Prolog
Hafta Petramula Adijaya adalah putra sulung dari keluarga Adijaya. Besar dalam keluarga serba berkecukupan selalu membuatnya bersyukur. Hal lain yang ia syukuri adalah ia dapat tumbuh dalam keluarga yang utuh, setidaknya orangtuanya masih hidup bersama. Memiliki ayah yang bekerja di sebuah perusahaan otomotif ternama dan ibu seorang dokter membuat siapapun yang mengetahui fakta tersebut akan terkagum dengan latar belakang keluarganya. Saat ini Petra masih menjadi siswa terbaik di kelasnya, ia juga disibukkan dengan beberapa pemotretan di salah satu studio milik kakak temannya. Petra memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang model, bukan karena honor namun karena ia ingin mencari hal lain yang membuatnya bahagia selain belajar.
Ada hal yang berbeda hari ini, kedua orangtua Petra duduk bersama di meja makan. Papa bersenandung sambil membaca koran dan Mama terlihat sibuk menata meja makan. Petra tadinya hanya ingin melewati adegan penuh kepura-puraan itu setelah mengambil sepotong roti, namun perhatiannya teralihkan saat melihat piring kosong yang ada di atas meja berjumlah empat buah. Lima tahun lalu adalah terakhir kalinya Petra melihat piring kosong berada di sampingnya. Melihat Petra yang terdiam Papa akhirnya bersuara.
"Adik kamu pulang hari ini. Dia sudah dipindahkan ke sekolahmu juga. Tapi sepertinya dia sedikit terlambat. Harusnya dia sudah tiba kan?"
"Pattar?"
"Iya Pattar, memang kamu punya adik lain selain dia?"
"Kok tiba-tiba? Kenapa gak bilang sama aku sebelumnya?"
"Kamu kan selalu sibuk, mana sempat Papa kasih tahu."
"Aku yang sibuk atau kalian yang..." kalimat Petra terhenti saat ia mendengar suara pintu terbuka.
Seorang pemuda tampan yang memiliki garis wajah mirip dengan Papa berdiri di samping daun pintu dengan koper di tangan kirinya. Tanpa salam maupun senyuman, Pattar langsung menarik kopernya menuju tangga. Gerakannya terhenti ketika Papa mendekat dan memeluknya. Pattar sempat terdiam, namun saat kesadarannya kembali ia melepaskan pelukan Papa kemudian melanjutkan langkahnya.
"Anak itu gak ada sopannya." Mama menggelengkan kepalanya.
"Sudahlah, Ma. Pattar pasti lelah setelah perjalanan jauh."
"Dia terlalu mirip kamu." Mama menunjuk Papa dengan sendok yang ada di tangan kanannya.
"Dia belum terbiasa, biarkan dia beradaptasi dulu."
Petra melihat Pattar memasuki kamarnya, yang pada pintu depannya terdapat gantungan bergambar Sinchan dengan tulisan 'Kamar Pattar' pada bagian bawah. Kamar yang dulunya merupakan markas tempat mereka bermain dengan Hana. Kamar yang selalu penuh suara tawa. Kamar yang lima tahun terakhir selalu mampu membuat Petra menoleh ketika melewatinya. Kamar yang selalu Petra rindukan. Pemilik kamar itu sudah kembali. Adik Petra sudah kembali.
***
Petra datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Setelah melihat Pattar pulang, ia memilih segera berangkat ke sekolah dan melewatkan sarapannya. Setibanya di sekolah, Petra langsung duduk di bangkunya yang berada di sudut ruangan dan duduk menghadap ke jendela yang terbuka. Ia menopang kepalanya dengan satu tangan dan memandang langit dengan tatapan kosong.
Petra menghabiskan waktunya dengan melamun. Penyesalan memenuhi kepalanya. Petra sama sekali belum menyiapkan apapun untuk menyambut kembalinya Pattar. Pattar terlihat jauh lebih tinggi dari yang Petra ingat dan ia terlihat semakin mirip dengan Papa. Saat melihat Pattar untuk pertama kalinya, seharusnya Petra menyapa Pattar dengan ramah dan setidaknya harus menyunggingkan senyum namun yang terjadi ia justru berdiri kaku memandang saudara laki-lakinya yang berjalan dan melirik dengan tatapan dingin.
Orion yang sudah memperhatikan Petra sejak masuk kelas akhirnya mendekati Petra, "Lo kenapa?"
Petra tidak memberikan respon apapun sehingga membuat Orion melancarkan jurusnya, yaitu dengan menarik tangan Petra yang digunakan untuk menopang dagunya.
Petra terkejut hingga hampir terantuk. Melihat sahabatnya yang benar-benar terkejut membuat Orion tertawa puas hingga mengeluarkan air mata. Setelah beberapa saat, Petra menatap Orion dengan tajam hingga membuat tawanya mengecil.
"Lo kenapa, deh? Pagi-pagi sudah melamun." Orion berdiri menutupi cahaya matahari yang masuk melalui jendela.
"Ada yang lagi dipikirkan." Petra menghela napas panjang setelahnya.
"Nyokap?" Orion memelankan suaranya sambil menatap Petra prihatin.
"Bukan, tapi Pattar."
"Pattar siapa?" Orion mendekatkan telinganya ke arah Petra.
"Adik gue."
"Sejak kapan lo punya adik? Pattar ini bukan bayi yang baru lahir kan? Gue gak pernah dengar nyokap lo hamil deh." Orion sangat terkejut hingga menanyakan banyak hal dengan suara yang mampu didengar semua orang dalam kelas.
"Namanya Dwiyata Pattareksa, beda satu tahun sama kita. Dia sudah lima tahun tinggal sama nenek."
"Kenapa kok dia gak tinggal bareng sama lo?"
"Maaf untuk yang satu itu gue gak bisa jawab." Petra menatap Orion dengan tatapan yang belum pernah Orion lihat selama dua tahun mereka berteman.
"Oke, gue ngerti." Orion menganggukkan kepalanya kaku kemudian menepuk pelan pundak sahabatnya, "Semua akan baik-baik aja."
#30DayWritingChallenge #30DWCJilid24 #Day 2
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro