Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 41

Gemerisik dedaunan seirama akan datangnya embusan angin, keriang keriut dari hutan yang dipenuhi bambu ini terus saja menari. Bahkan derauan angin tak segan pula membangunkan sejumlah debuan dari jalanan berbatuan tertutupi pula dedaunan kering. Kabut tipis seakan siap hilang sepenuhnya, tapi bukan berarti dinginnya yang menusuk ini mampu dihilangkan.

Meskipun begitu, cuaca dari area hutan bambu yang belumlah diketahui seluas apa ini sangatlah berbeda jauh dengan cuaca yang ada di desa. Lihatlah bagaimana indahnya langit berbintang sana, tidak sama sekali terlihat akan keberadaan awan apalagi awan mendung dengan gelegar gemuruh dari petir yang bersahut-sahutan. Belum lagi rembulan menggantung indah, hampir membuat mereka semua lupa jikalau rembulan tersebut barangkali masihlah sama dengan rembulan di desa terkutuk itu.

Namun, kenapa terasa seakan sedang berjalan di tempat saja? Tak peduli berapa lama sudah waktu berlalu. Bahkan dengarlah sendiri, bagaimana burung-burung hantu bersuara, tapi tak tampak di mana keberadaannya. Belum lagi, apa pula ini? Lolongan kawanan serigala terdengar jauh, seakan sedang menyambut saja. Dan lihatlah kelelawar yang berkelebatan ini, sesekali memang cukup mengganggu, tapi setidaknya lebih baik ketimbang dipertemukan dengan kawanan gagak, bukan? Gagak terkutuk mata-mata bagi penjaga desa tersebut.

"Tidak terdengar memang koakan gagak, apa mungkin karena area hutan ini bukan lagi area desa? Maka dari itu gagak-gagak pun tak lagi berani kemari ...? Ji Yu, bagaimana menurutmu?"

Kekasih Hui Yan ini malah terdiam, terus saja mengedarkan pandangan penuh kewaspadaan. Lagian He Ting tak lagi merasa aneh akan jenis pengabaian seperti ini, tapi bukan berarti isi pikiran ataupun hati dari Ji Yu ia taklah tahu.

Pasalnya, Ji Yu pun mulai mempertanyakan hal-hal tersebut. Akan tetapi, merasa enggan untuk menanyakan langsung kala di mana Jing Shin baru saja tertangkap dan menjadi sandera penjaga desa. Bahkan lihatlah bagaimana kacaunya Azhuang, yang berjalan saja bagaikan mayat hidup. Belum lagi para wanita, terutama Kwan Mei, tampak begitulah hancur yang sesekali akan melirik Azhuang. Entahlah apa yang dipikirkan istri Tang Yuan ini, sampai titik di mana waktu barangkali telah memakan sekitar setengah batang hio lamanya.

Tidak mungkin seluruh area kawasan hutan bambu ini hanya mengarahkan jalanan lurus seperti ini saja, bukan? Ataukah mungkin, ada semacam mantra tak kasatmata pula yang terpasang di sini? Oleh karenanya, tak satu pun di antara mereka bertujuh yang mampu melihat akan adanya suatu perubahan tempat.

Namun, jika benar demikian, lihatlah bagaimana jauhnya jalanan yang tertinggal di belakang sana. Seakan tidak mungkin jikalau sedari tadi mereka berjalan di tempat, dan lihatlah jalanan temaram rembulan yang terbentang di depan sana, apa mungkin ujungnya sudah dekat? Kala memang tak lagi terlihat jalanan lurus, melainkan ... suatu area berupa lapangan,'kah? Dan dengan kecurigaan serta pikiran menerka-nerka tersebut, ke sanalah mereka mempercepat langkah.

Alhasil, memang benar tebakan yang ada, suatu lapangan melingkar yang taklah begitu luas. Mungkinkah akan berlebihan jika mengatakan area tempat ini seakan seperti penjara? Yang mana hutan bambulah yang menjadi jeruji pengurung, dan dedaunan kering menjadi alasnya, tepatnya menjadi tempat peristirahatan mereka semua yang mulai membuat dan menyalakan api unggun.

Lihatlah bagaimana percikan api ini melayang-layang ke atas, berterbangan dari pusatnya yang terlihat bagaikan kunang-kunang sedang mencoba menghibur. Meskipun pada akhirnya termakan udara, menghilang seiring dengan datangnya suara kayu yang terlalap. Setidaknya sukses memberikan kehangatan di sela-sela duduk mereka yang mengitari api unggun, memerhatikan bagaimana api tersebut bergerak-gerak oleh tiupan angin yang seakan siap memadamkan kapan saja, tapi pikiran siapa yang tahu sedang berkelana ke mana, bukan? Barangkali masih tertinggal di gudang penyimpanan sana, kala tubuh fisik saja yang kini duduk termenung kosong menciptakan suatu keheningan.

Sementara Azhuang, pria itu menjadi satu-satunya yang memisahkan diri, menjauh dari lainnya duduk bersenderkan punggung dan kepala penuh pikiran memberatkan hatinya itu pada sebatang pohon bambu. Sangat tak mungkin jika ia tak merasa dingin, bukan? Namun, tak ada siapa pun yang berinisiatif menariknya mendekati api unggun. Berikan waktu bagi ia sendiri, itulah yang Tang Yuan sempat katakan tadi, pun Kwan Mei menyetujui pula. Lantas tak ada alasan bagi lainnya berucap lebih, karena memang mungkin hanya itu yang dibutuhkan Azhuang saat ini.

"Kita berhutang banyak pada Jing Shin dan bayinya." Hui Yan memulai, memecahkan keheningan. Tentu pandangan wanita berdarah bangsawan ini diarahkan pada Azhuang yang tertunduk, mungkin saja sedang menangis. "Kuharap kita bisa membayar hutang itu secepat mungkin."

"Melihat para penjaga desa tidak mengejar, harusnya ancaman Jing Shin berhasil. Bukankah seharusnya kita tidak boleh berhenti bergerak?" tambah Xia Chia, memandangi satu persatu teman-temannya. Hanya saja, fokus utamanya kini jatuh pada Kwan Mei, tak bisa dipungkiri pula jikalau Kwan Mei memanglah sedikit bertingkah aneh. Semacam ... istri Tang Yuan ini sedang dihantam suatu kegelisahan.

Oleh sebab itu, semuanya pun menanti. Tepatnya apa yang membuat wanita ini begitulah gelisah. Tepatnya apa yang mengganggu pikirannya itu, dan kenapa pula ia tampak tak mau mengatakan? Mungkinkah Kwan Mei mengetahui sesuatu? Kala di mana suaminya, Tang Yuan, juga ikutan bersikap aneh. Jadi ... tak mengherankan jika yang lainnya menuntut untuk diberitahukan, bukan? Karena seburuk apa pun itu, tak seharusnya ada rahasia di antara tim mereka.

"Kurasa bukan ancaman Jing Shin yang membuat mereka berhenti mengejar, melainkan ...." Keraguan, jelas Kwan Mei tampilkan. Sesekali akan mengedarkan pandangan ke sekitaran hutan yang mulai hening seakan tertidur sudah, bahkan angin tak lagi berembus seakan tak ingin mengganggu. "Kutakut ada hal lainnya yang kita tak ketahui mengenai hutan ini," ungkapnya, mulai terasa hutan bambu yang mengelilingi mereka ini semacam akan mengeluarkan sesuatu di saat mereka sedang lengah.

"Kita memang tidak tahu mengenai hutan ini, tidak tahu pula apakah kita sudah menjauh ... atau malah semakin memasuki area desa," tambah Yue Ming, tampak setuju dengan perkataan Kwan Mei.

"Dari semua masalah itu, satu hal yang membuatku terganggu," sela Ji Yu, yang mana ucapannya ini berhasil menarik minat semua orang untuk memandanginya. Namun, ia memilih menjatuhkan pandangan pada Tang Yuan. "Kenapa saat di gudang penyimpanan tadi, kau tidak bisa mendengar suara pemberitahuan atau apa pun terkait penjaga desa yang mendekat atau menjauhi kita? Bukankah itu kemampuanmu?"

"Kau mencurigaiku?" tanya balik Tang Yuan, mendapati yang lainnya juga memerhatikan dirinya. Terkecuali Kwan Mei pastinya, sang istri. "Kalian juga?"

"Bukan mencurigai, aku yakin Ji Yu mengatakan itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," timpal Yue Ming. "Lagian kita satu tim, harus saling terbuka, bukan? Hanya dengan begitu tidak akan menimbun kecurigaan."

Pun Kwan Mei tersenyum, tapi sepasang netra serius wanita ini mulai menampilkan suatu ketidaksukaan pada Ji Yu. Sinis. "Penjaga desa sudah mengetahui gerak-gerik kita selama ini, bahkan kita tidak tahu kapan dan sejauh apa mereka telah tahu. Yang kita duga bahwa selama ini pergerakan kita aman dari pantauan mereka, tapi nyatanya kita salah. Bukankah itu jelas ... bahwa kita dalam kendali mereka?" tekannya, jelas sekali mendukung sang suami, Tang Yuan yang meraih dan erat menggenggam tangannya kini, semacam memberikan tanda untuk berhenti berucap.

"Aku memang salah satu dari anggota penjaga desa, tapi jangan pernah lupa bahwa keberadaanku terkucilkan. Banyak hal yang tak kuketahui, termasuk diriku yang tak bisa tewas dengan cara manusia pada normalnya. Jika bukan karena Xiao Zhi yang mengatakannya waktu lalu, aku mungkin tidak akan pernah tahu hal itu. Dengan kata lain, aku tidak akan pernah tahu jika penjaga desa mempermainkanku, apalagi mematikan suara pemberitahuan keberadaan mereka, tentu itu hal yang mudah bagi mereka untuk melakukannya, bukan?"

Mengangguk, Ji Yu membenarkan. Memang penjaga desa-lah yang paling berkuasa dalam mengatur tiap halnya. Selama penjaga desa ingin, lantas apa yang tak mungkin didapatkan dan apa pula yang tak mampu dihentikan, bukan? Seperti yang dikatakan Tang Yuan, segala hal itu mudah bagi penjaga desa, yang sulit hanyalah bagi mereka, tim pemberontak yang bahkan tidaklah tahu kini berada di mana, bahkan sudah memulai menjatuhkan kecurigaan. Dan Ji Yu, jelas menjadi satu-satunya yang paling merasa bersalah, merasa ucapan maaf saja taklah mampu mengurangi rasa bersalah tersebut. "Aku sungguh tidak bermaksud menanam apalagi menyebarkan kecurigaan, sungguh ... tidak ada niatan ke arah sana, Tang Yuan, Kwan Mei."

"Situasi terlalu berat bagi kita, kurasa karena itu kita menjadi sensitif dengan segala hal." Tersenyum, hilang sudah tatapan ketidaksukaan atau kesinisan dari sepasang netra Kwan Mei. "Aku juga minta maaf, sudah kasar dan beranggapan dirimu mencurigai A'Yuan."

"Ke depannya kita tidak tahu apa yang akan dihadapi. Jadi, mari tetap bersama dan jangan sampai saling mencurigai, jika ada masalah yang menyanggal dalam hati kalian, maka katakan dan selesaikan secepat mungkin."

"Ucapan Tang Yuan benar, dan aku sangat setuju," tambah Yue Ming, dan Xia Chia, kekasihnya menjadi orang pertama yang menyetujui pula. "Ingatlah perkataan penjaga desa itu tadi, jika mereka sudah menetapkan target, maka akan sulit lepas. Belum lagi mereka memang makhluk licik, tidak tahu hal apa yang akan digunakan. Mungkin, salah satu caranya mereka ingin memecahbelahkan kita untuk berakhir saling membenci kemudian," lanjutnya, merasa beruntung pula jikalau menyadari hal ini lebih awal, bukan? Setidaknya mampu menghindari apa yang harus dihindari, jangan sampai terjebak ke dalam permainan penjaga desa lagi.

Benar, penjaga desa. Entah kapan dan sampai berapa lama lagi mereka harus disebut-sebut, yang mana ucapan Yue Ming barusan berakhir sudah disetujui oleh semuanya. Tak tahu apakah Azhuang mendengar, kala suasana kembali tenggelam pada keadaan sepi nan tenang kembali. Pun percikan api kembali terlihat, seraya ... hutan bambu yang dikira telah tertidur sedari tadi ini mulai menguarkan sejumlah suara kepakan sayap pergi, dan lihatlah apa yang datang kemudian. Kabut.

Pergerakan menyebarnya memanglah tak cepat, tapi ketebalan memutih yang kian mendekat konsisten ini patut dipertanyakan dan dicurigai, bukan? Membangunkan kembali kewaspadaan, waswas akan sekitaran yang barangkali siap menghadirkan sesuatu untuk menangkap? Entahlah apa pun itu, yang pasti pasang tungkai dari mereka semua yang terduduk tak lagi bisa diteruskan, berdiri pun saling mendekatkan diri menjadi pilihan terbaik.

Tidak mungkin ini jenis kabut untuk menetapkan korban purnama, bukan? Ataukah justru ... beracun? Tidak!

Kala di mana belum sempat Ji Yu menyuarakan tebakannya, kabut telah lebih dahulu menyusup masuk ke dalam penghidunya ataupun yang lainnya. Menyelimuti pula sekujur tubuh mereka, atau bisa dikatakan ... tubuh tergeletak mereka satu demi satu ke dinginnya permukaan tanah berlapiskan dedaunan kering bambu ini.

Tidurkah? Atau justru telah tewas? Entahlah, karena dua sosok yang mendiami tubuh Ji Yu dan Hui Yan selama ini, tanpa sepengetahuan siapa pun justru terbangunkan sudah. Setidaknya mampu bertemu muka setelah sekian lama waktu berlalu, biar kata tempat yang mereka dapati ini hanyalah suatu tempat kegelapan penuh dengan hanya mengandalkan cahaya putih layaknya lampu sorot di atas sana menggantung, mengkhususkan diri menyinari mereka berdua.

"Tempat ini lagi ... kenapa harus kembali kemari?"

He Ting menggeleng, tapi pria ini jelas taklah menampilkan kepanikan, melainkan ketenangan. Di mana ia justru mendudukkan diri, bersila kaki sembari mulut meminta untuk menunggu dengan sabar saja. "Setidaknya lebih baik ketimbang sendiri, bukan?" ucapnya lagi, tersenyum.

Meskipun benar Xue Jing tak tahu kenapa pria ini mampu setenang ini, tapi berkat hal itu dirinya mampu bersikap lebih rileks memang, bahkan ikut mendudukkan diri seakan mereka kini sedang memainkan suatu pentas di atas panggung. Seakan sejumlah penonton barangkali telah memenuhi kursi yang tersedia, menanti akan adanya suatu pertunjukan.

Sayangnya, kenyataan tidaklah demikian adanya. Yang jelas tidak ada siapa pun di sini, tak tahu pula harus ke mana dan bagaimana. Termasuk Xue Jing sendiri bahkan tak tahu harus bagaimana memulai pembicaraan. Akan tetapi, ada apa dengan He Ting? Kenapa pria ini tak juga memulai obrolan? Sungguh tak seperti dulu sewaktu mereka pertama kali bertemu di perpustakaan umum.

"Apa menurutmu, ini semua masuk akal?" Dan He Ting mulai mengarahkan pandangan padanya, tak paham akan kata 'masuk akal' yang dimaksud itu sebenarnya bagian dari apa. "Maksudku, kejadian yang kita alami saat ini, merasuki tubuh dari pasangan malang hingga menjadi pasangan pemberontak desa."

"Kurasa ketimbang kata 'merasuki' ... akan lebih tepat jika kita menyebutnya suatu penglihatan akan memori masa lalu."

"Benar, sungguh suatu penglihatan yang luar biasa," gumamnya, kala He Ting yang tak mendengar jelas hanya menampilkan raut tanda tanya besar. "Tapi kenapa sekarang kita kembali dalam tempat hampa ini? Apa mungkin mereka semua sudah tewas dan kita tersesat? Tidak bisa kembali ke waktu kita berasal?"

"Kurasa memang telah terjadi sesuatu pada mereka semua, tapi entah kenapa aku yakin sekali jikalau mereka belumlah tewas. Karena ... mari kita tunggu saja, tunggu ... sampai kembali melihat apa sebenarnya yang ingin diperlihatkan Ji Yu dan Hui Yan pada kita secara sepenuhnya, bukan lagi berupa potongan-potongan singkat."

"Kau yakin? Bukan karena hanya ingin menenangkanku saja, bukan?"

"Kita pasti akan kembali ke Beijing, jangan khawatir. Seperti yang Ji Yu pernah katakan pada Hui Yan ... 'apa pun yang akan terjadi, aku akan menjagamu semampu yang kubisa. Kau hanya perlu berpegang erat padaku, tidak perlu berpikir terlalu banyak ataupun jauh'. Jadi, Xue Jing. Percayalah, semua akan membaik. Jika kau takut .. ingatlah aku ada didekatmu, ingatlah jika kau tidak mengalami semua ini seorang diri."

DEG!

Apa-apaan ini? Aku sedang tidak menulis suatu jenis cerita romansa, bukan? Masih tak percaya jika bukan hanya Hui Yan saja yang akan mendapat perkataan manis dari Ji Yu, bahkan kini ia sendiri mendapatkannya terlebih dari He Ting. Tidakkah ini terlalu tidak nyata? Ataukah mungkin karena He Ting telah cukup lama mendiami tubuh Ji Yu, maka berefek sedemikian rupanya?

Namun, tak memungkiri jika Xue Jing ikut tersenyum akan ucapan manis yang didapatkan barusan. Karena selama 24 tahun usianya, belum pernah ia mendapat ucapan manis nan tulus seperti itu dari seseorang, terlebih dari seorang pria. Bahkan orang tuanya sendiri saja seingatnya tidaklah pernah.

Lucunya, pria yang berucap dengan tanpa rasa malu melainkan percaya diri tadi malah kini mulai terlihat canggung, tak lagi berani memandang balik Xue Jing sembari ia mengakhiri pula sesi duduk bersilanya. Berdeham-deham, kala Xue Jing sendiri tahu maksud dari gerak-gerik ini. Bukankah menandakan kalau pria seumurannya ini taklah pandai berucap manis sebelumnya? Lagian memanglah benar, jikalau pria ini belumlah pernah terserang gosip, atau bahkan terdapat rumor jikalau ia pernah dekat apalagi menjalin hubungan. Selain selalu sibuk dan berfokus dalam mengharumkan nama baik museum, maka tak lagi ada kabar lainnya.

Intinya, mereka berdua sama-sama menyedihkan jikalau itu menyangkut hal-hal terkait asmara. Dan sekarang malah terjebak ke dunia yang taklah tahu kapan baru bisa keluar, tak tahu pula akan seperti apa dunia mereka sana. Barangkali kini wajah mereka sungguhlah benar telah tersebar dalam bentuk selebaran. Entahlah, kala mau tau mau pikiran terkait hal itu haruslah disingkirkan dahulu.

Lihatlah apa yang terjadi, cahaya putih yang menyoroti mereka kini mulai mengeluarkan reaksi. Tepatnya menyebar luas, kala Xue Jing segera membangunkan diri dari duduknya sembari sebelah tangan mengadang masuknya pancaran menyakitkan tersebut dari sepasang netra yang dibiarkan menyipit.

Pun apa ini? He Ting ... pria ini sungguhkah meraih bahkan menggenggam sebelah tangannya? Yang mana belum sempat melihat hal tersebut, cahaya putih ini telah lebih dahulu menguasai, menekan atau bahkan menelan mereka sepenuhnya hingga menjadi bayangan samar-samar sebelum akhirnya tak lagi terlihat apa pun, selain cahaya putih menyakitkan pandangan.

***

Note:
Hio itu dupa batangan (Habisnya satu batang dupa itu sama artinya dengan satu jam)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro