Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Bubur Ayam

Hana berdiri di depan gerbang asrama. Ia tengah menimbang apakah ia perlu melakukan hal ini. Namun, ia merasa kalau hal ini wajar dilakukan seorang teman. Ya, teman. Mereka berteman sebelum menjadi kekasih. Jadi, wajar saja kalau Hana merasa tindakannya benar.

Beberapa detik kemudian, Hana menggelengkan kepala dan memikirkan hal sebaliknya. Orion adalah mantan pacarnya. Kalau kata Pattar, pertemanan setelah pacaran itu ibaratkan berusaha mencampurkan air dan minyak, alias tidak mungkin.

Akhirnya Hana memutuskan untuk kembali pulang. Kalau Pattar tahu hal yang ia lakukan, pastilah Hana akan menerima ceramah selama berjam-jam. Namun, takdir berkata lain. Ketika berbalik, Hana mendapati laki-laki yang hendak ia temui itu berdiri di hadapannya sambil membawa sekantong plastik.

Hana sempat menahan napas selama beberapa detik. Sebelum akhirnya mundur dua langkah.

Sebelumnya ia tidak pernah tahu kalau ia merindukan Orion sebanyak itu. Ini pertama kalinya ia berdiri begitu dekat dengan laki-laki itu. Bahkan ia bisa mencium aroma khas dari parfum yang biasa digunakan laki-laki berkaus abu-abu itu. Ketika mata mereka bertemu, Hana benar-benar ingin memeluk Orion.

Laki-laki yang kini ada di hadapannya terlihat berbeda. Sorot matanya kelihatan lebih sendu. Berbeda dengan lima tahun lalu, Orion adalah sesorang yang sangat ceria. Berbeda dengan beberapa hari lalu, ia kelihatan dingin meskipun sangat ramah pada pasiennya. Hari ini, Hana melihat sisi lain dari Orion.

"Hai." Gadis dengan jaket kuning itu melambai canggung.

"Maaf, anda menghalangi jalan masuk." Kata-kata yang keluar dari mulut Orion membuat Hana merasa kalau ia benar-benar tidak pantas berada di sana.

Dengan cerdik, Hana mengganti topik pembicaraan. "Saya boleh temani dokter sarapan?"

"Sepertinya kita tidak terlalu dekat untuk sarapan bersama."

"Ei, jangan gitu dong. Kita sudah pernah makan siang bareng. Masa sarapan bareng aja nggak boleh?" Hana kelewat berani. Entah dari mana ia mendapatkan keberanian untuk mengatakan hal itu.

Orion menghela napas, tetapi ia tersenyum tipis setelahnya.

***

Akhirnya sepasang mantan kekasih itu memilih makan bubur ayam di pinggir jalan. Tidak seperti sebelumnya, Hana jadi lebih memperhatikan Orion. Ia mengambilkan sendok, mendekatkan mangkuk, hingga mencabut tisu untuk laki-laki itu.

"Lo salah makan sesuatu nggak kemaren?" Orion bertanya setelah menandaskan bubur ayamnya.

Hana merasa lega karena kini Orion telah menggunakan sapaan yang tidak kaku. "Enggak, kenapa?"

"Kalau nggak ada apa-apa, kenapa tiba-tiba sikap lo berubah?"

Hana meremas ujung jaketnya. "Maaf, aku baru tahu kalau kemarin hari peringatan kematian Mama. Aku turut berduka cita."

Mata gadis itu berkaca-kaca. Bayangan masa lalu berputar di kepalanya ketika ia menyebutkan kata 'Mama'.

Wanita paruh baya itu berkunjung ke apartemen Orion tanpa memberi tahu. Saat itu, Orion dan Hana tengah menonton film bersama. Mereka memang menyukai kegiatan itu, terlebih lagi Orion punya proyektor yang bisa membuat mereka menonton dengan sensasi yang sama seperti di bioskop. Bukan karena hemat, hanya saja Hana lebih menyukai itu. Ia merasa bisa leluasa mengekspresikan emosinya.

Hana dan Orion membeku di tempat ketika mereka mendengar suara pintu terbuka. Memang mereka tidak dalam kondisi yang patut dicurigai, tetapi tetap saja situasinya menjadi canggung ketika mereka mendapati kalau sosok yang muncul adalah Mama. Punggung Hana menegang karena sebelumnya ia menduga kalau Petra atau Jeff-lah yang akan muncul.

Wanita itu melenggang santai dan menyapa Hana yang masih membeku di tempat. Ia mendapatkan pelukan singkat dari Mama.

"Udah, lanjut aja. Mama cuma mau periksa isi kulkas Orion aja kok." Wanita itu berjalan dengan kantung plastik penuh.

"Mama nih, kalau mau dateng bilang dong." Orion jadi sewot.

"Tadinya Mama nggak curiga loh, Yon. Begitu kamu protes, kok Mama jadi curiga." Wanita itu menyelidik. Menatap Hana yang sudah dibuat panas dingin.

Bukan karena ia takut, tetapi ia merasa dalam posisi yang salah. Meskipun sudah pernah bertemu sebelumnya, tetap saja Hana merasa perlu menjaga image-nya sebagai calon menantu idaman.

"Ma!" Orion berteriak memohon. Lebih mirip seperti rengekan.

Tawa wanita itu pecah. Hana mendapati kalau Orion tengah cemberut hingga wajahnya kelihatan jelek.

"Mama sih nggak percaya sama kamu, tapi Mama percaya sama Hana." Wanita itu ikut bergabung dan duduk di antara mereka.

"Ma!" Orion kembali merengek.

"Masa Mamanya nggak boleh ikutan sih?" Wanita paruh baya itu bergelayutan di bahu Orion.

Hana tersenyum. Ia bisa melihat dari mana datangnya sifat ceria Orion. Sifat jahilnya pasti menurun dari Mama.

"Jadi, lo mengasihani gue?" Orion berbicara setelah menyeringai.

Pertanyaan Orion membuat bayangan Hana mengabur seketika. "Bukan gitu maksud gue."

"Gue tahu, disaat seperti sekarang lo pasti butuh teman." Hana menunduk dalam.

"Teman?" Orion mengaduk teh hangatnya dengan pelan.

"Sebelum pacaran kita teman, jadi nggak salah dong kalau sekarang kita kembali jadi teman?" Hana merutuki dirinya sendiri setelah mengatakan hal itu. Kalau Pattar tahu, ia pasti sudah dimaki-maki.

"Gue nggak bisa berteman sama lo. Pilihannya hanya pasangan atau orang asing." Orion menatap lurus pada kedua mata Hana.

Hana jadi dibuat kikuk. Jantungnya berdebar tidak teratur. Rasa ini harusnya tidak muncul kembali. Rasa ini tidak boleh muncul lagi.

***

Aloha!

Terima kasih sudah membaca.
Dikit lagi sampai ending gais....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro