Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Rumah Sakit

Langit menggelap hingga cahaya matahari tak mampu menembusnya. Ini masih tengah hari, tetapi Petra tidak dapat merasakan panasnya. Mobil yang ia kendarai melaju semakin cepat saat rintik hujan mulai turun. Dadanya menggebu, matanya mulai bergetar dan ia terus berusaha tidak melepaskan pandangan dari gadis di sampingnya.

Hujan turun di saat yang tidak tepat. Laju kendaraan di depannya melambat. Beberapa kendaraan memilih menurunkan kecepatan karena hujan turun semakin deras. Petra tidak bisa memaksa untuk lewat, ia terjebak di lampu merah.

Laki-laki dengan pakaian serba hitam itu terus menggerakkan kakinya karena cemas.

"Tenang Petra. Tenang. Lo seorang dokter, hal begini nggak boleh buat lo kehilangan fokus." Petra berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Hana." Petra memeriksa denyut nadi Hana. Namun, usaha itu percuma karena tangannya turut bergetar karena panik. Ia tidak bisa memeriksa kondisi gadis di sampingnya jika ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

Lampu lalu lintas berubah hijau. Petra menginjak pedal gas sesegera mungkin. Beruntung, mereka tiba di rumah sakit dengan cepat. Meskipun dalam kondisi panik, Petra berhasil membawa Hana secepat mungkin.

***

Gadis bergelang kuning itu sudah berpakaian layaknya pasien rumah sakit pada umumnya, selimut melingkupi tubuh mungilnya hingga hanya menyisakan bagian kepala dan kedua tangan. Petra menatap wajah pucat Hana dan kakinya tidak berhenti bergerak karena ia masih khawatir.

Pintu ruangan itu diketuk, kemudian seseorang yang Petra kenali muncul dari balik pintu. Laki-laki berkulit putih dan paras rupawan dengan lesung pipi itu mengenakan jas putih khas seorang dokter.

"Hana kenapa?" kata laki-laki itu dengan napas terengah. "Gue baru keluar dari ruang operasi." Laki-laki itu berjalan dengan buru-buru ke arah Petra.

"Stress dan kelelahan, begitu kata dokter. Gue nggak tahu harus hubungi siapa di saat kayak begini."

"Lo sudah hubungi keluarganya?" Jeff masih sibuk menyentuh alat pengatur aliran infus yang terhubung ke pembuluh darah Hana.

"Belum. Gue perlu pendapat lo. Bisa kita ngobrol di luar?" Petra berbicara setelah menghela napas kecil.

Pupil mata Jeff membesar karena terkejut. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah kiranya yang akan ditanyakan oleh seorang Hafta Petramula padanya. Selama hampir 5 tahun persahabatan mereka, ini pertama kalinya Petra meminta pendapatnya. Hanya pendapatnya.

Setelah duduk di kursi yang ada tepat di depan ruangan yang ditempati Hana, Petra berkali-kali menghela napas dan kakinya terus bergerak mengetuk-ngetuk lantai.

"Sekedar informasi, shift gue masih berjalan. Kalau lo cuma nyuruh gue dengerin helaan napas lo doang, mending gue balik ke ruangan. Banyak kasus yang belom gue baca." Jeff jadi jengkel karena Petra tak kunjung membuka pembicaraan.

"Gue sayang sama Hana, bukan sebagai kakak tapi sebagai laki-laki. Menurut lo gimana?"

Satu kalimat pernyataan yang mampu membuat seorang Jeffry Narendra menganga lebar.

"Gue sadar setelah kejadian tadi. Saat lihat dia pingsan, dada gue sesak, seolah-olah seseorang lagi mencekik gue. Terakhir gue rasain hal ini saat bokap pergi. Gue benar-benar takut kehilangan dia." Petra menunduk dalam, menyesali semua yang sudah ia katakan.

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid28 #Day4

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro