
Chapter 3 : Game Over
Rainy Rusady
Dengan berbekal segelas air putih, aku menatap pil hijau di tanganku dengan perasaan berdebar. Ini pil spirulina yang akan mengisi energiku selama aku berada di dunia metaverse. Langkahnya memang demikian, meminum pil spirulina terlebih dahulu. Setelah meminum pil, kegatan nekatku adalah memasang stiker chips di tengkuk leherku. Chips berwarna hitam yang diberi perekat gunanya untuk mengandalikan otak menuju dunia metaverse.
Sepertinya chips ini akan mengendalikan pikiran, perasaan, dan segalanya selama berada di dunia metaverse. Artinya Chips ini adalah aku yang berada di dalam dunia metaverse. Chips berhasil kurekatkan dan ada sedikit sengatan listrik yang tidak tertalu menggangu.
Aku melanjutkan langkah berikutnya yaitu login ke aplikasi dunia metaverse yang sebelumnya sudah ku-download dari toko aplikasi salah satu perusahaan perangkat lunak. Pendaftarannya cukup memakan waktu. Mengisi data, memasukkan nomor KTP, foto, dan yang terakhir adalah memasukkan serial number yang tertera di bungkus chips.
Semua sudah kulakukan, tetapi tak ada yang terjadi. Sementara tengkuk leher sudah dialiri listrik ringan. Aku meninurukan suhu ruangan dan menarik selimut, entah apa yang akan terjadi. Semoga tidak terjadi apa-apa.
***
Cahaya sinar pagi berhasil menembus kamar. Tak lagi ada terasa sejuk. Namun aku terbiasa menarik selimut untuk kembali berhayal. Pagi yang cukup tenang, kala Bu Kos tidak berteriak membangunkan pagi-pagi. Atau mengatai kami "Miss Queen" saat terlambat ,membayar uang kos. Bagiku suara Bu Kos adalah suatu hal yang sangat menggangu. Selain suaranya cempreng dan berisik, ibu kos kadang tak segan-segan menyindir-nyindir kami.
Hangatnya cuaca membuatku tak bisa terpejam lagi, aku membuka mata. Menatap sekeling ruangan kamarku, tetapiaku justru terkejut, pintu kamarku mendadak berubah menjadi putih. Aku mendudukkan tubuhku melihat sekeliling ruangan. Jelas ini bukan kamarku.
"Oh, sial. Di mana ini?" gumamku.
Masih kutatap sekeliling, mataku menangkap sebuah dekorasi yang justru seperti rumah sakit. Lemari kecil, tiang penggantung infus, televisi, wastafel, dan sofa penunggu pasien. Aku di rumah sakit.
Aku mencoba turun dari brankar. Namun tangan kiriku mendadak ngilu, setelah kulihat ternyata tanganku tertancap infus. Aku diopname di rumah sakit. Tidak, tidak mungkin bukankah aku tidur di kamar, mengapa justru berada di rumah sakit.
Sungguh mengherankan, bukankah sebelumnya aku baik-baik saja? Karena tanganku baik-baik saja aku nekat mencabut infusku, karena jujur aku tak suka diinfus. Bekas cabutan infus meninggalkan luka, kuusap dengan tangan kananku dan luka itu sedikit mengering.
Kudekati jendela yang menerangi kamar kan kutatap langit. Masih pagi, tetapi semuanya mendadak sunyi. Inikah dunia metaverse yang dibesar-besarkan itu? Tidak ada keistimewaannya selain sunyi. Aku mengusap tengkukku yang merinding karena kesunyian.
Masih tetap di jendela pandanganku bergerak dari sebuah bangunan di depan rumah sakit. Semuanya seperti gedung-gedung di serial Amerika. Ada beberapa ruko yang memajang merk produknya, ada yang hanya gedung saja dengan jendela yang tertutup kaca. Ada juga di sebelah gedung memuat bangunan yang ditumbuhi tanaman. Aq berdecak, bangunan seperti itu pernah kulihat di internet. Bangunan di sini sepertinya terinspirasi dari dunia nyata.
Aku seperti berada di Amerika. Aku belum pernah ke sana, tetapi masuk ke dunia metaverse ini aku justru seperti sedang berada di Amerika. Aku senang bukan main, tak ada salahnya aku berada di sini. Aku jadi makin terbiasa berada di sini. Lalu aku mendekat ke komputer di sebelah lemari kecil dan mencoba mengaksesnya, dan benar saja aku memiliki uang 1000 dolar untuk menikmati segala fasilitas di sini. Aku penasaran dengan fasilitasnya, aku berjanji akan mencoba semua, tetapi saat aku kembali berdiri di dekat jendela, di bawah sana. Di jalan raya, kulihat semuanya sudah kacau. Banyak mayat, darah, dan mobil-mobil yang saling tabrakan.
jantungku berdebar cukup kuat. "Apa yang sedang terjadi."
Masih kulihat di jalan raya, ada beberapa orang yang dikejar orang lain. Mereka berusaha berlari kuat, namun nahas yang mengejarnya justru menangkapnya dan menggigit lehernya. Aku makin syok, apakah itu zombie.
"Tidak! Jangan!" ucapku dari jendela. Mereka justru mendongak ke atas dan menatapku.
Panik, itulah yang kurasakan. Aku berlari kembali ke komputer supaya bisa bangun atau setidaknya kembali ke dunia nyata. Namun, sia-sia. Aku sudah berusaha mencari tombol ke dunia nyata justru tak kutemukan. Aku bingung, aku sepertinya terjebak di kota virtual yang sudah dikuasai zombie. Entah dari mana asal zombi-zombi itu.
Bencana besar, ternyata aku tak bisa kembali ke dunia nyata. Sebab di peringatan di pintu ruangan ini mengatakan jika ingin keluar dari Virtuals City harus melalui portal yang ada di dekat taman kota.
Aku menelan salivaku, bagaimana bisa aku kembali aku sendiri terjebak di rumah sakit ini. Seperti apa besarnya kota ini aku tidak tahu. Aku menutup mataku sambil berpikir, atau aku keluar saja dari tempat ini?
Bergegas aku keluar dari kamar rawat inap yang sangat menyeramkan dengan rasa takut yang bersarang di hati. suasana rumah sakitnya tidak seperti rumah sakit yang ada di Indonesia. Semua susunannya di dominasi warna putih dengan dokerasi yang didominasi peralatan medis canggih.
Dengan langkah terseok dengan berpakaian piyama aku berbegas mencari jalan keluar. Pintu ke pintu telah kulewati, namun tetap saja aku tidak menemukan orang lain, hanya sunyi yang menemaniku.
Pelarianku akhirnya berhasil sampai di lantai dasar rumah sakit. Kucoba bergerak ke bagian resepsionis dan mencari telepon di sana. Baru akan mengangkat telepon, telepon itu justru berdering memekakkan telinga. Aku langsung terkejut setengah mati. Kesenyian akhirnya terpecah karena dering telepon. Sial!
"Halo," sapa seorang pria di sana.
Aku tak menjawab. Aku takut, benar-benar takut.
"Is there someone in the hospital? If you are a hospital survival, please get out soon! The hospital is about to be bombed!" peringatnya.
"Yes, I' am," ucapku gugup.
"Please go to the evacuation camp! Virtual City is attacked by virus. The AIs have becomes zombies. We'll hide before we wake up in real word," tambahnya.
"Help me!" rengekku.
Tut tut ....
Aku menangis, koneksi terputus. Di mana camp evakuasi? Bagaimana aku keluar dari rumah sakit ini? kurasa zombie yang dia katakan akan mencariku ke mari. Menangis tak ada gunanya. Yang harus kulakukan adalah secepatnya keluar dari rumah sakit ini sebelum dibom atau aku mungkin tidak terbangun selamanya.
"Huaaa aarrhhh,"
Aku menoleh menuju sumber suara. Mataku terbelalak, ternyata seorang pria dengan wajah penuh darah mengangkat tanggannya setinggi bahunya. Penampilannya berantakan, rambutnya acak-acakan, mulutnya terbuka seperti hewan buas yang akan menerkamku, iris matanya berukuran lebih besar dari iris mata orang pada umumnya. Dia berpakaian dokter dan terseok berjalan ke arahku. Aku menelan saliva, mencoba mencari benda di sekitar untuk mencoba melumpuhkannya.
"Arrhh,"
Dia makin mendekat, parahnya teman-temannya datang dan sama-sama medekat. Aku berlari mendekati kursi roda di sudut ruangan lobi mencabut besi penggantung infus. Mereka langsung menerkamku. Aku berusaha bertahan menghambat mereka dengan besi yang kupegang secara horizontal. Sial mereka kuat aku tersudut di dinding.
Kepala salah satu mereka mendekati leherku. Mereka sepertinya akan menggigit. Aku mencoba menendang dengan kakiku, tetapi susah. Hampir aku pasrah. Namun, tiba-tiba mereka yang ada di barisan belakang sepetinya benhenti mendorongku.
Kresss
Cyuss
"Apa itu?" gumamku.
Tiba-tiba zombie yang ada di depanku yang berusaha akan memakanku mendadak tubuhnya terangkat tinggi. Lalu mendadak terhempas. Matatu melotot, dadaku berdebar, napasku terengah. Zombie itu kembali terangkat, tetapi perlahan kepala dan tubuhnya bergerak seperti memisahkan diri. Aku tahu, bukan memisahkan diri, itu seperti ada makluk tak kasat mata yang berusaha memisahkan kepala dan tubuhnya hingga benar—benar terpisah dan terhempas. Darahnya menyembur mengenai piyama yang kukenakan. Aku selamat, tetapi siapa sosok tak kasat mata itu?
Aku belum berani berdiri, aku hanya pasrah pada nasibku. Napasku terengah-engah, aku seperti karakter video game yang tersesat di kota penuh zombie. Mendadak aku menjadi sial.
Mataku mencoba mencari-cari sosok pengeksekusi zombie-zombie tadi. Aku tak melihat apapun. Darah para zombie berceceran kepala mereka putus terpisah dari masing-masing tubuhnya. Mungkin sebentar lagi kepalaku juga akan terputus.
Syuttt....
Itu pasti sosoknya. Bola mataku bergerak ke kanan dan ke kiri, aku dikerjai makhluk itu. Satu papan pengumuman tiba-tiba terjatuh dari posisinya yang melekat di dinding. Lalu pot bunga mendadak rebah. Kupastikan sosoknya berpindah ke pot bunga. Lalu telepon yang ada di meja informasi mendadak dia jatuhkan. Baiklah posisiknya makin dekat denganku.
Aku pasrah sambil menggeser pelan tubuhku hingga di titik tabung racun api. Lalu sosoknya tidak kuketahui keberadaannya. Makluk apa itu? menyeramkan.
Mendadak tiba-tiba seperti ada yang mengembus leherku. Sialan, sepertinya sosok itu mengerjaiku. Rambutku juga diembusnya hingga makin kurasakan dia sangat dekat, tetapi entah di mana. Mengapa dia tidak langsung membunuhku, apa yang dia inginkan?
Masih kurasakan angin-angin kecil itu mengembus leherku. Aku kaku, tak bisa bergerak. Tak lama angin itu berubah menjadi sesuatu ajaib yang membuka kancing piamaku. Aku sengaja pasrah, tetapi tangan kananku berhasil mengambil racun api dari tempatnya.
Kancing bajuku terbuka satu persatu. Brengsek! Ini pasti ulah salah satu guest yang memakai spesial past. Kurasa seperti itu, sebab dalam sebuah video game ada beberapa player yang sengaja membeli special item/surprise untuk bermain curang. Misalnya senjata dengan peluru tak terbatas, kekebalan yang membuat player tidak mati atau game over, dan mungkin beberapa item curang lainnya.
Aku yakin kalau makluk tak kasat mata ini adalah ulah pengguna curang yang punya niat jahat. Entah siapa dia, mungkin dia sengaja memodifikasi platform "virtual city" ini dengan niat mengetes atau dengan niat jahat lainnya. Curang!
Melihatnya memutus kepala zombie, aku yakin dia sangat kuat dan bukan orang sembarangan. Kucoba menutupi rasa ketakutanku, dia makin menggila dengan membuka kancing piyamaku dan membuka piyamaku. Aku menelan saliva, lalu racun api perlahan kubuka dan kusemprotkan padanya hingga terbentuk siluet samar seorang laki-laki bertubuh besar. Sial, dia justru makin mencengkram piyamaku.
Mungkin karena racun api itu, dia gelagapan, dan mencegkram lengan kiri piyamaku. Sengan sigap kubuka piyamaku hingga menyisaka bra di tubuhku, lalu aku mengira-ngira posisi kepalanya.
Dung! Dunng! Dung!
Aku menghantamkan tabung racun api, sepertinya tepat mengenai kepalanya. Tanpa banyak berpikir aku kabur membawa racun api sebagai senjata. Aku berlari keluar rumah sakit melalui pintu lobi dan seperti biasa terkunci. Aku menghantamkan tabung racun api ke bagian handle pintu.
Dug dug dug
Akhirnya terbuka aku berlari seperti orang gila. Aku tidak berpakaian. Namun lebih baik aku meyelamatkan diriku dulu. Sebab aku tak ingin terjebak di metaverse sialan ini dengan meninggalkan utang yang banyak di dunia nyata.
Suasana kota ini nampaknya sudah kacau. Banyak manusia atau AI yang berusaha melarikan diri karena di kejar-kejar zombie. Sungguh kacau. Namun aku berlari sekuat tenaga. Jika ada yang mendekat akan kusemprotkan tabung racun api ini. paling tidak, aku kabur setelah lawanku kualahan.
"Help me!"
"Oh, God!"
Aku berlari, namun sekumpulan zombie mengejarku. Apa yang ada di dekatku selama berlari sengaja kutarik dan terjatuh. Tujuanku adalah menghambat mengurangi kecepatan zombie yang mengejarku.
Dalam usaha pelarianku, tampaknya mereka terus mengikutiku, mereka larinya terlalu cepat jika lengah, mereka bisa menangkapku. Aku terus berlari dalam kejaran mereka. Hingga di ujung jalan aku mendapati jalan buntu.
Sial! Aku mencoba memanjap tembok tetapi tak bisa, zombie makin mendekat. Mungkin sampai di sini permainanku, game over. Jika aku jago bermain playstation di dunia nyata, ternyata bermain langsung sungguh menyusahkan. Dengan panik aku mencoba menyandarkan tubuhku pada tembok. Sepertinya aku pasrah, aku tak bisa berbuat apa-papa lagi. Kucoba menyemprotkan racun api. Namun jumlah mereka cukup banyak dan sialnya racun api itu habis. Aku menyemprotkan pada zombie yang menghalangi jalanku tadi.
Tiba-tiba, sebuah tembakan machine gun membabi buta menambaki para zombie yang akan menangkapku. Seketika para zombie itu tumbang dan ambruk karena terkena peluru machine gun. Mereka tak langsung mati, mereka berusaha merangkak meraihku.
"Follow me!" Seorang Pria muda berhelm mengulurkan tangannya padaku. Aku meraih tangannya dan berlari mengikutinya dari belakang.
catatan kaki :
[1] Halo, apakah ada seseorang di rumah sakit? Jika anda adalah seorang survival rumah sakit, harap segera keluar! Rumah sakit akan dibom!
[2] Iya, Saya
[3] Segera menuju camp evakuasi. Virtual City diserang virus. Para AI sudah menjadi zombie. Kita akan bersembunyi menjelang kita terbangun di dunia nyata.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro