23. Mendung
Tidak seperti biasanya, pagi ini matahari tak kunjung muncul. Hana jadi semakin malas untuk beranjak dari kasur empuknya. Ia sudah mengatur banyak alarm untuk mengulur waktunya di atas tempat tidur.
"Hana, kamu nggak kerja?" Hana bisa mendengar suara Bunda yang memanggilnya, tetapi ia hanya meregangkan tubuhnya, "Ini Petra sudah nunggu loh."
Seketika itu juga, Hana melompat dari tempat tidur dan berlari menghambur ke pintu. Benar saja, laki-laki dengan kemeja abu-abu itu tengah duduk di meja makan. Satu lagi, ternyata ada tamu tambahan. Pattar yang hanya mengenakan kaus tanpa lengan melambai setelah menggigit roti lapisnya.
"Ngapain lo di sini?" Hana jadi sewot ketika melihat Pattar yang mengunyah roti lapis dengan suara yang dibuat-buat.
"Ye, emang ini rumah lo? Suka-suka gue dong, ini kan rumah Bunda." Pattar menyeringai melihat Hana dan tersenyum manis pada Bunda yang kini duduk di sampingnya. Lebih menyebalkannya lagi, Bunda malah menepuk kepala Pattar.
"Bun, ih. Masukin aja dia ke KK sekalian. Anak Bunda aku apa dia, sih?" Hana melotot tajam pada Pattar yang justru dibuat tertawa karena kata-katanya.
"Yaudah kamu masuk KK bareng Abang aja." Petra mengatakan kalimat itu dengan nada yang sulit diartikan.
Hana membelalak dan menatap Petra penuh tanya. Bunda dibuat senyum sendiri, sedangkan Pattar tengah sibuk meneguk air putih karena tersedak mendengar kata-kata Petra.
"Gue keberatan. Gue nggak mau ya punya adek perempuan macem dia. Amit-amit." Pattar melancarkan repetan-nya setelah berhasil menghabiskan segelas air.
Petra tertawa kecil. Hana juga ikut tertawa canggung, padahal ia tahu benar maksud dari Petra.
"Abang balik kapan?"
"Hari ini." Pattar menjawab dengan cepat.
"Gue nggak tanya lo ya." Hana kembali memelototi Pattar.
Pattar berdecak dan menggeser kursinya menjauh dari Hana. "Dasar nenek lampir. Mauan aja lo sama dia, Bang?"
Petra hanya tertawa. Namun, dalam hati ia sangat ingin menanyakan hal yang sama pada adiknya yang dulu sempat cinta mati dengan gadis yang baru saja disebut sebagai nenek lampir ini.
***
Langit mendung berubah menjadi gerimis halus saat mobil Petra memasuki area rumah sakit. Petra hanya mengantar Hana hingga lobi rumah sakit karena ia harus segera ke bandara untuk kembali ke ibukota dan melanjutkan studinya.
Sebelum Hana turun, Petra sibuk meraih bagian belakang joknya. Ia berniat memberikan payung pada Hana, tetapi usahanya malah dijawab santai oleh adiknya yang duduk di jok belakang.
"Payungnya ketinggalan di rumah Bunda. Udah elah, dikit doang itu. Bisa lari kok dia. Iya, kan?" Pattar tersenyum, jenis senyum yang menyebalkan. Kalau saja ia tidak nyaris terlambat, Hana pasti sudah mengajak Pattar bertengkar.
"Maaf, ya. Tadi nggak aku cek dulu." Petra menunduk, menunjukkan rasa bersalahnya.
"Nggak apa-apa." Hana meraih laki-laki berkemeja abu-abu itu dalam pelukan singkat sebelum ia turun.
Pattar membuka jendela dengan cepat dan meledek Hana, "Gue nggak dipeluk? Pilih kasih lo."
"Buaya darat nggak usah ngemis-ngemis pelukan. Bye." Hana berlari masuk. Hal itu membuat kedua kakak beradik yang ada di mobil itu tertawa melihat tingkahnya.
Pattar pindah ke jok depan setelah Hana tidak lagi terlihat. Ia memasang seat belt dan memundurkan jok hingga ia mendapatkan posisi yang nyaman untuk terlelap.
Petra hanya tersenyum melihat tingkah adiknya ini. Pattar sudah kembali ceria seperti saat mereka masih kecil. Menyenangkan bisa melihat ia dan Hana bertengkar layaknya anak tk berebut mainan yang sama.
"Lo baik-baik aja, Bang?" Pattar bertanya dengan mata yang tertutup.
"Baik. Kenapa memangnya?" Petra mengambil jalur tercepat menuju bandara.
"Orion bakal gantiin posisi lo di rumah sakit."
"Lo tahu dari mana?" Petra sempat melirik untuk memastikan raut wajah adiknya.
"Abang meragukan persahabatan gue sama Hana? Ya, Hana yang cerita lah. Jadi, lo baik-baik aja?" Laki-laki bertindik di telinga itu tidak tahan dengan pertanyaan kakaknya dan akhirnya memilih menatap wajah Petra lekat.
"Gue takut. Gue takut karma bakal bekerja. Gue takut Hana bakal diambil lagi sama dia." Petra berbicara pelan dengan suara bergetar.
Pattar mengamati perubahan raut wajah Petra dan jari tangannya yang tidak berhenti mengetuk setir mobil. "Berarti lo nggak percaya sama Hana."
"Gue percaya sama Hana, tapi gue nggak percaya sama diri gue sendiri."
***
Orion baru saja selesai dengan lembur 24 jamnya. Pilihannya tepat karena ia berhasil memantau pasien selama 24 jam penuh. Ia bersyukur karena dulu ia sering begadang, tidak ada masalah yang serius kalau ia tidak tidur selama 24 jam penuh. Setelah rekannya bersedia menggantikan posisinya untuk mengawasi pasien khusus tersebut, akhirnya Orion bisa pulang ke asrama. Tidak seperti kehidupannya saat kuliah, kini Orion memilih hidup lebih sederhana.
Laki-laki dengan kaus hitam itu tanpa sengaja menyaksikan adegan yang seharusnya tidak perlu ia lihat. Ia bisa melihat Hana memeluk Petra sebelum turun dari mobil. Terima kasih untuk pintu kaca besar yang ada di lobi.
Saat Hana berlari menuju tempat Orion berdiri, ia segera memalingkan wajah. Berharap tidak perlu melihat wajah gadis itu. Namun, Hana tetaplah Hana. Kebiasaannya masih sama, ia tidak pernah mengikat tali sepatu dengan benar.
Orion berusaha keras untuk menghapus semua adegan lawas yang memaksa untuk berputar di kepalanya. Satu pekikan membuat semua adegan itu menghilang. Orion mengenali suara itu. Ia segera berjalan cepat menghampiri Hana yang kini tengah duduk sambil memegangi lutut.
Tanpa mengatakan apapun, laki-laki berbaju hitam itu berlutut di depan Hana dan mengikat tali sepatunya. Sesaat sebelum ia menyentuh tali sepatu itu, Orion menyesali hal yang tengah dilakukannya.
Hana hanya bisa membeku di tempat. Untungnya lobi tidak terlalu ramai. Orion segera berdiri setelah mengikat tali sepatu Hana dan berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Gadis bergelang kuning itu memandang punggung Orion yang semakin menjauh dan ia berkata, "Terima kasih."
#30DayWritingChallenge #30DWCJilid28 #Day16
Yak, hari ini segitu dulu untuk cerita segitiganya Petra-Hana-Orion. Jangan tanya Pattar gimana, doi udah kehalang sama hubungan seperair-susuan.
Setelah baca ulang, cerita Zai sama Reva belum ada yang nongol nih. Ada yang nungguin nggak?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro