17. Tikus bersinar
Matahari perlahan merangkak menuruni cakrawala. Tapi kami masih saja berjalan menyusuri hutan sunyi ini.
Ya, kami berjalan melewati dalam hutan. Kata Toorian memotong jalan agar lebih cepat.
Kalau di kira-kira kami sudah berjalan hampir seharian. Kakiku rasanya pegal sekali, tapi Toorian tidak mengizinkan beristirahat selain untuk minum.
"Berapa lama lagi kita berjalan?" tanyaku.
"Sudah kukatakan, kalau langkahmu cepat kita akan lebih cepat sampai." jawab Toorian datar.
Aku mendengus kesal. Daritadi juga kami terus-terusan berjalan.
Hutan yang kami lewati semakin gelap. Dengan inisiatifnya sendiri Toorian mengeluarkan lilin dan korek dari dalam tas ranselnya.
"Toorian, nyalakan lilinnya." kata Vaneesa yang kini sudah menggandeng tangan Toorian.
"Nanti, ini belum terlalu gelap. Lalu kau kenapa harus menempel denganku?" kata Toorian.
"Aku takut."
Aku sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Vaneesa saat ini.
Dengan menahan lelah kami terus berjalan sampai akhirnya kami melihat cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk. Dua meter lagi kami akan keluar dari hutan dan sampai di desa Southyland.
Saat selangkah lagi keluar dari hutan. Toorian justru mematung dan memandang ke arah hutan.
"Toorian ayo!" kataku.
"Tikus itu banyak sekali." saut Toorian.
Aku dan Vaneesa langsung menyapu pandangan ke arah pandangan Toorian. Tidak ada apa-apa.
"Tikus? Aku tidak melihat apapun." kata Vaneesa.
"Ya sama. Aku juga." kataku.
"Lihat itu! Tikus itu bersinar. Lihat!" Toorian menunjuk ke tengah hutan.
"Mungkin kau terlalu lelah sampai berhalusinansi." kataku.
"Tidak. Ayo kita kejar tikus-tikus itu." kata Toorian siap berlari mengejar tikus -katanya-
Aku dan Vaneesa langsung menarik tangannya.
"Tidak ada tikus Toorian." kata Vaneesa.
"Ada."
"Tidak, ayo kita harus ke desa sebelum semakin gelap." kataku yang ikut nenarik tangan Toorian.
"Mereka bersinar."
"Terserah."
Mau tidak mau Toorian harus menekan keinginannya untuk mengejar tikus yang dilihatnya itu.
Kami melihat sekeliling. Ramai. Suasana desa Southyland sama dengan Nortyland. Banyak penduduk yang berlalu lalang. Jadi kurasa ini akan memudahkan kami menemukan Rattatoo.
"Wah aku jadi rindu rumah." kataku sambil menyusuri jalanan desa.
"Aku juga. Aku rindu ayah dan ibuku. Ah bagaimana juga ya kabar belanjaanku waktu itu?" mata Vaneesa berkaca-kaca.
Sudah hampir seminggu kami tidak pulang sejak hari dimana aku dikejar-kejar wanita penjaga toko perhiasan itu.
"Aku sampai lupa pernah menitipkan belanjaan pada Mary dan Ana. Lalu bagaimana juga kabar Mrs. Teetan ya? Saat pulang nanti aku akan bercerita kepada Mrs. Teetan." kataku.
"Kalian sekolah?" tanya Toorian.
"Ya tentu. Tapi sudah hampir seminggu aku dan Vaneesa tidak sekolah." sautku.
"Apa sekolah itu menyenangkan?" tanya Toorian lagi.
"Tidak." jawabku singkat.
"Sekolah itu menyenangkan Raeesa, banyak teman." sambut Vaneesa.
"Kenapa pendapat kalian berbeda?" tanya Toorian.
"Karna di sekolah aku selalu diejek. Aku dijauhi teman-temanku."
"Bukankah aku temanmu?" kata Vaneesa.
"Ya setelah Rattatoo memberi keajaiban." jawabku.
"Ah Raeesa." kata Vaneesa yang menghentikan langkahnya.
"Ya?" aku dan Toorian juga ikut berhenti.
Vaneesa merogoh saku celananya. Lalu mengeluarkan selembar kertas yang sudah dilipat-lipat. Ia memberikan kertas itu padaku.
"Apa ini?" tanyaku sambil membolak-balikkan kertas yang sudah berada di genggamanku.
"Surat. Berjanjilah untuk menyimpannya Raeesa." kata Vaneesa.
"Ya, aku akan menyimpannya. Tapi apa isinya?"
"Semua tentang petualangan kita. Mulai dari ceritamu yang mengatakan aku menjadi temanmu karena keajaiban sampai perjalanan mencari Rattatoo." jelas Vaneesa.
"Lalu untuk apa aku menyimpannya?"
"Kau harus memberikan surat itu padaku ketika keajaibanmu sudah dihapuskan dan aku mencoba mencongkel mata keemasanmu lagi. Meskipun saat ini aku tidak bisa melihatnya." kata Vaneesa yang kini tersenyum padaku.
"Hm aku mengerti Vaneesa, jadi surat ini yang menjadi pengingat ketika kau kembali seperti semula kan?" aku memeluk Vaneesa erat. Hampir saja aku menangis karena terharu.
"Ya betul sekali." Vaneesa juga balik memelukku.
"Apa kalian sudah selesai peluk-pelukkan?" kata Toorian memecah suasana haru antara aku dan Vaneesa.
"Ya!" kataku lalu memasukkan kertas tadi ke dalam kantong bajuku.
"Kalau begitu ayo jalan!"
🐭
🐭
🐭
Toorian meminta kami berlari. Ia melihat tikus-tikus bersinar itu lagi mengarah ke sebuah tempat. Kami yang sebenarnya tidak bisa melihat tikus yang dimaksud hanya mengikuti Toorian.
Dan sampailah kami di sebuah gang. Kata Toorian tikus itu masuk ke dalam gang.
Terdengar suara anak-anak yang berteriak. Karena penasaran, aku mengintip dan melihat seorang anak laki-laki berkursi roda dikerumuni anak-anak lainnya. Anak berkursi roda itu menangis sejadinya.
"Kenapa kalian mengangguku?"
"Kami hanya ingin mengajakmu bermain, ya kan? Hahaha."
"Tapi kalian sudah tau aku tidak bisa berjalan."
"Pokoknya ayo ikut main bola."
Anak berkursi roda itu ditarik-tarik sampai terjatuh sementara anak-anak yang mengerumuninya tertawa melihatnya terjatuh.
Sampai beberapa saat dadaku ikut sesak melihatnya menangis tak berdaya, tiba-tiba anak-anak itu berhenti tertawa.
"Apa yang terjadi?" batinku.
"Tikus itu mengerumuni anak itu." kata Toorian berbisik.
"Tikus lagi? Aku tidak melihat tikus." kataku.
"Raeesa lihat! Anak itu berdiri." kata Vaneesa.
Benar! Anak yang tadi duduk dikursi roda kini bisa berdiri dengan kedua kakinya. Dan anak-anak yang mengejeknya tidak lagi menganggu.
"Toorian." kataku.
"Ya?"
"Apa benar kau melihat tikus itu??"
"Aku melihatnya dengan jelas."
Aku memutar otakku. Tikus dan anak tadi bisa berdiri. Keajaiban!!
"Itu Rattatoo!!" kataku.
"Ah bisa jadi." kata Vaneesa.
"Tapi tikus itu sangat banyak." kata Toorian.
"Seandainya aku bisa melihatnya," kataku sambil mengacak rambutku gemas "Hanya kau yang bisa membantu Toorian, kau harus memastikan tikus itu benar Rattatoo atau bukan."
"Akan kulakukan." kata Toorian.
•••
Apa yang bisa kalian tangkap dari part ini?
Ada keanehan yang terjadi??
Kalau kalian berhasil menemukan hal aneh itu berarti kalian hebat hohoho
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro