Chapter 60
Di manakah tempat ini?
Itulah pertanyaan pertama dari Hui Yan yang baru saja membangunkan tubuh tergeletaknya, sebelah tangan dibiarkan menyentuh area belakang leher yang tak nyaman. Mendapati akan bagaimana Kwan Mei masihlah terbaring tak sadarkan diri di sampingnya.
"Bangunlah, Kwan Mei ... Kwan Mei ...." Kebingungan melanda, edaran pandangan pun tak terhindari. Setidaknya dari situ ia menemukan akan keberadaan mereka tepat di tengah dari lapangan melingkar berapi unggun dalam area kelilingan hutan nan lebat ini. Yang mana keheningan dan kesunyian teramat tak mengenakkan untuk terus dirasakan. "Kwan Mei," panggilnya lagi, barulah kemudian istri Tang Yuan ini sadarkan diri. Kala di mana Hui Yan mulai mendirikan kembali sepasang tungkainya, membantu pula Kwan Mei yang sedikit kewalahan dengan tubuh masih lemasnya itu. "Apa kau tahu di mana kita sekarang berada?"
Kwan Mei tak menjawab langsung, melainkan terus memerhatikan area lapangan melingkar mereka berada. Pun kemudian, ia malah berfokus pada api unggun yang memercikkan sejumlah api layaknya kunang-kunang ini selama beberapa saat lamanya.
Entahlah apa yang sedang ia pikirkan, tampak seperti tahu akan sesuatu, tapi berharap penuh bahwa sesutau yang diketahui itu taklah benar. Dan ketika suara gemeresak dari semak-semak tertangkap pendengaran, pandangan pun serta merta menangkap dan memperlihatkan sosok yang tak sepatutnya ditemui telah menghadap.
Barulah, terlihat ekspresi Kwan Mei, yakin bahwa tempat ini memanglah apa yang ada dalam benak penuh pemikirannya tadi.
"Kalian bangun tepat pada waktunya, syukurlah."
"A'Gui, kau pikir bisa berbuat seenaknya pada kami? Bermimpilah kau!"
Awalnya Hui Yan tidak begitu yakin jikalau penjaga desa ini memanglah A'Gui, tapi melihat bagaimana respons yang diberikan atas ucapan Kwan Mei barusan cukuplah meyakinkan kalau ini memanglah A'Gui.
Lihatlah bagaimana A'Gui berdecak-decak meremehkan, bahkan seperti saat di area rumah warga tadi, tak segan pula ia kembali mengucapkan nama 'Gao Zhan Hou', mengatakan betapa pria tua menyedihkan itu telah teramat menyia-nyiakan nyawa serta waktunya untuk akhir yang sangatlah jauh dari apa yang diharapkan. "Apa kalian pikir pasangan kalian akan benar-benar mampu datang tepat pada waktunya? Bisa menyelamatkan kalian? Sungguh konyol!"
"Meskipun mereka tidak akan datang, aku dan Kwan Mei pun tidak akan membiarkan kau dan Mo Shan mendapatkan apa yang kalian mau," sahut Hui Yan, menatap tajam A'Gui yang menggeleng-geleng. Atau barangkali diam-diam dari balik topeng tersebut, kaki tangan Mo Shan ini justru menyeringai licik. "Kau terlalu meremehkan musuh, apa kau sadar?"
A'Gui tak menanggapi, yang ia lakukan malah mengikis jarak lebih lagi untuk kemudian sibuk memastikan api unggun agar terus menyala. "Kalian tidak akan sedih jika pertemuan tadi yang terakhir?" Dan jawaban yang didapatkan pun sangatlah cepat, sukses membuat A'Gui terkekeh sembari menengadah memerhatikan purnama berdarah sana. "Semangat kalian ... aku suka." Mengalihkan kemudian padangan langsung pada Kwan Mei. "Kau, sungguh cocok menjadi cangkang baru tuanku, dan kau ... Hui Yan, sangat berharga bagi kelangsungan hidup tuanku ke depannya."
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak tahu?" tanya balik A'Gui, mendekati Hui Yan yang sama sekali tak bergerak ataupun menurunkan pandangan. "Pak Tua, sungguhkah tak memberitahumu? Aahhh ...! Atau dia sudah sangat lemah hingga tak bisa melihatnya?"
"Kutanya apa maksudmu?!"
Kwan Mei serta merta menghentikan, menggeleng. Namun, bagaimana bisa Hui Yan diam, bukan? Kala hal ini terkait dirinya, dan ucapan A'Gui barusan sungguhlah tak mampu lagi menahan keingintahuannya. Sudah cukup terus-terusan menahan di dunia ilusi, berawal dari sang naga hitam, lalu Pak Tua pun berucap aneh.
Akan tetapi, segala hal itu masihlah bisa diabaikan karena memang situasi dan kondisi teramat sibuk dan tak memungkinkan untuk mendengar penjelasan, tapi bagaimana dengan sekarang? Setelah jelas-jelas A'Gui berucap demikian tak mengenakkan untuk didengarkan. Yang mana satu hal yang setidaknya mampu ditanggap Hui Yan, jikalau ia barangkali begitulah berharga bagi Mo Shan, sama seperti Kwan Mei.
"Kurasa dua pria itu kini sudah hancur sehancur-hancurnya," kekeh A'Gui, jelas tak ingin menjawab pertanyaan Hui Yan. Atau mungkin saja itu adalah titahan langsung dari Mo Shan untuk tak memberitahukan secara lebih terperincinya. "Kalian pasti akan sedih, bukan? Tapi jangan khawatir, kesedihan kalian tidak akan lama."
Yang mana dalam artian lainnya, ucapan A'Gui hanya merujuk pada, 'kalian akan tewas mengikuti jejak suami kalian'. Namun, ucapan pengalihan A'Gui sama sekali tak mampu menggoyahkan keingintahuan Hui Yan. Semacam ia haruslah tahu saat ini juga, apa dan siapa ia bagi Mo Shan, makhluk terkutuk yang mengidamkan menjadi iblis itu. "Apa ini ada hubungannya dengan perkataan naga hitam ... kiriman langit?" Mengikis jarak lebih lagi pada A'Gui, selangkah demi selangkah tanpa keraguan, bahkan Kwan Mei yang memintanya berhenti saja diabaikan. Pada akhirnya, timbullah pertanyaan baru di benak Hui Yan .... Kwan Mei, apa benar kau telah tahu hal ini dari sejak di kuil terbengkalai?
Kala A'Gui sendiri mulai mengulurkan sebelah tangan, tampak pendaran cahaya kehitaman keluar dari tangan kosongnya itu. Sebuah benda berbentuk bulat bening sebesar telapak tangan muncul sudah, dilepaskan ke udara seakan gelembung saja. Gelembung yang terbawa embusan angin, mendekati Hui Yan yang bertanya-tanya pula terkait benda apa ini sebenarnya. Kala di mana bagian dalam yang tadinya kosong, kini mulai memunculkan cahaya putih berkerlap-kerlip seakan ratusan kunang-kunang terkurung di sana.
Namun, bagaimana mungkin kunang-kunang berukuran sekecil ini, bukan? Atau ... tidak pantaskah dibilang kecil? Karena lihatlah sendiri bagaimana ratusan cahaya berkelipan ini mulai memberikan efek mengejutkan nan mencekat napas dari si penglihatnya, memundurkan langkah kemudian sembari luruhan air mata menjejaki wajah mereka yang tak berkedip ini. Sementara A'Gui, pemimpin penjaga desa ini malah dengan bahagianya menyebarkan tawa, berkumandang. Yang barangkali saja akan sampai pada area rumah warga yang bersuasana sangatlah berbeda jauh, berbanding terbalik pula dengan apa yang dirasakan Hui Yan dan Kwan Mei.
Bagaimana tidak, pertarungan masihlah belum usai. Kekalahan telak terus saja dialami Ji Yu dan Tang Yuan secara bergantian. Tak tahu lagi telah seberapa banyak tubuh mereka terhantam serangan, entah itu pada dada ataupun punggung terus saja menghantam bangunan rumah atau bahkan permukaan tanah. Mulut tak jauh-jauh pula dari muntahan darah, dan lihatlah pula bagaimana kondisi area sekitar yang ada ... sangatlah berantakan bahkan tak jarang beberapa rumah hancur sudah dalam reruntuhan.
Sedangkan musuh, penjaga desa yang tak bicara sepatah kata ini pun sangatlah santai. Memerhatikan bagaimana dua pria yang sama sekali tak pantas dikatakan lawannya ini telah hampir tak mampu lagi membangunkan tubuh terkaparnya. Hanya saja, masih ada pula yang sangat keras kepala, teramat sangat memaksakan diri bahkan cambuk kembali di cetarnya untuk kemudian dilemparkan pada sang musuh yang menanti dengan sangat.
Dua cambuk berbeda warna ini pun sontak saja saling membelit, saling tertarik pula. Kala lihatlah bagaimana sang musuh hanya menggunakan sebelah tangan, sementara Ji Yu mati-matian mempergunakan kedua tangan berlumuran darahnya. Bahkan tak sedikit pula darah tersebut mulai mengaliri cambuk hitam miliknya, setetes demi setetes jatuh pada permukaan.
Tahu-tahu saja, musuh berhasil sudah memutuskan lilitan cambuk di antara mereka, dan bergegas kemudian membelit kembali tubuh Ji Yu. Tang Yuan yang baru saja bangun dari sesi terkaparnya, serta merta mengacungkan belati es mata iblis, diarahkan pula selurus dengan keberadaan rembulan berdarah di atas sana seakan belati itu sendiri barulah terpanggil.
Alhasil, percikan cahaya merah layaknya kembang api muncul pada belati. Mendapati hal baru ini, tentu saja Tang Yuan segera mengarahkannya pada musuh. Pun cahaya berupa percikan berubah sudah menjadi cahaya merah teramat menyilaukan untuk disaksikan oleh sepasang netra langsung, dan melalui serangan hantaman cahaya tersebut pula sang musuh berakhir melepaskan Ji Yu dari cambuk apinya untuk kemudian menahan serangan yang ada hanya dengan perisai pelindung saja.
BOOMM!!!
Baik Tang Yuan ataupun Ji Yu terkapar sudah, dorongan dari pertemuan dua energi besar tadi pun kembali membuat mereka memuntahkan darah. Meluluhlantakkan pula area rumah-rumah, bersamaan dengan mulai menghilangnya pancaran dari pecahnya cahaya kemerahan saling beradu barusan. Namun, berbeda sekali dengan apa yang dialami sang musuh. Hanya sekali langkah mundur, hanya itu yang dialami, selebihnya tidak ada hal apa pun lagi.
Lantas, harus bagaimanakah mengalahkannya? Kenapa tubuh dan kekuatan penjaga desa ini begitulah kuat? Bahkan ia kembali menyerang, tapi kali ini bukan dengan cambuk api melainkan dengan energi dalam berupa cahaya kemerahan yang diarahkan lurus pada Ji Yu dan Tang Yuan yang bahkan masihlah belum berdiri dengan baik. Sekejap, hanya sekejap saja, hantaman keras sukses membuat dua pria ini terjungkil balik ke udara secara bersamaan. Dan berakhir sudah melakukan pendaratan dengan dada menyentuh terlebih dahulu permukaan tanah nan dingin pun dipenuhi noda darah muntahan.
"Masih ingin melawan?"
Ji Yu malah terkekeh sembari menahan sakit yang menjalar ke sekujur tubuhnya, berusaha membangunkan diri kembali. Namun, tubuh benarlah telah mencapai batas. Lagian bagaimana bisa penjaga desa ini sekalinya berucap, malahan menanyakan jenis pertanyaan yang sudah pasti apa jawabannya. "Meskipun kami menyerah, kau juga tidak akan melepaskan kami," sahut Ji Yu, melirih pun sedikit erangan tertahankan terdengar.
"Setidaknya aku bisa mengurangi sedikit rasa sakit kematian kalian."
"Diam kau ...!" Terbatuk-batuk Tang Yuan, berusaha mengarahkan pandangan penuh amarahnya pada musuh yang teramat santai dalam menanggapi. "Lebih baik kau diam saja!"
Hening. Penjaga desa ini semacam menuruti, tapi bagaimana bisa semudah itu ia menurut, bukan? Pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan, ataukah ia sedang memberikan peluang bagi Ji Yu dan Tang Yuan untuk membangunkan diri dari posisi tersungkur tersebut? Entahlah apa itu, yang pasti Ji Yu dan Tang Yuan masihlah kesulitan untuk mendirikan kembali sepasang tungkai. Kala di mana penjaga desa berakhir mengibaskan sebelah tangannya, pun kabut menipis seketika sirna sudah, menjernihkan area tempat bertarung mereka ini sebersih dan sejelas mungkin dari penghalang.
"Serahkan belati es mata iblis. Setelahnya kalian tidak akan semenderita mereka semua." Memalingkan wajah ke sekitaran rumah-rumah warga yang hancur, mau tak mau Ji Yu dan Tang Yuan mengikuti sudah arah pandangnya. Menyaksikan apa yang tak seharusnya disaksikan, mendapati apa yang tak seharusnya dan tak sepatutnya pula diperlakukan sedemikian rupanya. "Menyerahlah, semua sudah berakhir dan terlambat bagi kalian untuk melawan. Tuanku, dia akan segera bangkit seutuhnya menjadi sosok terkuat."
Terkuat? Bagaimana bisa makhluk penghuni area terlarang yang mengidamkan kehidupan sebagai iblis malah begitulah dipuja? Dan apa harus mengubah desa ini menjadi neraka tempat tinggalnya? Masih tidak cukupkah mengambil nyawa satu orang di setiap purnamanya selama ini? Apakah rasa serakah makhluk tersebut kini telah sangat membesar? Menjadikan porsi makannya jauh lebih banyak dari biasa-biasanya, mengubah sepenuhnya desa di mana warga dulu tinggal menjadi seperti ini ... menjadi ladang mayat.
Lantas, bagaimana harus Ji Yu dan Tang Yuan yang menyaksikan langsung pemandangan ini bereaksi? Dengan sendirinya air mata meluruh, napas tercekat netra pun tak lagi mampu dikedipkan ... membulat, terbelalak sembari mulut terus saja bergumam akan ketidakpercayaan atas apa yang disaksikan.
Benarkah tidak ada satu warga pun yang tersisa kini? Sungguhkah semuanya telah dibantai? Karena sana-sini yang tertangkap penglihatan memang hanyalah para mayat, terbujur kaku pada permukaan dinginnya malam mencekam ini, yang mana sepasang netra mereka pun hampir sebagian besarnya terbuka seakan menyaksikan akan bagaimana purnama berdarah ini berlangsung, dan akan bagaimana pula akan berakhir.
Tanpa diketahui, jikalau sang musuh yang merupakan pengikut setia Mo Shan ini telah salah dengan menunjukkan hal ini. Terlebih sangat salah jikalau berpikir dengan menunjukkan ini maka semangat juang untuk melawan pun patah sudah. Karena bagi manusia, rasa sakit akan penderitaan mampu diubah menjadi sumber penyemangat terbaik untuk kembali bangkit dari keterpurukan.
Jika tak percaya, maka lihatlah bagaimana Ji Yu dan Tang Yuan yang bertindak semacam barulah mendapat sejumlah kiriman energi, sukses membangunkan tubuh penuh luka tak berdaya itu kembali berdiri. Pun Tang Yuan yang lekat membawa belati es mata iblis, menyeka habis netra sembapnya untuk kemudian mengarahkan pandangan penuh kemarahannya itu kepada sang musuh. "Aku tidak akan pernah membiarkan makhluk terkutuk itu mengambil alih tubuh istriku! Tidak akan!"
"Hui Yan ... bagaimana dengan Hui Yan? Tepatnya apa yang kalian rencanakan padanya?!"
"Kwan Mei adalah cangkang baru, sementara Hui Yan ... sumber kekuatan."
"Apa maksudmu?" tanya Ji Yu lagi.
"Tidak perlu tahu lebih banyak, itu hanya akan menambah rasa sakitmu, dan hal itu tidak baik untuk kematian kalian." Tangan kiri diulurkan lurus pada Tang Yuan, seketika suami Kwan Mei ini tertarik sudah untuk kemudian tercekik langsung oleh sang musuh yang siap kapan saja mematahkan lehernya ini. "Berikan belati es mata iblis," tekannya, hendak mengambil belati es mata iblis dari genggaman Tang Yuan yang entah kenapa malah mulai terkekeh. Akan tetapi, kesinisan terpancar jelas dari sepasang netranya. "Bermimpilah ... JI YU!"
Lontaran cambuk hitam dilesatkan, membelah udara dengan cepatnya pada sang musuh yang tak sempat menyingkir, leher terbelit sudah. Pun Ji Yu dengan ringan melayangkan tubuhnya, naik pada atap rumah sembari menarik lebih erat lagi cambuk yang dialiri energi cahaya putih kehijauan miliknya ini untuk dibiarkan merambati keseluruhan dari cambuk hitamnya.
Segera, penjaga desa melempar Tang Yuan, menghempaskan suami Kwan Mei ini untuk kemudian melepaskan diri dari cambuk Ji Yu sembari melayangkan tubuhnya pada ketinggian setara. Pun tanpa ragu, cambuk api miliknya yang telah berkali-kali menyakiti Ji Yu ini dilontarkan pula. Menciptakan celetar nan membahana di setiap cambukan yang berhasil dihindari Ji Yu, sampai titik di mana kedua cambuk dengan warna energi berbeda ini saling membelit juga menarik. Semacam tidak akan mampu dilepaskan lagi.
"TANG YUAN! SEKARANG!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro