Jendela 7
Suatu siang yang sejuk dipayungi langit mendung. Seorang lelaki sigap membuka pintu mobil, kemudian mempersilakan wanitanya masuk. Si wanita mengenakan gaun batik selutut masuk dengan anggun, kemudian pintu mobil pun ditutup. Selanjutnya, si lelaki berjalan tergesa-gesa menuju sisi pintu lainnya. Dalam hitungan tujuh detik, mobil melaju di dalam jalan yang lebarnya tidak seberapa. Barusan, bukan adegan antara supir dan majikan melainkan, teman kost Regin dan pacarnya yang hendak berangkat kondangan.
Regin memperhatikan salah satu penghuni kos bersama pacarnya hingga mereka hilang dari pandangan. Selepas mobil pergi, perasaannya berubah aneh. Iri, karena memang Dale belum hadir secara nyata untuk melakukan adegan sepasang kekasih barusan. Fisiknya ribuan kilo mil jauh dari tempatnya berpijak. Hubungan keduanya memang bukan long distance relantionship biasa.
What does Dale looks like masih jadi pertanyaan besar yang menghantui. Harusnya Regin lega ketika rindunya tamat, namun ternyata ada episode lain yang terus berjalan. Dua hari setelah Dale kembali, dia memberitahu ciri-ciri dirinya. Dia putih, tinggi sekitar 175cm, hidung mancung, rambut, dan mata cokelat. sayangnya bagi Regin itu sama sekali bukan jawaban. Dia ingin melihat Dale bukan diberi ciri-ciri kebanyakan ras kaukasia pada umumnya.
Rintik hujan akhirnya turun. Aroma pilu kerinduan menguar entah dari mana, mungkin keluar dari dinding, keset yang diinjaknya, tanaman pemilik kos atau ikut turun dari langit terombang-ambing terbawa angin. Regin menghirup aroma basah dan menutup mata menelan mentah kenyataan dan menapaki dunia fantasi. Dia sampai dikala New york masih pagi dan Dale masih terbungkus selimut di tempat tidur.
"Morning my big apple!" Regin duduk disamping Dale.
"Wake up." Bisiknya kemudian pergi ke dapur. Tanpa jeda panjang, Regin kembali membawa secangkir kopi dan roti bakar dengan potongan alpukat serta telur dadar di atasnya. Dale mengambil cangkir kopi, menghirup aroma lalu mengesapnya perlahan.
"You slept like a baby."
Dale menatap Regin lembut, keduanya terpaku lalu secepat kilat Dale menghapus jarak antara mereka dan membuat Regin ikut merasakan kopi yang disesapnya tadi.
"Morning kiss."
"Nope. It was a coffee kiss." Seru Dale. Regin tersenyum mengesap lagi bibirnya yang masih terasa kopi.
Dalam diam Regin berteriak. Dia coba menuntut diantara banyak tanya, hasrat, dan ketulusan. Orang bodoh mana yang mau dan sanggup melakukan kegilaan dengan sadar seperti yang dilakukannya. Sumpah demi tuhan, dia sungkan membuka mata. Tapi, pesan masuk ponsel menarik paksa dirinya agar kembali menapaki dunia nyata. Sedikit kesal, Regin membuka mata, dia melihat deretan pesan masuk yang Dale kirimkan padanya.
"What are you doing?"
"Aku sedikit malas kerja hari ini, ada masalah lama yang kembali mencuat dan dilimpahkan ke aku. Dan sekarang semua orang mengandalkan aku. Gimana hari libur kamu?"
"Regin, kamu pernah coba wine? Aku akan minum ini sedikit sebelum ke kantor for more relax."
"Are you there?"
"Okay, i gotta go. I thought you have a lunch now. Okay see you later."
Regin mengurungkan niat membalas pesan Dale begitu menyadari akunnya telah berubah idle. Setelahnya, dia kembali merasa bodoh dan malu sendiri mengkhayal di pinggir jendela, di depan tiang listrik kurus yang tengah kedinginan diguyur hujan. Regin menjauhi jendela, mondar-mandir di kamar. Mau keluar tapi, hujan. Ke ruang tv tapi, sepi. Dia melonggok kamar Cia, pintunya tertutup.
Banyak hal dari ribuan hari dilaluinya bersama Cia. Menunggu pengumuman kelulusan, daftar kuliah, belajar, ujian, nyontek, sampai jadi obat nyamuk setiap Cia kopi darat dengan bule-bule yang secara ajaib muncul dari berbagai negara dan latar belakang. Sejauh yang diingat Regin, Cia tidak pernah mengalami apa yang dialaminya. Cia tidak pernah kencan buta yang benar-benar buta. Apa yang salah?
Kebingungan membawa Regin kembali membuka akun Facebook Dale dan tiap dia membukanya, Regin selalu berharap menemukan hal yang bisa membuatnya berhenti penasaran. Tapi, sepertinya Dale lebih suka berada pada situasi ini. Regin membuka akun Yahoo Messanger miliknya, dia menggerakkan jarinya mencari link jembatan Gapstow saat musim gugur yang pernah Dale kirim. Kemudian, mengambil buku sketsa dan pensil, duduk santai di bean bag, bersiap membuat sketsa Gapstow bridge seperti permintaan Dale tempo hari. Dia terlihat bersinar ketika menarik garis, mengarsir di sana-sini, menghapusnya sesekali, diam sesaat kemudian kembali menarik garis, mengarsir lagi tapi, tidak menghapus lalu kemudian terlihat puas. Kurang dari setengah jam, Dale bediri di atas Gapstow Bridge di samping sepedanya.
Regin mengirim foto sketsa jembatan itu keesokan harinya. The iconic of Central Park-Gapstow bridge. -R.S-
*
Dale baru menerima apa yang dibuat Regin beberapa jam kemudian, dia tak berkedip memandangi hasil foto sketsa dari dalam laptopnya. Gambar jembatan itu menariknya pada kenangan yang tidak mungkin dilupakan. Dulu setelah meninggalkan Pennsylvania bersama Katie, kota di mana mereka tumbuh untuk pindah ke New York. Mereka menetap di Inwood dengan menyewa sebuah rumah. Selang beberapa tahun, Dale mengajak Katie ke jembatan itu dan bertaruh sebanyak 250 dolar. Jika ramalan cuaca benar bahwa salju akan turun sebelum matahari terbenam, Katie akan mendapatkan uangnya tapi, jika ramalan itu salah, maka Dale yang akan dapat uangnya.
Ditemani selusin bir keleng yang sudah habis bahkan sebelum salju turun. Mereka berdiri dan mondar-mandir di atas jembatan gapstow. Katie tertawa dan merasa konyol, dia sebenarnya tidak percaya ramalan. Apalagi salju turun berubah-ubah sejak dua tahun terakhir. Tapi, dugaannya meleset, lima menit setelah jam enam sore, salju turun menyentuh wajah mereka. Katie kesal menatap Dale, dia kehilangan 250 dolar, Dale tersenyum menikmati kemenangannya dan membisikkan sesuatu sambil menunjukkan sebuah cincin pada Katie. Katie cuma terbahak saking kehilangan kata-kata mengetahui rencana dibalik salju dan taruhan mereka.
"Dale, kamu disana?"
Pesan masuk dari Regin membuyarkan lamunan Dale, sambil mengecep sedikit rasa kecewa, Dale membalas pesan Regin mengucapkan terima kasih disertai embel-embel pelukis. Dale mengunduh gambar yang Regin kirim, mencetak, mengambil spidol dan menambahkan satu gambar perempuan di sampingnya. Wajahnya terlihat kurang puas melihat hasil gambarnya sendiri, lalu melempar spidolnya kesembarang arah.
"Tidak semua orang bisa masak langsung disebut chef. Aku cuma suka menggambar bukan melukis."
Pesan Regina masuk kembali, dia protes sebab Dale menyebutnya Pelukis. Regin juga lanjut bertanya soal nama akun yang digunakannya.
"Is it the way to pay your sketch?" Balas Dale kemudian.
Regin sengaja tidak membalas.
"Okay. A is can be refers to an authentic, adorable, audacity, amity, ardent, and many more. Dale is my name."
Pesan itu muncul di layar, Regin menaikan Alisnya. Peculiar. Kemudian, dia menggetik balasannya.
"Aku punya analogi yang lebih masuk akal. Mungkin, A_Dale berarti Adam Dale, Achiles Dale, Ahmed Dale, Anders Dale, Antony Dale, Alexander Dale atau Andrew Dale."
"What the hell on you? Oke, let me tell you something. Anders is Danish name, Antony is Spanish, Ahmed is Moslem or Arab's name and Andrew is Western. Looks like you are covering all continents for your next boyfriend or dream partner."
"What about Adam, Achiles, and Alexander? Aku coba menebak nama kamu."
"I know. But, don't over use your brain to guess my name. It's rare valuable thing, use it for a better things, LIKE DREAMING."
"I have dream about you in my every single time, like you were here or i was there."
"And your ID is only your real name?!"
"Yes. I don't like being a mysterious person."
Berselang beberapa menit Dale mengiriminya lagi sebuah link dan meminta Regin membukanya. Malas Regin menekan link itu, tapi sesesaat kemudian dia tercenung. Butuh waktu beberapa detik hingga Regin sadar dan menjerit girang, kemudian memastikannya pada Dale.
"Who's the guy on the photo?"
"Kamu pikir siapa lagi? Terlihat sedikit tidak jelas, foto lama. I thought i'd send you before i forget and then make you upset ."
Sosok di dalam foto mengundang kesadaran Regin untuk berlama-lama memandangi setiap detail bagian wajah yang tercetak di sana. Alis tebal dengan garis yang menukik di ujung, segaris bibir tipis di atas setitik senyum yang melengkung seperti sabit, kemudian rambut cokelat seperti selai kacang, kontras terhadap warna kulit Dale yang putih seperti susu. Benar, foto yang dipandanginya memang terlihat seperti foto lama, sejenak Regin meragukannya dan dia gagal untuk tidak protes.
"How do i know he's really you?"
"Come on, Dear. What's in your mind 99% is full of doubt, always like this with everyone and everytime in your life?"
Regin diam menimbang-nimbang. "Dale, aku mau kita webcam."
Di balik laptop, Dale dihinggapi panik-panik kecil memikirkan jawaban, dia mengusap wajah, kemudian melakukan hal yang sama.
"Kenapa kamu terus meminta lebih? Tidak hari ini, Dear." Terang Dale kemudian pergi dari jendelanya.
************************************************************************************
Selamat Hari Raya Nyepi dan semangat buat temen-temen yang besok lanjut WFH. Meski WFH dan #Dirumahaja harus tetap ngelakuin semuanya dari hati. :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro