2. Memori
Kenangan itu memang indah kalau diingat. Kafe tempat Orion duduk sekarang penuh dengan kenangan indah, tetapi semua kenangannya rusak oleh satu kejadian yang baru saja terjadi.
Laki-laki berkemeja biru itu masih menatap ke arah pintu keluar. Berusaha mencari sisa-sisa jejak dari gadis yang baru saja berlalu. Dalam hati ia berharap kalau gadis itu tiba-tiba kembali. Namun, yang ia dapati hanya dirinya sendiri yang mengharap dalam sepi.
Satu getar di ponselnya membuat Orion berhenti melamun. Ia menyentuh layar ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk. Jarinya bergerak cepat begitu membaca pesan tersebut.
"Gue diputusin." Orion berbicara tanpa emosi dan diiringi dengan helaan napas berat.
"Lo bisa balik sendiri?" Suara berat dari ponselnya kedengaran khawatir.
"Kayaknya gue bakal balik ke apartemen lama. Gue lagi pengen sendiri."
Tidak ada jawaban dari seberang sana.
"Gue tutup teleponnya. Makasih lo sudah menghubungi gue."
Setelah sambungan telepon terputus, Orion melangkah keluar dari kafe. Ia berjalan malas, tampak tidak peduli dengan sekitarnya. Tepat di pintu masuk, ia menabrak seseorang.
"Bang Ion?" Gadis itu menutup mulutnya, kaget.
"Hai, Reva. Apa kabar?" Orion menjawab datar.
"Bukannya Abang sudah menghilang ditelan bumi?"
Laki-laki itu memiringkan kepalanya, alisnya tertaut dan keningnya berkerut.
"Kata Kak Hana sih gitu. Lagian Abang nih, ngapain coba pake pengabdian segitu lamanya dan nggak bilang-bilang?"
Orion hanya mampu menghela napas dan menyesali semuanya. Melihat calon adik iparnya saat ini membuat laki-laki itu menunda niatnya untuk pulang. Menyebut Reva sebagai calon adik ipar mungkin kurang cocok karena hubungannya dan Hana baru saja berakhir.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro