Chapter 64
"Kau sudah membuatnya sangat marah, Hui Yan. Hati-hati."
Yang mana benar saja, Mo Shan yang berada dalam tubuh Kwan Mei ini bahkan mulai mengulurkan sebelah tangan. Menampilkan akan kemunculan dari asap hitam mengalir keluar, lurus mengarah dalam kecepatan yang taklah terlalu cepat. Setidaknya Hui Yan mampu melihat jelas akan pergerakan ini, pergerakan yang berakhir membelit lehernya. Bahkan tak membiarkan pula dirinya berpijak, terangkat untuk kemudian dilemparkan.
Namun, Hui Yan mampu mengelak, melindungi tubuhnya yang hampir saja menghantam permukaan dinding dengan melakukan suatu saltoan ringan. Tatkala setelahnya tungkai kembali menapak dengan mulus dan sangat lancar tepat di mana ia tadi berada, berhadap-hadapan kembali dengan sang musuh yang sinis memandanginya. Pun apa pula yang ingin makhluk kegelapan ini lakukan? Bergerak selangkah lebih maju untuk kemudian menghilang sudah dari pandangan, dan Hui Yan sama sekali tak panik ataupun waswas.
Bahkan Hui Yan terus saja terdiam, netra tak sama sekali dibawanya mengedar. Hanya sepasang daun telinganya yang bergerak-gerak naik dan turun, semacam mampu menangkap jenis suara yang tak lain berupa arah pergerakan sang musuh. Yang tahu-tahu saja muncul tepat di atas, menukik turun dengan mengulurkan sebelah tangan berkuku panjang nan runcing yang siap menerkam.
"Hui Yan, apa yang sedang kau lakukan? Kenapa kau tidak bergerak jika tahu dia ada di atasmu?!"
Jarak terus saja terkikis, dan Hui Yan masih saja mematung. Akan tetapi, reaksi tenang di wajahnya seakan menuliskan kata 'tunggu'. Meskipun tak tahu pasti tunggu yang seperti apa maksudnya ini, tapi setidaknya mari percaya saja jikalau Hui Yan pastilah punya rencana.
Kala lihatlah bagaimana suatu senyuman hadir kini, barulah keseriusan mengambil alih sembari satu langkah ke samping ia lakukan. Pun terkaman sang musuh berakhir meleset, pergelangan tangannya sukses diraih Hui Yan untuk kemudian hendak menghempaskan ke permukaan tanah. Namun, belum sempat melakukan hal tersebut, sang musuh telah lebih dahulu menghilangkan tubuhnya kembali. Mau tak mau Hui Yan kali ini mulai mengedarkan pandangan, mencari-cari makhluk kegelapan tersebut tepatnya ada di mana.
BUK!
Erangan serta merta Hui Yan keluarkan, tubuh terpental, punggung pun kemudian menghantam pilar. Dengan kecepatan yang teramat pula sang musuh menghampiri, mencekik pun melantakkan tubuh tak berdaya ini ke permukaan tanah yang sontak saja meretak. Saat itulah, terduduki sudah Hui Yan dengan leher kian tercekik. "Kw-Kwan ... Me-Mei ...!" Kaki meronta-ronta, tangan berusaha melepaskan cekikan. Akan tetapi, tak mampu melepaskan diri. Yang mana situasi dan kondisi serupa pun dialami pula Ji Yu dan Tang Yuan di sana. Lantas, inikah akhirnya? Akhir yang tak lain berupa kegagalan, mengecewakan nyawa mereka yang telah berkorban.
Air mata pun mengalir, kembali Hui Yan mengalihkan pandangan pada sang musuh. Masih belum bisa percaya sepenuhnya jikalau Kwan Mei benarlah tak lagi ada di dalam sana. "Kw-Kwan Mei ... li-hat-lah ... Tang Yuan se-karang ...! Sa-sadar-lah ku-mo-hon ...!"
Alih-alih sadar, Kwan Mei malah menyeringai. Apalagi saat di mana menyaksikan darah keluar sudah dari mulut istri Ji Yu ini, tak lagi mampu berucap sepatah kata pun yang bahkan sepasang netra saja telah berada di antara terbuka dan tertutup.
"Hui Yan sadarlah, kau tidak bisa membiarkan makhluk jahat ini berakhir mendapatkan semua yang dia inginkan!" Mengamuk Xue Jing, terus berseru memanggil Hui Yan dan Hui Yan yang benarlah siap tak sadarkan diri. Termasuk tak tahu akan bagaimana sang musuh mulai mengulurkan sebelah tangan berkuku hitam nan runcing ini tepat pada dada berdetak tak karuan seorang Hui Yan, wanita berdarah bangsawan ini.
"TI-TIDAK! A'MEI ...!"
Netra menajam penuh kekelaman ini serta merta diarahkan pada asal seruan, mendapati Tang Yuan dan juga Ji Yu bergelantungan tercekik oleh cahaya merah yang tersalurkan dari kedua tangan A'Gui. Sontak saja, tangan yang siap mengorek keluar jantung Hui Yan ini seketika ditariknya sedikit menjauh, bahkan cekikan yang ada dikendurkan sudah.
Sementara Hui Yan sibuk meraup udara sebanyak mungkin di sela-sela batuknya, mendapati sepasang netra milik Kwan Mei tak lagi nyala kemerahan. "Kwan Mei ... kaukah itu?"
Yang ditanya sontak mengalihkan pandangan kembali pada Hui Yan, kebingungan melanda. Akan tetapi, menyingkir sudah ia dari posisi menindih dan melepaskan Hui Yan sepenuhnya "Ak-aku ... aku tidak sadar perbuatanku, Hui Yan. Maafkan aku ... maafkan aku," ucapnya menyesal, memerhatikan kedua tangan gemetarnya kala lihatlah bagaimana kuku-kuku menghitam nan meruncing tersebut perlahan menghilang.
Namun, hal itu hanyalah sesaat saja. Kala dimulai kembali pandangan menajam didapatkan, netra pun kembali nyala kemerahan. Dan yang terpenting, kuku-kuku menghitam kembali mengeluarkan keruncingannya. Tatkala Hui Yan tercekik kembali.
"Kw-Kwan ... Mei ...." Memukul-mukul kedua tangan kokoh yang mencekiknya ini, tapi tak sama sekali membantu. Setidaknya beruntung cekikan yang ada taklah sekencang cekikan sebelumnya. Hanya saja, apa yang hendak Hui Yan lakukan dengan tangan kanan teracung berpendar cahaya keunguan melingkupi ini? Yang kemudian diluncurkan sudah pendaran cahaya tersebut.
BOOM!!!
Gemuruh terdengar, reruntuhan bebatuan menukik tajam dalam kecepatan yang tak mampu dihindari. Debuan sangatlah tebal, pandangan tak mampu menangkap apa pun selain suara keras jatuhan bebatuan menghantam permukaan tanah yang ada. Kala di mana Ji Yu dan Tang Yuan saling berseru memanggil istri mereka, pun barulah kemudian A'Gui menghempaskan mereka ke dinding berkali-kali sudah sampai sepuasnya.
Entahlah apakah A'Gui ini sedang murka karena sang tuan telah tertimbun dalam reruntuhan, ataukah karena senang menyaksikan kesengsaraan dari mereka yang kini terkapar sudah dalam muntahan darah demi muntahan terus terjadi. Tatkala pemimpin penjaga desa ini pun mengeluarkan kembali pedangnya, pandangan menajam yang diarahkan jelas saja pandangan seseorang yang siap melakukan pembunuhan.
JLEBB!
Embusan demi embusan napas memberat dikeluarkan Ji Yu, netra membulat mendapati akan bagaimana pakaiannya ternodai sudah percikan darah. Perlahan pula, ia mengangkat wajahnya, mendapati akan bagaimana A'Gui. Tidak, bukan A'Gui ... melainkan terpaku memandangi dada dari pemimpin penjaga desa ini tertancapkan sudah oleh belati es mata iblis.
Lantas Tang Yuan,'kah yang menikam? Tapi bagaimana mungkin bisa, kala Tang Yuan jelaslah ada di sebelahnya, terkapar pula. Lalu ... siapa? Siapa yang mampu bertindak demikian, sampai A'Gui sendiri taklah mampu mengelak.
"APA YANG KALIAN TUNGGU?"
Menoleh, begitu pula dengan A'Gui yang masihlah belum sepenuhnya percaya akan hal ini. Mendapati Hui Yan-lah sosok yang berseru barusan, dan di samping wanita berdarah bangsawan itu jelas saja adalah Kwan Mei. Namun, bukankah Kwan Mei sudah berada di bawah kendali Mo Shan? Lalu kenapa bisa seperti ini? Yang mana dalam sekali sapuan kibasan lengan Kwan Mei, A'Gui pun tersingkir dengan kerasnya menghantam dinding seperti yang dilakukannya tadi pada Ji Yu dan Tang Yuan. Bahkan tercekik pula A'Gui.
"SEKARANG!" teriak Hui Yan lagi.
Bergegas, Tang Yuan dan Ji Yu beringsut bangun, melupakan segala rasa sakit tubuh fisik mereka yang benarlah akan segera mencapai batas. Namun, misi adalah misi, terlebih tanggung jawab haruslah diselesaikan. Maka dari itu, terbangunkan sudah mereka kini. Kala Ji Yu menarik lepas belati es mata iblis yang menancap pada dada A'Gui, menyerahkan kemudian pada Tang Yuan yang segera pula mengarahkan belati pada musuh mereka ini.
"Tuan! Mo Shan, bangunlah!!!" teriak A'Gui, memandang ke arah Kwan Mei yang tak akan melepaskan cekikan. "TUAN SADARLAH!"
"Waktunya kau menyusul Pak Tua, mohon ampun padanya dan jika perlu ... kembalilah sebagai pelayannya." Permata belati es mata iblis menyala, menghisap cahaya kemerahan yang menguar dari tubuh A'Gui. Terus saja pria ini memandangi Kwan Mei, penuh harap akan sang tuannya kembali bangkit.
Benar saja, erangan pilu dari seorang A'Gui yang terhisap habis energi jahatnya ini sukses menggoyahkan pertahanan Kwan Mei. Netra kembali nyala merah, tangan yang mengarah pada A'Gui seketika diubah haluan, mengarah pada Tang Yuan dan Ji Yu.
"Kwan Mei sadarlah, itu adalah suamimu!"
Nyala kemerahan dari netra kembali menghitam, energi gelap yang belum sempat tersalurkan pada Ji Yu dan Tang Yuan berakhir tertarik kembali. Menyaksikan saat-saat Tang Yuan kini menikam kuat kepala, tepatnya kening A'Gui, menancap hingga terpaku pada dinding bebatuan. Mendapati pula akan bagaimana A'Gui kini berubah sudah menjadi kepingan abu, menyisakan jubah bertudung merah belaka. Tatkala Kwan Mei, menyemburkan darah dengan netra berkaca-kaca terus diarahkan pada Tang Yuan yang mendekat. Napas memburu, memberat pula.
"Bu-bunuh saja aku ...!" pintanya, putus asa. Namun, belum sempat mendengar balasan dari sang suami ataupun kedua temannya. Kwan Mei telah lebih dahulu memejamkan sepasang netra, tubuh mengejang sembari lihatlah aura kehitaman menguasainya yang menggeram. Bahkan apa pula ini, tubuh mulai dibawanya melayang. Kala di mana aura kehitaman yang ada menghantam sudah langit-langit gua, menciptakan lubang seukuran lubang sumur.
Cahaya dari purnama berdarah pun menerobos masuk, bersamaan akan datangnya kawanan gagak ... mengerumuni tubuh Kwan Mei yang tampaknya kini mengenakan jubah berbulu hitam pekat memanjang menutupi sekujur tubuh layaknya jubah kebesaran, dan ketika sepasang netra dibukakan ... kemurkaanlah yang hadir.
"BUNUH MEREKA!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro