Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Keajaiban

Aku bermimpi sangat indah. Bermimpi teman-temanku sangat baik dan tidak menjauhiku. Hei, apakah itu mimpi atau sungguhan?
Entahlah rasanya seperti sungguhan. Dan semoga saja.

Tok tok. Terdengar ketukan pintu ketika aku masih berusaha mengumpulkan nyawa. Siap-siap saja, ibuku yang cantik jelita akan memarahiku seperti biasa. Aku sudah bersiap dengan posisi berdiri di sebelah tempat tidur. Ketika pintu kayu itu terbuka, tahukah apa yang terjadi?
Ibuku tersenyum!

"Sayangku? Kau sudah bangun rupanya, baru saja aku ingin membangunkanmu." Wanita dengan bibir merah cerah berlenggak-lenggok mendekatiku.

"A-aku sudah bangun bu." aku kebingungan melihat sikap ibuku yang 180 derajat berbeda.

"Kau harus segera mandi, lalu sarapan agar kau bisa fokus belajar." Ia mengelus kepalaku lembut, membelai helai rambutku.

"Hm iya bu."

"Aku menunggumu di meja makan." wanita itu berbalik dan keluar dari kamarku.

Apakah ini mimpi? Tidak! Apa yang aku alami sejak kemarin benar adanya. Permohonanku! Keajaiban! Ya! Ini keajaiban yang pernah terjadi berpuluh tahun lalu. Aku akan menguji coba keajaiban ini agar lebih meyakinkan.

Aku buru-buru mandi dan menuju ruang makan.
Aku duduk di sebelah ibu. Hanya ada kami berdua. Ayahku sudah meninggal setahun lalu. Dan aku adalah anak tunggal dari pernikahan ayah dan ibuku.
Ayah meninggal karena menyelamatkanku dari penculikan. Itu mengapa ibu sangat membenciku.

"Raeesa sayang? Apa kau sudah memakai parfum? Kau sudah berumur 16 tahun jadi kau harus memperhatikan penampilanmu."

"Aku tidak memakai parfum bu, wangi detergen sudah cukup." kataku sambil menyendok nasi.

"Tidak. Tidak. Kau harus memakainya. Ibu akan membelikanmu nanti"

"Oke bu. Akan ku pakai saat ibu belikan"

Selama enam belas tahun ini aku bahkan tidak pernah memakai parfum. Di desa kami parfum dijual dengan harga mahal. Uang jajanku tidak pernah cukup untuk membelinya. Mengharapkan ibu. Itu tidak mungkin. Tapi sekarang dia menyuruhku memakai parfum.

Ibu menatapku menyantap sarapan. Seperti biasa aku hanya mengisi piringku dengan nasi yang hanya seperempat ukuran piring dan beberapa lauk.

"Raeesa sayang kenapa kau makan sedikit sekali?" tanya ibu saat melihat nasi di piringku.

"Boleh aku menambah?"

"Harus, kau butuh banyak gizi. Sejak kapan aku ingin kau kekurangan gizi?"

Aku menyendok nasi lagi tanpa menanggapi perkataan ibu. Biasanya ibu akan memelototiku jika aku mengambil banyak nasi.

Aku akan mencoba melakukan hal yang ibu tidak suka. Jika ia tidak marah maka aku percaya keajaiban yang mengubah ibu dan hidupku.

Prang. Aku menjatuhkan piring nasiku sampai terbelah menjadi beberapa bagian. Aku menghitung dalam hati. Satu... Dua... Tiga...

"Ya ampun Raeesa, jangan sentuh pecahan piring itu biar ibu, kau akan terluka." ibu beranjak dari duduknya menuju ke arahku. Berjongkok lalu memungut pecahan piring.

"Maafkan aku ibu, aku tidak sengaja." aku berbohong demi meyakinkan diri akan keajaiban.

"Tidak apa-apa sebaiknya kau berangkat sekolah. Ambil roti di dapur. Bawalah." ibu masih sibuk memungut pecahan piring.

Aku beranjak dari tempat duduk. Berjalan ke dapur untuk mengambil beberapa potong roti.

"Ibu aku berangkat."

"Hati-hati di jalan."

°°°

Senyumku merekah sepanjang jalan. Kepalaku rasanya ringan tanpa omelan ibu setiap hari. Dan mulai hari ini teman-temanku juga akan bersikap baik seperti yang aku inginkan.
.
.
Seorang pria tua berpapasan denganku. Ia menatapku bahagia.

"Anakku sayang." ia memegang pergelangan tanganku.

"Hei aku bukan anakmu pak."

"Anakku. Kau anakku Vivian." pria itu memelukku.

"Aku Raeesa bukan Vivian."

"Tidak. Kau Vivian."

"Mungkin anda salah orang."

"Tidak mungkin aku tidak mengenali wajah anakku sendiri, meskipun aku tidak bertemu selama lima tahun." pria itu mengelus kepalaku. Wajahnya sendu.

"Aku bukan anakmu. Dan aku harus berangkat ke sekolah sekarang."

"Mari ayah antar." wajahnya berubah sumringah, ia menarik tanganku ke arah berlawanan dari sekolah.

"Pak aku bukan anakmu dan sekolahku tidak mengarah kesana!"

"Kau sudah pindah sekolah Vivian?"

"Pak coba kau lihat itu!" aku menunjuk ke arah jalan raya.

Ketika pria tua itu menoleh aku menghempas tangannya sekuat tenaga dan berlari. Dia menyadari aku kabur. Dia mengejarku.

Oh tidak. Apalagi ini. Apa aku ini mirip dengan anaknya? Tapi dia sangat yakin aku anaknya yang hilang dan selalu dicari.

Aku melihat sebuah tempat makan. Aku masuk kedalam untuk bersembunyi dari kejaran pria tua itu.

Saat aku berada di dalam tempat makan. Seorang pria yang lebih muda menatapku dari mejanya. Ia tersenyum. Perlahan ia berjalan mendekatiku. Aku balik tersenyum mungkin saja ia akan menolongku.

"Clarisa, akhirnya kau datang sendiri kepadaku."

Clarisa? Aku menengok kiri dan kananku. Mata pria muda itu menatap lurus kearahku.

"Kau tau berapa kerugian yang aku dapat karena kau melalaikan pekerjaanmu?"

"Maaf, maksud anda tuan?" tanyaku yang masih belum mengerti ucapan pria muda itu.

"Jangan pura-pura bodoh, sekarang ikut denganku untuk pemotretan barang."

Clarisa. Seingatku aku sering melihat wanita muda cantik di televisi untuk mempromosikan berbagai produk. Namun akhir-akhir ini aku tidak melihatnya lagi mempromosikan produk baru.

Perlahan aku memahami maksud pria muda dihadapanku. Ia mengira aku Clarisa.

"Maaf tuan, aku harus berangkat ke sekolah."

"Jangan membohongiku! Sejak kapan kau sekolah?" pria muda itu menarik tanganku.

Aku berusaha melepaskan diri. Orang-orang disekitarku menatapku aneh.

"Tolong aku!" kataku pada orang yang sedang menyantap sarapan. Tempat makan ini memang buka pagi-pagi buta untuk memenuhi kebutuhan sarapan bagi orang yang tidak sempat sarapan di rumah.

Seorang ibu menghampiriku dan pria muda itu.

"Apa yang kau lakukan tuan? Anak ini akan berangkat ke sekolah. Apa kau ayahnya?" selamat. Ada juga yang menolongku.

"Aku managernya! Kau jangan ikut campur!" bentak pria muda itu.

"Tapi anak ini tampaknya tidak mengenalmu, tuan."

"Dia berusaha kabur dariku." katanya kepada wanita dengan setelan pakaian kantor.

"Benarkah?" wanita itu bertanya kepadaku.

"Tidak. Aku tidak mengenalnya. Aku Raeesa bukan Clarisa. Aku masih sekolah bukan orang yang mempromosikan barang."

"Lihat tuan. Dia tidak mengenalmu."

"Aku mengenalnya. Aku mencarinya selama ini. Ia kabur dari pekerjaan."

Saat wanita dan pria muda itu sibuk berdebat, aku memanfaatkannya untuk kabur.
Aku berlari sampai menyenggol pelayan. Aku tidak sempat meminta maaf.

Saat keluar dari tempat makan. Pria tua yang tadi mengejarku berada di luar. Ia menungguku!

"Vivian! Anakku mau kemana kau? Kembali pada ayah Vivian!"

Aku terus berlari. Membelah kerumunan orang dengan cepat. Menyebrang tanpa mempedulikan kendaraan yang melintas. Aku harus sampai sekolah.

Pria itu terus mengejarku. Nafasku terengah. Aku seperti dikejar seekor harimau. Pria itu tidak menyerah mengejarku.

Sekolahku terlihat dari jarak beberapa meter. Mrs.teetan ada di depan gerbang menyambut siswa-siswi yang datang. Aku berlari melewati Mrs.Teetan sambil mengucapkan salam.

"Pagi Mrs!"

"Pagi Raeesa."

Pria tadi tetap mengejar. Mrs.Teetan menghadangnya sebelum pria tua memasuki gerbang.

"Maaf tuan, kau mencari seseorang?"

"Aku mencari anakku."

"Siapa tuan?"

"Vivian."

"Vivian?"

"Dia baru saja berlari masuk!"

"Kurasa yang tadi menyapaku Raeesa."

"Tidak. Itu Vivian."

"Sebaiknya anda kembali tuan, sebentar lagi jam belajar dimulai dan seingatku tidak ada yang bernama Vivian."

Mrs. Teetan menutup gerbang sementara pria tua itu bersikeras masuk.

Aku mengintip dari jendela kelas. Pria itu tetap berdiri disana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro