Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40. Jashinda

Deretan gedung tinggi dan musik akustik yang mengalun dari radio menemani perjalanan Hana dan Orion kembali ke hotel. Orion sama sekali tidak bicara setelah mereka msuk ke dalam mobil. Laki-laki itu hanya menyebutkan tujuan dan membuang muka ke arah jendela. Wanita dengan dress biru itu tahu betul kalau Orion sedang memiliki masalah karena laki-laki itu memiliki kebiasaan selalu memilih untuk diam daripada harus berdebat.

"Habis kondangan, Mba?" Supir taksi bertanya sambil melihat spion dalam.

"Iya, Pak." Hana menjawab diiringi senyuman tipis.

"Kondangan mantan? Kok Masnya kelihatan galau gitu?" Sang supir taksi memelankan suaranya saat bertanya.

Hana menggeleng kemudian menjawab, "Bukan, Pak. Dia lagi sensi aja kayaknya."

"Oh, bisa jadi Mbanya bikin cemburu ya?" Supir tersebut bertanya lagi. 

Hana hanya menjawab dengan senyuman canggung.

"Dapet bunga penganten, Mba?" 

"Sepertinya Bapak sopir ini adalah tipe orang yang suka berbicara." Hana bergumam.

"Biasanya bakal cepet nikah loh kalau dapet dari penganten gitu. Ada yang bilang cuma mitos, tapi saya percaya loh. Semoga Mba dan Masnya berjodoh ya." 

Hana kembali menanggapi dengan senyum canggung sambil sesekali melirik laki-laki di sampingnya. Dulu saat mereka masih berpacaran, Orion adalah orang yang paling semangat meledek Hana tentang pernikahan. Kini ia hanya diam mendengar mereka tengah diledek oleh supir taksi.

Untungnya hotel tempat mereka menginap terletak tidak begitu jauh dari hotel tempat pernikahan Johnny. Mereka menolak menginap di hotel yang sudah disediakan Johnny dan keluarganya karena hotel tersebut pasti sangat mahal, jadi mereka memilih hotel yang lebih terjangkau.

Setelah turun dari taksi, Hana langsung berjalan menuju lobi dengan buket bunga di tangannya. Namun, Orion berjalan sangat lambat dengan tatapan kosong. Gadis itu menghela napas dan berjalan ke arah Orion. 

"Mau temenin aku makan es krim?" Hana bertanya sembil menggerakkan buket bunganya di depan wajah Orion agar perhatian laki-laki itu teralihkan.

"Mau makan es krim di mana?" Orion menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap Hana dengan senyuman yang terlihat tidak tulus.

"Tunggu di taman aja. Nanti aku nyusul, mau beli es krim bentar." Hana segera berlari ke minimarket yang ada di seberang lobi hotel.

Orion sempat tertawa kecil karena melihat gadis yang mengenakan dress biru itu kelihatan kerepotan membawa buket bunga, jas yang disampirkan di bahu, dua buah es krim serta tas kecilnya yang entah mengapa malah ia genggam.

"Malah ketawa. Bantuin dong!" Hana berdecak setelah melihat laki-laki itu tertawa.

Hana membiarkan jas hitam itu tetap tersampir di bahunya. Kini gadis itu kelihatan seperti tukang ojek yang sedang kepanasan. Ia segera membuka es krimnya dan melahapnya dengan cepat. 

"Jas Petra?" Orion bertanya tanpa melihat Hana.

Gadis itu sempat kebingungan sebentar, tetapi ia segera menyadari kalau ada sebuah jas yang tersampir di bahunya.

"Enggak apa-apa, aku cuma tanya."

Hana mengerjap, ia menangkap sesuatu yang aneh. Orion pasti memiliki sesuatu yang ia pikirkan sendiri. Laki-laki itu kelihatan tidak semangat melahap es krim cokelatnya, padahal itu es krim favoritnya. 

"Lagi ada yang dipikirin?" Hana menatap laki-laki yang kini kelihatan sedang melamun. Orion tidak langsung menjawab dan Hana menyentuh pipi laki-laki itu dengan telunjuknya.

"Kamu kenal Jessy sejak kapan?" 

Pertanyaan Orion yang tiba-tiba itu membuat Hana membeku. 

"Jawab Hana, sejak kapan?" Suara laki-laki itu meninggi tiba-tiba. Ia bahkan mengabaikan lelehan es krim yang sudah membanjiri tangannya.

"Sejak aku kerja di RS. Memang kenapa?" Hana yang masih tidak mengetahui apa pun heran karena perubahan nada bicara Orion.

"Kamu tahu sesuatu tentang hubungan Jessy dan Pattar?" Nada suara Orion semakin pelan setelah ia menjeda kalimatnya sebelum mengatakan nama Pattar.

"Mereka teman SMP, katanya dulu Jessy juga tinggal di daerah rumah neneknya Pattar. Kenapa kok tiba-tiba jadi bahas Jessy?" Hana bertanya setelah menandaskan es krimnya.

"Dia anak ayah aku." Laki-laki itu masih menggenggam es krimnya dan menatap mata Hana yang kini berpusat padanya. 

"Dia anak ayah aku sama wanita itu. Wanita yang sudah buat Mama menderita sepanjang hidupnya." Suara Orion bergetar dan air mata menetes dari sudut matanya. Bahu laki-laki itu bergetar. "Dia adalah alasan ayah ninggalin kami."

Bola mata Hana membesar. Ia memaksa kepalanya berpikir dengan cepat. Jessy memang pernah bercerita kalau ia memiliki saudara laki-laki yang sangat ingin ia temui, tetapi keadaan tidak bisa membuat mereka bertemu. Hana kira saudara laki-laki Jessy sudah meninggal. Namun, apa yang dikatakan Orion membuat Hana mengumpulkan keping puzzle yang selama ini sudah ia miliki.

"Boleh aku peluk?" Hana meminta izin karena ia tidak mau dituduh sebagai pihak yang mencari kesempatan dalam kesempitan.

Orion tidak menjawab, tetapi matanya tidak beranjak dari gadis itu. Tanpa menunggu lagi, Hana memajukan tubuhnya dan memeluk laki-laki itu erat. Tangan Hana menepuk pelan pundak laki-laki itu. Seumur hidupnya, Hana belum pernah melihat Orion sehancur ini. Bukannya mereda, tangis laki-laki itu malah semakin menjadi. 

Hana tersenyum ketika melihat laki-laki yang tiga puluh menit lalu masih menangis itu kini tengah merutuki kebodohannya sambil membersihkan bekas es krim di kemaja putih yang ia kenakan. Setelah selesai membersihkan kemejanya, ia beralih ke jas yang sudah ia lepas sebelum bersih-bersih. 

"Menurut aku, kalian berdua nggak salah dalam kasus ini. Memangnya siapa yang mau terjebak dalam situasi serumit ini?" 

Gerakan tangan Orion berhenti, ia meletakkan jas dipangkuannya. 

"Aku yakin, sebenarnya kamu nggak membenci Jessy. Hanya saja semua fakta membuat jurang antara kalian semakin dalam. Kamu mau tahu? Jessy itu selalu bilang kalau dia sangat mengagumi kakaknya. Dia selalu memuji kamu, tetapi dia selalu mengakhiri kalimatnya dengan kata-kata yang menyedihkan. Katanya dia nggak bisa ketemu kamu karena suatu keadaan. Katanya dia bahkan tahu orang-orang yang pernah dekat dengan kakaknya. Dia menyayangi semua orang yang berharga bagi kakaknya."

"Hana." 

"Aku belum selesai. Setelah tahu semua, aku baru sadar kalau Jessy adalah satu-satunya orang yang selalu ada buat aku selain Pattar. Kamu tahu kenapa dia begitu?"

Orion menggeleng.

"Karena dia tahu kalau kamu pernah sayang sama aku."

"Karena dia tahu kalau aku masih sayang sama kamu." Orion mengulang kata-kata Hana dan memodifikasi bagian akhirnya.

Hana menoleh tidak percaya. Gadis itu mengerjap.

"Aku selalu sayang sama kamu Hana. Walaupun lima tahun aku nggak ketemu kamu, itu nggak mengubah apa pun. Aku sayang sama kamu." Orion tersenyum tipis. Matanya menatap Hana dengan tatapan teduh.

"Oke, sebentar. Kita harus luruskan ini satu-satu." Hana mengangkat tangannya dan menghentikan Orion yang kelihatannya akan mengatakan hal yang bisa membuat Hana terkena serangan jantung.

"Oke. Silahkan."

"Pertama, kamu terima gitu aja penjelasan aku tentang Jessy?"

Orion tersenyum. "Bukan cuma kamu, Pattar juga sudah ceramahin gue tadi. Seenggaknya kata-kata kalian bisa bantu aku buat mikir waras."

Hana mengangguk. "Kedua, Sekarang udah nggak apa-apa?" 

"Aku baik-baik aja, nggak usah berlebihan." Orion mengusap puncak kepala Hana.

"Ketiga, silahkan lanjutin kata-kata yang kepotong tadi."

Orion tersenyum hingga gigi kelincinya terlihat jelas. "Kamu siap dengarnya?" 

Hana menelan ludah. Ia memegang ujung dress-nya erat kemudian mengangguk.

"Harga es krim tadi berapa, mau gue bayar." Orion berbicara sambil merogoh sakunya.

Hana menghela napas. Ternyata memang hanya harapannya yang terlalu tinggi. Ia cemberut dan menatap Orion sinis.

"Maju terus bibirnya." Laki-laki itu tertawa keras.

"Sepuluh ribu. Sini mana? Aku mau balik ke kamar." Hana bangkit berdiri dan menyodorkan tangannya untuk meminta uang dari Orion. 

Orion turut bangkit berdiri dan menyerahkan selembar uang lima puluh ribu. Hana mengambil uang itu dengan cepat kemudian ia berbalik.

"Hana, kamu mau jadi pacar aku lagi?" Orion bertanya dengan suara penuh keyakinan.

Gadis itu berhenti. Wajahnya sudah semerah udang rebus. Ia ragu untuk berbalik, tetapi ia sangat ingin memeluk laki-laki itu sekarang. 

"Nggak apa-apa kalau kamu belum siap."

Hana berbalik dan tersenyum. Senyuman gadis itu membuat senyum Orion turut mengembang. 


***

Aloha.

Akhirnya setelah vakum lagi. Kayaknya cerita ini yang punya waktu penulisan paling lama.

Terima kasih yang sudah baca dan selalu kasih vote.


Ada yang tanya, cerita yang pake visual Yena cerita mana aja?

The Untold Story, The Untold Story 2 : Spark Of Hope, Gelembung Mimpi sama Ponytail. yang belum tamat tinggal TUS 2. 


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro