Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

44. Trip

Bisa dibilang kalau liburan kali ini adalah liburan pertama Orion dan Hana. Mereka berdua sangat antusias hingga tidak bisa tidur. Padahal semua persiapan dan rute perjalanan sudah mereka siapkan sebelumnya. Tetap saja, semua terasa mendebarkan. Mereka sengaja memilih untuk menaiki kendaraan umum untuk menghemat biaya perjalanan. Orion berencana menjemput Hana di rumahnya, sekaligus pamit pada Bunda dan Ayah.

Orion tengah kesulitan membawa kopernya ketika bunyi klakson mobil mengalihkan perhatiannya. Seorang laki-laki berkulit pucat menyembulkan kepala dari kaca yang terbuka.

"Ngapain lo?" Laki-laki berkacamata itu mempercepat langkahnya. 

"Mau ngapelin sohib gue yang katanya mau jalan-jalan." 

"Oh, lo dengar dari Pattar ya?" Orion mengusap tengkuknya kikuk.

"Enggak, gue denger dari Bunda. Bisa-bisanya lo mau bawa adek gue jalan-jalan pakai angkutan umum. Lo kan bisa bawa mobil gue." Petra mengambil alih koper Orion dan memasukkannya ke bagasi.

Mau tidak mau, Orion turut melangkah mengikuti Petra. Ia sedikit canggung untuk menolak tawaran sahabatnya itu.

"Lo masih punya SIM, kan?" Petra mendorong Orion untuk masuk ke mobilnya.

Setelah mendapat anggukan, laki-laki berkulit pucat itu mengelilingi mobil sambil terus tertawa kecil. Begitu masuk ke mobil, ia langsung memberikan kopi pada Orion.

"Bukannya lo ada ujian minggu ini?" Laki-laki berkacamata itu bertanya setelah meneguk kopinya.

"Diundur. Lo tahu Prof. Adi, kan?" 

Orion mengangguk. Tidak terasa, mereka sudah keluar dari kawasan rumah sakit. Mobil melaju dengan kecepatan normal karena jalanan belum terlalu padat.

"Ujiannya diundur, biasa, beliau minta studi kasus dulu baru ujian." 

Mereka melanjutkan obrolan mengenai Profesor dan beberapa rekan yang juga melanjutkan studi. Begitu tiba di rumah Hana, Petra menekan klakson sekali dan turun dari mobilnya. Hana keluar dengan membawa koper berwarna kuning dan sebuah tas selempang.

Gadis itu terkejut melihat Petra dan Orion yang sama-sama keluar dari mobil. Mereka berdiri berhadapan dan terlihat tertawa bersama. Hana membeku di tempatnya. Petra melemparkan kunci mobil dan menutup pintu. Ia sempat melambai pada Hana, kemudian melangkah pergi ke arah rumahnya.

"Bang Petra pinjemin mobil?"

"Iya, katanya daripada naik angkutan umum. Mobil dia juga lagi nganggur."

"Oh, syukurlah kalau kalian sudah akur. Mau mampir dulu atau gimana?" Hana bertanya setelah Orion memasukan koper Hana ke bagasi.

"Mampir dulu, deh. Mau pamit sama Ayah."

Hana tersenyum dan berjalan di depan Orion. 

"Yo, halo. Apa kabar?" 

Hana memutar bola matanya malas. Siapa lagi laki-laki yang tidak punya sopan santun yang berada di rumahnya sepagi ini?

Hana memukul pundak laki-laki itu dengan keras hingga ia mendapat pelototan dari Bunda. "Yang sopan dikit, loh."

Pattar yang mengenakan kaus tanpa lengan dan celana pendek itu berdiri dan meletakkan tangan kanannya di depan perut, kemudian ia membungkuk layaknya pelayan di hotel. "Selamat datang di rumah keluarga Ardi." 

Pattar tersenyum kemudian melihat ke arah Ayah, "Nggak bermaksud buat menyebut nama Ayah, loh." 

Ayah menanggapi candaan Pattar dengan tawa.

"Bun." Hana mengeluh karena seluruh perhatian malah tertuju pada Si Kampret yang aneh.

"Pattar, udahan. Makan, gih." Bunda tersenyum.

"Nak Orion, silahkan duduk. Makan dulu." Ayah tersenyum ramah. 

Mata Orion terpaku pada laki-laki itu. Kakinya bahkan tidak dapat bergerak dari sana. Apa begini rasanya memiliki keluarga yang utuh? Pertanyaan itu melayang di kepala Orion.

"Ayo, Yon. Makan dulu. Bunda masak nasi goreng spesial, loh." Pattar menarik Orion untuk duduk di sampingnya.

"Lo ini ya, rajin banget sarapan di rumah ini." Hana menarik rambut Pattar yang sengaja diikatnya.

"Mama sama Bang Petra sarapannya nanti jam 10. Kalo di sini kan jam 7 udah sarapan, jadi gue makan di sini dulu baru nanti makan di rumah." Pattar menjelaskan sambil mendekatkan wadah nasi goreng.

Hana melotot tajam pada Pattar yang bukannya mengisi piring Orion, ia malah mengisi piringnya sendiri.

"Iya, ini gue kasih. Matanya biasa aja. Dasar Nenek Lampir." Pattar melancarkan repetannya.

"Dwiyata." 

Pattar nyengir. "Maaf, Yah." 

Mereka melanjutkan sarapan dengan tenang.

***


Setelah pamit pada orang tua Hana plus tambahan satu anggota keluarga yang tidak terdaftar di kartu keluarga, mereka berangkat. Tujuan pertama mereka adalah pantai yang terletak di Selatan Lampung. Mereka sengaja memilih menginap di sana karena ingin menikmati sunset bersama.

Sepanjang perjalanan, Orion tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Mereka bernyanyi bersama dan terus tertawa.

"Bang, gimana kalau kita ke pemandian air panas dulu? Kalau langsung ke pantai, kepagian nggak sih?" Hana bertanya sambil menunjukkan destinasi air panas yang ada di jalur mereka menuju pantai.

"Kamu beneran mau ke sana?"

Gadis dengan rambut gelombang yang terurai itu tersenyum dan mengangguk semangat.

"Oke."

Setibanya di pintu masuk pemandian air panas itu, mereka berhenti di tempat parkir.

"Ayo."

"Kok sepi ya?" Hana yang sedari tadi menunjukkan antusias super heboh, kini menciut hanya karena melihat parkiran kosong dan hanya ada seorang petugas di sana.

"Yang mau ke sini siapa tadi?" Orion menatap Hana sambil menghela napas.

Hana nyengir dan mengambil tas selempangnya. "Aku bakalan aman, 'kan?"

Orion tertawa ketika mendapati gadis itu meneguk saliva sebelum membuka pintu.

"Pemandiannya sekitar 300 meter dari sini. Silahkan ikuti jalan setapak." Petugas yang berjaga di depan pintu masuk mengarahkan.

Hana berjalan dengan satu tangan terus memegang ujung jaket denim milik Orion. Ia waspada dan terus menatap sekeliling.

Melihat gadis di sampingnya tidak nyaman, jiwa iseng Orion malah mencuat. Laki-laki itu sengaja berjalan lebih cepat hingga membuat Hana harus kerepotan untuk menyeimbangkan langkah.

Ketika Hana masih terus berjalan di belakangnya, Orion berbalik dan mengejutkan gadis itu. Hana melompat kaget. Tangannya jadi gemetar. Wajahnya berubah cemberut.

"Kirain kamu takutnya bercanda. Sini." Orion menjulurkan tangannya dan menawarkan untuk menggandeng gadis itu.

"Enggak, makasih. Kata Si Kampret, semua laki-laki itu sama aja. Cari kesempatan dalam kesempitan." Hana berjalan mendahului Orion.

Gadis itu tersenyum lega ketika mendapati banyak orang di dekat pemandian. Ternyata pintu masuk ke pemandian ini ada dua. Kebetulan mereka masuk melalui pintu depan yang jaraknya lumayan jauh.

Hana mengeluarkan ponselnya dan mulai memotret. Ia tersenyum puas ketika melihat uap air yang menyerupai asap menyelimuti tempat itu. Pohon tinggi yang membuat suasana sejuk, ditambah air panas yang merendam kakinya adalah perpaduan relaksasi yang menyenangkan.

Hana memotret Orion dari belakang. Laki-laki itu juga kelihatan bahagia melihat pemandangan alam yang menyejukkan mata. Namun, sepertinya laki-laki berjaket denim itu memikirkan sesuatu.

Melihat Orion yang terpaku, Hana turut mengikuti pandangan laki-laki itu. Ternyata ia melihat sebuah keluarga kecil dengan satu anak laki-laki yang digandeng kedua orang tuanya.

Gadis berkaus hitam itu tersenyum pahit. Ia menggenggam tangan Orion yang menggantung di sandaran kursi, kemudian ia tersenyum hingga matanya menyipit.

"Udahan ngambeknya?" Laki-laki itu bangkit dari duduknya.

"Akunya sih masih ngambek, tapi tangan aku kayaknya udah kangen." Hana nyengir.

Orion mengusap pelan puncak kepala gadis itu, mereka terus berjalan menyusuri pinggiran kolam dan berakhir dengan terus mengikuti jalan setapak.

"Rumah pohon." Gadis itu berseru kelewat girang.

Orion yang berjalan di sampingnya sampai harus memegang dada karena lonjakan kecepatan detak jantung yang tiba-tiba.

"Boleh naik nggak ya?" Gadis itu menatap, setengah memohon.

"Coba aku tanya pengelolanya dulu, ya."

Orion berniat mencari pengelola tempat tersebut, tetapi genggaman Hana menguat.

"Nggak mau naik?"

"Nggak. Mau sama abang aja."

Orion hampir mencubit gemas pipi Hana kalau saja gadis itu tidak tiba-tiba berseru kalau ada monyet di belakang laki-laki itu. Meski Orion kelihatan sangat tenang, sebenarnya ia ketakutan. Hana senang saja melihat hewan berekor panjang itu berjalan di sekitar mereka. Akhirnya, Orion adalah orang yang pertama kali merengek untuk keluar.

Sepanjang jalan, Orion harus banyak bersabar karena Hana terus meledeknya. Gadis itu akhirnya diam ketika mereka tiba di penginapan yang memang tepat di bibir pantai.

Gadis itu berlari mendekati air ketika mobil mereka -lebih tepatnya mobil Petra yang dipinjam- terparkir.

"Rei, nggak mau beresin koper dulu?" Orion berseru dan ia tertawa ketika Hana menghentikan langkahnya.

"Oke, kamu duluan. Kopernya biar aku aja."

Hana berseru girang. Ia berlari sambil sedikit terhuyung karena ia berlari di atas pasir. Gadis itu sempat membuat bentuk hati dengan kedua tangan di atas kepala ketika Orion mengizinkannya main air lebih dulu.

Laki-laki yang kini sudah mengenakan kaus dan celana pendek itu mendekat dan duduk di dekat Hana yang sibuk main kejar-kejaran dengan ombak.

"Nggak mau makan siang?"

"Memangnya sudah jam makan siang?"

"Ini sudah jam tiga sore." Orion tertawa melihat wajah polos gadis yang ada di hadapannya.

Akhirnya mereka makan di kafe yang ada di tempat itu. Hana tidak berhenti bercerita tentang banyak hal dan Orion terus menatapnya dan tersenyum menanggapi celotehan gadis itu.

Kegiatan mereka lanjutan dengan berjalan di pinggir pantai hingga matahari mulai tenggelam. Mereka menikmatinya dengan duduk di teras vila yang mereka sewa.

"Aku harap kita bisa lihat sunset kayak gini setiap tahun." Hana berbicara setengah sadar. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Orion.

Sepertinya gadis itu kelelahan. Orion membiarkan Hana tetap pada posisinya hingga gadis itu bangun dengan sendirinya.

"Hah? Kok udah gelap? Jam berapa ini?"

Hana mengucek matanya sebelum melihat jam yang melingkar di tangannya. Jam menunjukkan pukul 20.00 yang artinya ia sudah tidur dua jam. Lehernya seperti mati rasa.

Harusnya kita ada dinner jam 7 tadi, tapi karena kamu ketiduran jadi diundur jam 9.

"Kok nggak bilang dari tadi? Aku mandi dulu." Hana menghambur ke kamarnya.

Hana hanya bisa mengerjap ketika melihat pemandangan di depannya. Dua buah kursi yang dilapisi kain putih dan emas dengan meja kecil di tengahnya, tempat itu dikelilingi banyak lampu yang menggantung dan makanan sudah tersaji di sana.

Gadis dengan kaus hitam dan make up seadanya itu menyesal karena tidak berdandan layak. Namun, laki-laki di hadapannya tetap memujinya cantik saat itu. Hana tersanjung, tetapi baru saja acara makan malam mereka dimulai, hujan mulai turun.

Tanpa mengeluh dan kesal, mereka berdua malah tertawa sambil berlari ke arah kafe, karena itu adalah tempat terdekat untuk berteduh. Untung saja makanan mereka segera diselamatkan oleh pegawai yang sedang bertugas di sana. Alhasil, mereka memakan makanannya di kafe.

@pattar.dwiyata dan 127 lainnya menyukai foto anda.

Yang habis lari dari kenyataan, bahagia banget.

@pattar.dwiyata lapor gue kalo ada apa-apa @rei.hana
@jeff.narendra kencan teros!
@rima.komang jangan lupa oleh-oleh buat gue
@Johnny.nz jalan kemana?

Hana tersenyum melihat semua komentar dari orang-orang yang ia sayangi.

"Senyum terus. Lihat apa, sih?" Orion jadi penasaran.

"Buka ig dong."

Laki-laki berkaus hitam itu segera meraih ponselnya dan membuka Instagram. Ia tersenyum ketika melihat unggahan Hana yang menandai akunnya.

"Jeff, iri aja. Emang ya. Ini pengantin baru, ngapain coba ikut-ikutan komentar."

"Bang, nggak boleh salty gitu. Mereka komentar karena sayang."

"Ikutan, ah."

@jeff.narendra dan 23 lainnya menyukai foto anda.

Yang capek tapi masih bisa senyum manis.

@pattar.dwiyata gue mengawasi, awas aja aneh-aneh
@jeff.narendra lo beneran liburan berdua? Bener-bener dah. Ini kenapa nggak ada yang bilang sama gue?
@dirgantara.orion maaf anda siapa? @jeff.narendra
@haftapetramula mobil jangan lupa dikunci
@jeff.narendra konspirasi macam apa ini? @dirgantara.orion @haftapetramula
@jeff.narendra jawab gue

"Kasihan loh itu, Kak Jeff kok nggak dijawab."

"Biarin aja. Kepo berlebihan itu nggak baik. Kadang tuh aku curiga, jangan-jangan dia ini masih naksir sama kamu. Doyan banget ngurusin hidup orang." Orion melipat tangan di dada.

"Loh, kok gitu? Kak Jeff itu salah satu orang yang paling berjasa, loh, buat hubungan kita. Harusnya kita berterima kasih banget sama dia."

"Hmm hmm." Orion menjawab malas.

"Katanya Kak Jeff dijodohin? Gimana? Lanjut nggak? Atau dia masih kekeh nggak mau dijodohin?"

Jiwa-jiwa julid Orion terpanggil.

"Jeff itu belom pernah ketemu sama cewek yang dijodohin sama dia. Sampe sekarang masih kekeh aja tuh anak menolak perjodohan. Padahal dianya sendiri nggak punya pacar. Kan sok banget. Katanya dia masih mau menjaga harga diri."

"Emangnya, abang udah ketemu cewek yang dijodohin itu?"

"Ya belum. Yang dijodohin aja belom ketemu, apalagi aku. Bentar, kok jadi bahas Jeff sih?"

Hana tertawa. Ia sebenarnya menanti-nanti saat Orion sadar. Ternyata cukup lama juga baru laki-laki itu sadar.

Satu telepon masuk. Bukan telepon biasa, tetapi panggilan video.

"Siapa?"

"Si Kampret. Males." Hana membalikkan layar ponselnya.

"Rei, kamu tahu kan seberapa nekatnya Pattar? Kalau kamu nggak angkat telepon dia, bisa-bisa dalam dua jam dia bisa ada di depan kita."

Mendengar kata-kata Orion yang sangat masuk akal, Hana akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Reihana, gue bakal samperin lo ya kalo lo nggak angkat telepon gue." Pattar berseru heboh.

"Ini udah diangkat, Kampret."

"Lo baik-baik aja, kan? Nggak diapa-apain sama Orion?"

"Mulut, ya."

"Sini gue mau ngomong sama Orion."

Dengan malas, Hana menunjukkan Orion ke layar. Orion hanya mengangguk.

"Udah ih, ganggu aja."

"Kabarin gue kalo ada apa-apa. Gue bisa nyusul ke sana. Oke."

"Iya. Iya. Bye." Hana memutuskan sambungan teleponnya.

"Dia begitu karena sayang sama kamu." Orion tersenyum.

"Iya, sayang, tapi kadang berlebihan."

"Wajar, dong. Dia pasti khawatir."

"Kok jadi pahas Pattar, sih?"

Orion tertawa. "Emangnya mau bahas kita?"

Wajah Hana merona. Ia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang kini terasa dirambati rasa malu.

***

Aloha!

Makasih masih ngikutin cerita ini. Jangan lupa jaga kesehatan yaaa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro