Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35. Damai

Gadis dengan perawakan tidak terlalu tinggi itu mengintip dari jendela yang ada di depan ruangan piket dokter. Matanya menyipit dan berusaha melihat ke seluruh ruangan itu dari celah kecil yang terbentuk antara jendela dan tirai. Tiba-tiba tubuh Hana membeku karena seseorang menepuk pundaknya. 

"Cari siapa?" 

Begitu mendengar suara itu, Hana mengembuskan napas lega. Ia tersenyum kaku hingga senyumannya lebih mirip cengiran kuda. Kemudian tubuhnya berbalik dan ia menyembunyikan kedua tangan di balik tubuhnya.

"Cari siapa, Rei?" Laki-laki berjas putih itu bertanya sambil melepaskan kacamatanya.

"Cari Dokter. Boleh ngomong sebentar?" Hana mengumpat dalam hati setelah menyadari kalau kata-katanya sungguh ambigu.

"Sekarang juga lagi ngomong." Orion tertawa, gigi kelincinya terlihat jelas. Namun, senyuman Orion menghilang ketika matanya mendapati seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka.

Mata Hana turut mengikuti arah tatapan laki-laki di hadapannya. Hana sempat melotot tidak percaya karena mendapati Petra berdiri di sana.

"Jadi, dia alasan lo dateng ke ruangan gue?" Orion berbicara dengan nada tidak bersahabat.

"Bukan, aku ...." Hana menjawab terbata. Kalimatnya berhenti ketika Petra mendekati mereka.

"Gue mau ngobrol. Lo ada waktu?" Petra bertanya sambil terus menggesekkan kuku jempol dan telunjuknya. 

"Maaf saya sibuk."

Hana paham betul kalau laki-laki itu tidak nyaman. Gadis itu menatap Orion memohon agar laki-laki itu mau berbicara dengan Petra.

"Shift lo kelar jam berapa? Gue tunggu sampai selesai." Petra tidak menyerah.

Seorang dokter lainnya keluar dari ruang piket. "Dokter Orion, masih di sini? Bukannya jam piket Dokter sudah selesai satu jam lalu?" 

Orion melotot tajam. Dokter yang baru saja keluar itu langsung memahami situasi dan segera beranjak dari tempatnya dengan alasan ia harus melakukan kunjungan ruangan.

"Gue rasa lo punya waktu buat ngobrol sama gue." Petra masih tidak menyerah.

"Saya rasa nggak ada yang perlu dibicarakan. Saya nggak punya hubungan apa-apa dengan Anda." Orion masuk ke ruangan itu dan berniat segera menutup pintunya.

"Orion Dirgantara, sampai kapan pun lo tetap sahabat gue. Dulu, lo sendiri yang bilang kalau apa pun nggak akan bisa memutuskan hubungan itu. Gue datang ke sini untuk meluruskan benang kusut." Petra berbicara dengan suara keras. Bahkan beberapa perawat yang ada di sekitar lorong sampai menghentikan kegiatan.

Laki-laki yang masih mengenakan jas itu menghentikan gerakannya menutup pintu. Ia malah membuka pintu itu kembali dan kepalanya menyembul dari sana.

"Tunggu di kafe depan, gue datang sepuluh menit lagi dan tanpa Rei."

"Tanpa Hana. Thanks." Petra segera beranjak dari sana tanpa sempat menyapa Hana.

Gadis itu tersenyum pada Orion yang masih bediri di sela pintu.

"Kenapa?" Orion bertanya masih dengan nada tidak bersahabat.

"Nggak apa-apa. Terima kasih, ya. Jangan berantem." Hana melambaikan tangannya dan segera pergi dari sana.

Diam-diam Orion menyunggingkan senyum.

***

Belum genap satu minggu sejak Petra putus dari Hana, ia sudah kembali duduk di meja yang sama untuk bertemu Orion. Laki-laki itu sudah memesan minuman untuk mereka. Ia terus menggerakkan kakinya dan jari-jari tangannya mengetuk meja. Petra otomatis berdiri begitu mendapati laki-laki berkaus hitam yang berjalan ke mejanya.

"Silahkan." Petra berbicara kaku.

Mereka menarik kursi masing-masing dan duduk dengan cepat. Kecanggungan memenuhi meja itu. Petra meraih gelas kopi dan meneguk es kopinya. Orion kelihatan tidak nyaman karena ia terus melihat ke arah lain. 

"Maaf," kata mereka bersamaan.

"Lo dulu." Petra mempersilakan Orion berbicara lebih dulu.

"Anda yang mengundang saya ke sini, seharusnya Anda yang berbicara lebih dulu." Orion berbicara tanpa menatap Petra sedikit pun.

"Gue minta maaf untuk semua yang sudah gue lakukan." Petra menunduk dalam. Kakinya masih terus bergerak mengetuk lantai.

Orion menatap laki-laki yang ada di hadapannya ini. Mau tidak mau semua kenangan mereka terputar di kepalanya. Saat tidak ada seorang pun yang berani mendekatinya karena sifatnya yang kelewat jutek, Petra datang mengajaknya bicara lebih dulu. Hal itu membuat Orion jadi anak yang lebih ceria. Saat beberapa orang membanggakan ayah mereka, Petra selalu melihat dari sudut pandang yang sama dengannya. 

Saat ia mengeluh karena kegiatan ekstrakulikuler, Petra malah membawanya untuk lebih mengenali kegiatan itu dan mereka jadi lebih dekat daripada saudara. Semua kenangan mereka selama kuliah, begadang bersama, mengerjakan tugas bersama, bahkan berbagi makanan dari piring yang sama. Rasanya hampir sepertiga hidupnya selalu ditemani Petra.

"Gue sudah meninggalkan lo di saat paling mengerikan dalam hidup lo. Maaf gue terlambat tahu semuanya. Maaf gue sudah salah menilai lo." Tatapan mereka bertemu. Suasana jadi menghangat. Tidak ada lagi tatapan sinis dari Orion.

"Lo nggak salah. Gue yang terlalu pengecut dan pilih kabur dari semuanya. Thanks lo sudah jaga Rei dengan baik. Gue bisa lihat kalau dia sudah kembali seperti dulu. Memang dia pantas sama laki-laki baik kayak lo." Setelah mengatakan kalimatnya, Orion meraih kopinya.

"Gue sama Hana sudah putus." 

Kata-kata Petra membuat Orion menghentikan gerakannya. Ia sempat membeku sejenak sebelum kembali menguasai diri.

"Robusta. Lo masih ingat kesukaan gue dengan baik." Orion menyesap kopinya dengan tenang.

"Saat gue seharusnya menjadi jembatan antara kalian, tapi gue malah memutuskan hubungan dengan lo tanpa mencari tahu kebenaran." 

"Gue yang memutuskan semua kontak dengan kalian. Lo nggak salah. Bokap gue yang salah. Dia yang selingkuh dan buat hidup gue berantakan. Lo nggak buat kesalahan apa pun. " Orion berbicara lebih santai. 

"Kenapa lo tiba-tiba balik dan nggak memberi kabar apa pun ke anak 127?" Petra sudah berbicara dengan nada normal, tidak lagi sepelan sebelumnya.

"Gue rasa kita sudah sama-sama dewasa dan bisa memahami semua keputusan yang gue ambil. Gue merasa nggak perlu kasih kabar ke anak-anak karena gue tahu kalau selama ini Jeff selalu mengawasi gue dari jauh. Saat gue butuh pekerjaan paruh waktu, dia selalu hubungi semua koneksinya buat bantu gue tanpa gue tahu. Akhirnya gue tahu setelah salah satu bos gue tanya apa gue kenal seseorang dari Arkanayaka. Siapa lagi kalau bukan dia?" Orion tertawa kecil.

"Jadi, lo maafin gue?" Petra bertanya dengan tatapan penuh harap.

"Jadi, kenapa lo putus sama Rei?" Orion tiba-tiba berbicara serius.

"Gue yang ambil keputusan itu. Seharusnya Hana punya lo." Petra kembali memelankan suaranya.

Orion mengangguk. "Rei bukan barang yang bisa dikembalikan. Biarin dia pilih. Jujur, gue nggak akan melepaskan dia semudah dulu."

"Gue nggak berniat untuk mengganggu hubungan kalian lagi." 

"Kapan anak-anak bisa kumpul?" Orion bertanya, berusaha mengalihkan pembicaraan. 

"Kalau lo mau, gue bisa masukin lo ke grup lagi. Masalah kumpul mah urusan kecil, selama mereka senggang, kapan pun ditelepon pasti bisa kumpul."

"Oke. Masukin gue ke grup, tapi gue nggak bisa pergi ke sana sebelum akhir bulan." Orion menjawab dengan senyum tipis.

"Kenapa?" Petra yang tidak memiliki petunjuk apa pun kebingungan dengan permintaan sahabatnya ini.

"Nunggu uang gajian." Laki-laki berkaus hitam itu tersenyum kaku. 

Petra tertawa. "Gue kira kenapa."

"Gue nggak sekaya dulu. Bokap putusin semua fasilitas buat gue sejak gue mutusin buat cabut dari apartemen yang dia kasih. Sejak itu, gue sama nyokap cuma andelin uang dari hasil jual rumah atas nama nyokap dan gaji paruh waktu gue." 

"Gue ngerti." Petra meraih ponselnya dan menyentuhnya beberapa kali hingga satu notifikasi masuk ke ponsel Orion. "Lo sudah masuk grup."

***

Aloha!

Senang bisa ketemu lagi sama Bang Ion dan Bang Petra. 

Maaf banget buat teman-teman yang sudah nunggu cerita ini. Sebulan full aku sibuk nulis di work sebelah. Kalau ada waktu, mampir yaa. Judulnya Ponytail. Sudah tamat loh. 

Oh iya, main cast-nya Yena juga. Yuk, mampir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro