Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32. Saudara Rawa

Bagi kebanyakan orang mungkin akan terlihat aneh jika sesama playboy kampus berteman baik. Hubungan pertemanan Jeff dan Pattar tidak hanya terjalin karena mereka sesama penghuni rawa, tetapi lebih dari itu. Mereka tergabung dalam satu tim sepak bola kampus dan mereka memiliki beberapa teman yang sama. Ditambah lagi fakta kalau Jeff adalah sepupu dari Zaivan.

Di luar lingkaran pertemanan 127 squad, bisa dibilang kalau Pattar adalah salah satu teman terdekat yang Jeff miliki. Sering kali mereka nongkrong bersama tanpa sepengetahuan Petra, Zaivan maupun Hana. Karena itu, wajar saja Hana sempat meragukan pernyataan Pattar yang berniat menemui Jeff.

Laki-laki dengan jas putih dan stetoskop yang menggantung di leher itu memincingkan mata saat melihat nama yang muncul di layar ponselnya. Dengan ragu, ia mengusap layar dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Kapan ada waktu?" Tanpa salam maupun sapaan, suara dari seberang sana membuat Jeff berdecak kesal.

"Lo memang nggak ada sopannya ya? Heran gue."

"Gue serius, Bro. Kapan lo ada waktu? Gue lagi di deket RS lo nih."

"Bener-bener nggak waras. Ngapain lo ngajakin gue ketemu siang bolong gini? Tempat nongkrong belom buka, Bro." Jeff berhenti untuk duduk di salah satu kursi panjang yang ada di depan ruangannya.

"Capek ngomong sama lo." Sambungan telepon tiba-tiba terputus.

Jeff dikejutkan oleh seseorang yang kini berdiri di hadapannya sambil menatapnya sinis. Jeff langsung mengenali laki-laki bertindik itu.

"Kayak setan lo, tiba-tiba nongol." Jeff mengelus dada melihat Pattar yang kini berdiri di hadapannya.

Laki-laki berjaket kulit itu tersenyum mengejek. "Gue tunggu lo ganti baju. Nggak ada penolakan. Gue tau kerjaan lo udah beres."

"Wah, sampah emang." Jeff mengumpat, tetapi setelah itu lesung pipinya tercetak sempurna karena senyumannya.

***

Jeff memilih salah satu kedai kopi favoritnya sebagai tempat untuk berbicara dengan Pattar. Kedai itu memiliki konsep tradisional dan menyatu dengan alam. Jeff sengaja memilih meja yang berada di luar ruangan agar mereka bisa berbicara dengan leluasa.

Kedai itu tidak begitu ramai, mungkin karena ini masih siang. Hanya ada beberapa orang yang kelihatannya adalah mahasiswa fakir kuota yang sedang mengerjakan tugas sambil minum kopi. Mungkin supaya terlihat mengikuti tren.

Jeff mengeluarkan kotak pipih dari saku jaketnya. Ia membuka kotak tersebut dan menyodorkannya pada Pattar. Laki-laki bertindik itu dengan senang hati mengambil sebatang benda yang diberikan Jeff.

"Gue kira lo udah berhenti." Pattar menyelipkan batangan kecil di antara bibirnya. Satu embusan asap keluar setelah ia selesai berbicara.

"Nggak sepenuhnya. Kalau ketemu sama manusia macam lo, nggak mungkin gue nggak nyebat." Jeff menjawab santai.

Pattar terkekeh.

"Kenapa lo tiba-tiba ngajak gue ketemu? Udah kayak pacar habis LDR aja sampe nyamper ke RS." Jeff bertanya dengan tatapan menyelidik.

Sebenarnya, sudah sangat lama sejak Jeff merokok untuk terakhir kalinya. Ia hanya merokok jika sudah terlalu penat atau ada masalah berat yang ditanggungnya. Namun, firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres ketika menyadari Pattar pasti punya hal penting yang perlu dibicarakan. Sejauh yang Jeff tahu, Pattar dan Zai sedang mengambil libur panjang setelah proyek terakhir mereka. Karena itu, Jeff mengantongi stok rokok terakhir yang ada di lokernya.

Laki-laki bertindik itu menyeringai. "Ntar, gue kelarin ini dulu."

"Nggak usah sok mikir gitu." Jeff mematikan puntung rokoknya dan menyandarkan punggungnya di sofa.

Pattar turut mematikan rokoknya. Laki-laki itu sempat tersenyum sekilas sebelum mengangkat satu tangannya.

Seorang pelayan menghampiri mereka. Jeff menghela napas kesal. Tingkah Pattar memang selalu tidak terduga. Laki-laki itu malah memesan es kopi lainnya. Ketika Jeff bertanya-tanya dalam kepalanya, laki-laki itu malah tersenyum tanpa merasa bersalah.

"Oke, Jeffry Narendra. Gue mau tanya apa maksud lo kasih foto Orion ke Hana? Apa tujuan lo?" Tatapan mata Pattar berubah drastis. Senyum di wajahnya menghilang sempurna.

Jeff tidak langsung menjawab. Ia malah menghela napas panjang.

"Lo tahu gimana hubungan gue sama Hana? Gue bahkan bisa menghancurkan lo kalau lo berani main-main sama dia."

"Gue sudah duga, lo pasti akan terlibat dalam masalah ini. Petra abang lo, dan Hana sudah lo anggap adik. Gue nggak punya maksud khusus sama Hana. Gue cuma nggak tahan lihat hubungan Orion dan Petra yang hancur cuma karena salah paham. Gue merasa kalau gue harus bertanggung jawab karena gue berada di tengah mereka. Seenggaknya mereka harus menyelesaikan kesalahpahaman ini."

"Kenapa lo nggak kasih bukti itu sendiri? Ini sudah lewat 5 tahun dan lo baru kasih tahu semua fakta itu." Pattar mengepalkan tangannya. Berusaha menahan emosi. Bagaimana pun juga, laki-laki yang menjadi lawan bicaranya kini adalah temannya.

"Hana dan Petra kelihatan baik-baik aja. Orion juga sudah menjalani kehidupan barunya. Gue nggak pernah menduga kalau takdir mereka akan sebercanda itu. Siapa yang menduga kalau Orion tiba-tiba pulang dan bekerja tepat saat Petra pergi sekolah?" Setelah mengajukan pertanyaan, Jeff menyesap kopinya dan membiarkan pelayan kedai itu meletakkan es kopi yang sebelumnya dipesan Pattar.

Jeff melanjutkan kata-katanya setelah pelayan tersebut kembali masuk, "Gue rasa, lo lebih tahu dari siapapun. Petra dan Orion sudah berteman lama. Mereka mengandalkan satu sama lain. Mereka berbagi banyak hal yang mungkin lo nggak tahu. Gue cuma mau kesalahpahaman mereka selesai. Untuk Hana, gue rasa cuma dia yang bisa memilih. Kita nggak punya hak untuk menghakimi siapapun. Petra dan Orion sama-sama salah."

"Gue mau dengar cerita lengkap versi lo. Apa yang buat Orion dan Petra ribut?"

Jeff menceritakan awal mula permasalahan itu muncul. Ia berusaha menjelaskan setiap detail yang masih ia ingat. Sepanjang cerita, Pattar banyak mengangguk dan berusaha memahami dari sisi Orion maupun Petra.

"Gue rasa, campur tangan kita bisa cukup sampai di sini." Pattar menautkan jari-jarinya dan menunduk dalam.

"Gue punya banyak kesempatan untuk ngomong sama Orion. Gue menyesal karena saat itu gue pilih cara yang salah. Gue sudah menjelaskan semuanya sama Petra. Petra bilang, minggu ini dia akan balik dan menyelesaikan semuanya. Apapun keputusan Petra, gue harap itu yang terbaik."

Pattar mengangguk dan menenggak es kopinya banyak-banyak.

***

Gadis dengan ikat rambut kuning yang melingkar di tangan itu menyembulkan kepalanya di jendela. Ia mencari seseorang yang sudah dua hari ini tidak terlihat. Gadis itu sampai tidak menyadari kalau Jessy sudah ada di sampingnya. Gadis itu turut mengamati Hana yang terlihat sibuk mencari seseorang.

Hana melonjak ketika mata mereka bertemu.

"Cari siapa sih?" Jessy menatap Hana dengan seringai di wajahnya.

"Enggak. Lagi iseng aja." Hana menjawab dengan terbata-bata.

"Sudah dua hari begini, nggak mungkin iseng. Cari siapa?" Jessy melipat tangan di dada dan menyipitkan mata.

Hana tersudut, akhirnya ia mengaku, "Dokter Orion sudah nggak masuk dua hari ya?"

Jessy nyaris saja bersorak, tetapi ia berhasil menahan diri. "Kemarin peringatan hari kematian ibunya. Dokter Orion ambil cuti dua hari. Besok sudah masuk kok."

"Ibunya?" Hana bertanya dengan suara bergetar.

"Iya. Lo beneran nggak tahu?"

Hana menggeleng pelan.

"Kata anak-anak sih, dokter Orion sudah balik ke asrama. Kali aja lo mau menghibur dia atau menyampaikan belasungkawa." Jessy tersenyum. Kemudian ia menepuk pelan pundak Hana.

"Terima kasih."


Aloha!
Terima kasih sudah membaca.

Pengen nangis kalo inget backgroundnya Bang Ion. Huee... Kayaknya bakal banyak bawang, tapi tenang stok uwu kita masih banyak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro