebentar tuan. Sebelum aku menjawab pertanyaanmu. Aku ingin memastikan sesuatu." kataku.
"Apa yang ingin kau pastikan?"
"Apa kau... Tuan Tom? Kata ibu kau adalah tuan Tom." aku menelan ludah.
"Ha ha ha. Ya aku Tom. Aku kira kau sudah mengetahuinya saat ayahmu menitipkanmu padaku."
"Brilian!" teriakku gembira, tuan Tom menaikkan alisnya "aku akan memastikan banyak hal tuan. Jadi tolong jawab semua pertanyaanku dengan jujur."
"Hm?"
"Yang pertama, apa kau menculikku setahun lalu? Karna ibuku menganggapmu penculik tuan." tanyaku.
"Ha ha ha. Tentu saja bukan. Ibumu hanya salah paham." jawab tuan Tom.
"Kenapa kau tidak meluruskannya?"
"Ibumu tidak akan mendengarku, Raeesa. Ibumu sangat mencintai ayahmu. Rasa cinta yang begitu besar membuatnya buta dan tuli akan kebenaran."
"Tapi tuan, kau jadi disangka penculik dan aku tau rasanya."
"Tidak masalah. Itu resiko. Aku sudah dikenal bukan orang yang baik jadi penduduk mudah saja mempercayai bahwa aku penculik."
"Lalu bagaimana ayahku bisa terbunuh? Siapa yang membunuhnya?"
"Ayahmu termakan keajaiban yang diinginkannya, Raeesa."
"Keajaiban? Maksudmu?" kataku sambil meremas bajuku.
Apa ayah juga mendapat keajaiban?
"Hm. Dulu ibumu sangat sulit untuk memiliki anak. Bahkan diusia pernikahan yang hampir 5 tahun belum juga diberi keturunan. Lalu ayahmu mengetahui tentang keajaiban yang menimpaku dan beberapa penduduk lainnya. Ia memohon setiap hari dimanapun. Berharap keinginannya terkabul. Sampai akhirnya lahirlah kau dengan mata yang sangat indah itu." tuan Tom menunjuk ke arah mataku.
"Kau bisa melihat mata keemasanku, tuan?" kata Raeesa sumringah.
Vaneesa menoleh ke arahku. Ia menatap mataku lekat.
"Kenapa Vaneesa? Apa kau sekarang percaya mataku keemasan?" kataku pada Vaneesa.
"Tuan! Apa kau tidak salah lihat?" kata Vaneesa pada tuan Tom.
"Tentu saja tidak. Mata keemasannya terlihat jelas." kata tuan Tom.
"Huh kau ini. Sudahlah kalau kau tidak percaya. Mungkin matamu rabun." kataku pada Vaneesa.
Tuan Tom terkekeh dengan suaranya yang terdengar serak. Sementara Vaneesa sudah terlihat kesal.
"Lalu tuan siapa yang membunuh ayahku? Kau belum menjawab pertanyaanku." kataku menatap tuan Tom.
"Yang membunuh ayahmu adalah orang yang mengincarmu. Banyak orang yang memang mengincarmu karna matamu yang langka."
Lagi-lagi Vaneesa menatapku lekat.
"Apa sih?" aku memelototi Vaneesa "lalu Tuan kenapa aku bisa dititipkan padamu?"
"Ia mencariku karna ingin menghapus keajaiban. Dan saat itu ada beberapa orang yang mengikuti ayahmu sampai ke rumahku. Lalu sesuai permintaan ayahmu. Aku membawamu ke tempat yang lebih aman. Kau ingat kan aku membawamu pergi? Dan saat aku kembali, ayahmu sudah terbunuh." kata tuan Tom bercerita.
"Pantas saja kau dikira penculik tuan. Tapi aku berterimakasih padamu! Sudah mau menolong aku dan ayahku, meskipun ayah harus terbunuh." aku tersenyum sendu.
"Sama-sama Raeesa."
"Hal kedua yang ingin kupastikan-"
"Raeesa. Mari istirahat dulu. Jangan menyiksa kakek tua ini dengan menjawab semua pertanyaanmu ha ha ha." kata tuan Tom tertawa.
"Tapi tuan." aku sangat penasaran.
"Akan kujawab nanti. Kalian juga lelah bukan?" tanya tuan Tom.
"Ya aku sangat lelah tuan." kata Vaneesa sambil tertawa ke arahku.
"Tch."
"Tunggu sebentar," kata tuan Tom "Toorian!" ia memanggil seseorang.
Aku mengetuk-ngetukkan jariku pada pegangan kursi. Mulutku gatal ingin segera bertanya tentang keajaiban. Argh.
"Toorian!" panggil tuan Tom lagi.
Dari pintu belakang, seorang anak laki-laki seusiaku datang menghampiri dengan ember berisi buah-buahan tergenggam di kedua tangannya. Aku menoleh ke arah Vaneesa yang menatap anak laki-laki bernama Toorian itu tanpa berkedip.
"Heh!" aku menyenggol tangan Vaneesa.
"Apa sih?" kata Vaneesa tanpa menoleh ke arahku.
"Kau berlebihan menatapnya." kataku.
"Itu sebuah keindahan, Raeesa."
"Ha?" aku ternganga mendengar pernyataan Vaneesa.
"Toorian. Tolong antar dua gadis cantik ini ke meja makan. Mereka butuh makan setelah berjalan jauh." kata tuan Tom pada Toorian.
"Baik kek." kata Toorian pada tuan Tom "mari ikut denganku ke ruang sebelah." kata Toorian dengan senyum manisnya.
"Oke!" Vaneesa berdiri secepat kilat.
"Neesa!" kataku menarik tangan Vaneesa.
"Ada apa? Aku lapar." Vaneesa berlari ke sebelah Toorian.
"Ya ampun." aku menutup wajahku sedikit malu dengan tingkah Vaneesa.
Tuan Tom dan Toorian tertawa melihatku dan Vaneesa yang berdebat. Dasar Vaneesa itu.
•••
A/N:
Diriku lelah ngetik :'v
Jadi terpaksa alurnya di belokin ke acara makan pfft
Jadi muncul deh Toorian~
Dan maafkan nama tokoh cowoknya.
Karena ide nulis bagian Toorian ini dadakan muncul hahaha
Raeesa: "mak Intaaannnnnn!!! Aku belum bertanya tentang keajaibannnn!!!!!!"
"Urusai Raeesa-chan!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro