9. Terlewat
Tempat parkir fakultas kedokteran terlihat lengang. Mungkin karena ini masa ujian, mahasiswa lain memilih semedi di rumah masing-masing atau malah sedang berkutat dengan berbagai kasus yang harus diselesaikan di perpustakaan.
Orion menjadi salah satu dari sedikit orang yang memilih untuk berdiskusi dengan profesor. Mereka membahas satu kasus yang belum berhasil ia selesaikan dan dalam waktu dua jam, laporannya selesai. Karena hal semacam ini, Orion disukai oleh banyak dosennya. Ia sangat suka berdiskusi dan berdebat.
Orion berjalan santai dengan tangan kanan yang memegang jaket. Saat berangkat dari rumah, langit mendung dan Mama memaksanya untuk membawa jaket.
Getaran dari ponsel yang ada di saku membuat laki-laki berkemeja putih itu menghentikan langkahnya. Ia merogoh saku dan mengusap layar ponselnya.
"Di mana, Sayang?"
Orion tersenyum begitu mendengar suara wanita yang terhubung dengannya. Ia menjawab dengan suara yang lembut, "Masih di kampus, ini aku mau pulang."
"Jangan lupa bawa cake-nya ya."
Laki-laki berkacamata itu menyampirkan jaketnya setelah berhasil membuka pintu mobil. Ia meletakkan ponselnya di dashboard dan menyalakan speaker. "Siap, Bos."
"Thanks, Sayang."
Orion tersenyum setelah menutup sambungan telepon itu. Ia segera menyalakan mobilnya dan melaju keluar dari tempat parkir.
***
Aroma khas toko kue menyambut Orion ketika ia membuka pintu. Berbagai macam kue berjejer dengan rapi mengikuti etalase yang ada di tiap sudut toko. Toko kue ini adalah toko kue favoritnya. Sejak kecil, ia selalu mendapatkan kue ulang tahun dari toko ini. Bukan karena mamanya yang tidak pandai membuat kue, tetapi kesibukan selalu jadi alasan utama.
Ia memandang sekeliling dan berhasil menemukan kue yang ia inginkan. Namun, matanya melihat seseorang yang tidak asing di sana. Seorang gadis berjaket putih berdiri di depan salah satu etalase kaca yang dekat dengan kasir. Netra gadis itu terpaku pada cake pai susu yang ada di balik kaca. Seolah sebuah sihir tengah menyelimutinya, gadis itu berdiri membeku di sana.
"Ayo, sudah selesai. Kamu mau itu?" Seorang pria paruh baya yang juga ia kenali ada di sana dan tersenyum manis pada gadis itu.
Seketika Orion membalikkan badan dan bergerak ke sudut toko. Ada sesak yang memenuhi dadanya. Matanya mulai terasa panas. Tangannya terkepal hingga buku jarinya memutih. Tepat seperti dugaannya, gadis itu adalah seseorang kenali beberapa tahun lalu.
Tidak lama setelah mereka keluar dari toko, Orion akhirnya berjalan menuju etalase tempat gadis tadi berdiri. Kue itu adalah kue favoritnya. Fakta yang lucu, tetapi menyakitkan. Setelah menerima kotak kue tersebut, ia tersenyum pahit melihat kenyataan konyol yang baru saja ia saksikan.
Baru saja Orion berniat melenggang pulang ketika satu lagi kejutan muncul di hadapannya.
Gadis lain yang ia kenali menyapa dengan senyum mengembang. Namun, laki-laki berkacamata di sampingnya memandang Orion sengit. Padahal sebelumnya mereka cukup dekat.
"Beli kue buat acara apa, Bang?" Reva bertanya seraya tersenyum riang.
"Mama ulang tahun." Orion menjawab singkat karena tatapan tajam dari Zaivan.
"Wah, sampaikan salam aku buat tante ya. Tante juga kan nantinya bakal jadi keluarga aku."
"Reva, mereka sudah putus." Zaivan berbicara dengan nada tidak suka dan kembali menatap Orion sengit.
"Oh, iya." Reva menepuk pelan dahinya.
Orion tersenyum pahit dan segera beranjak dari sana.
"Kamu kok lihat Bang Ion sampe segitunya?" Reva bertanya sambil memilih beberapa kue.
"Nggak apa-apa."
"Tatapan kamu serem tahu nggak? Jangan gitu sama orang lain." Reva menatap Zaivan dengan tatapan serius, kemudian senyumnya kembali mengembang.
"Kalo kamu tahu Hana nangis seharian karena dia, aku jamin kamu nggak akan bisa senyum seceria tadi." Zaivan mengklarifikasi dengan suara pelan, tetapi penuh penekanan.
Reva hanya menatap Zaivan kemudian kembali berjalan dan memilih kue lainnya. Ia memilih untuk diam dan mengamati semuanya
#30DayWritingChallenge #30DWCJilid28 #Day2
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro