Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 07

Wanita itu tidak mendengarkan, malah semakin marah. Dia menggerakkan tangannya, dan dua makhluk kabut besar melompat ke arah Juliet. Juliet melompat ke samping, menghindari serangan tersebut, lalu menghancurkan makhluk-makhluk itu satu per satu.

Namun, wanita tersebut tampaknya menyadari sesuatu. Matanya yang merah menyala tiba-tiba beralih ke arah Leif. Dengan gerakan cepat, dia mengulurkan tangannya dan mengirim salah satu makhluk kabut ke arah Leif. Leif terkejut dan berusaha menghindar, tetapi makhluk kabut itu bergerak dengan kecepatan yang luar biasa.

Juliet melihat ancaman tersebut dan berseru, "Leif, awas!"

Leif berlari secepat mungkin, mencoba menghindari makhluk kabut yang mengejarnya. Dia berlari di antara pepohonan, melompati semak-semak, dan mencari tempat perlindungan. Namun, makhluk kabut itu terus mengejarnya tanpa henti. Setiap kali Leif berpikir dia sudah berhasil menghindar, makhluk itu muncul kembali, lebih dekat dari sebelumnya.

Keadaan sekeliling mereka semakin kacau. Taman yang tadinya tenang kini dipenuhi dengan energi gelap dan perasaan dingin yang menakutkan. Orang-orang yang awalnya tidak menyadari apa yang terjadi kini mulai merasakan ketidaknyamanan, beberapa dari mereka bahkan terlihat cemas meskipun tidak bisa melihat makhluk kabut yang mengejar Leif.

Juliet berusaha sekuat tenaga untuk menahan serangan wanita tersebut, tetapi dia juga khawatir dengan keselamatan Leif. "Leif, jangan berhenti! Terus bergerak!" teriaknya, berharap bisa memberikan sedikit waktu tambahan untuk Leif.

Leif terus berlari, napasnya mulai berat dan kakinya terasa lelah. Dia tahu dia tidak bisa terus berlari selamanya. Makhluk kabut itu semakin mendekat, dan Leif merasa ketakutan merayap di dalam dirinya. Dia tersandung sebuah akar pohon dan terjatuh. Sebelum dia bisa bangkit, makhluk kabut itu sudah berada di atasnya, siap menyerang.

Wanita itu tersenyum kejam, melihat Leif dalam keadaan terdesak. Dia mengangkat tangannya, siap untuk memberikan serangan terakhir. "Kau tidak bisa lari lagi," katanya dengan suara yang bergema.

Leif menatap dengan ketakutan ketika wanita itu mengayunkan tangannya, bayangannya membentuk cerurit gelap yang mengarah padanya. Dia menyadari bahwa ini mungkin akhir baginya.

Namun, tepat saat cerurit itu hampir menyentuh Leif, angin tiba-tiba berhembus kencang, mendorong kabut hitam di sekitarnya. Sebuah suara gemuruh terdengar dari kejauhan, semakin mendekat dengan cepat. Cahaya merah menyala datang dari arah barat, menembus kabut dan membuat semua orang yang berada di taman terdiam sebelum bergegas pergi, menunjuk langit yang bergemuruh. 'ayo pergi, sepertinya akan turun badai'

Tidak jauh dari sana, Balthazar berlari kencang dengan apron restoran yang masih terpakai, seolah-olah dia adalah pahlawan yang muncul dari cerita legenda. Energi yang memancar dari dirinya mengusir kegelapan dan memberikan kehangatan menenangkan yang aneh.

Dengan gerakan tangan yang cepat, Balthazar menciptakan lingkaran api di sekeliling Leif, membakar makhluk kabut yang mencoba meraihnya. Wanita itu mundur beberapa langkah, terkejut oleh kehadiran Balthazar.
"Leif, kau baik-baik saja?" tanya Balthazar dengan suara kehabisan napas.

Leif, masih terengah-engah, merasa lega dan bersyukur. "Ah, siapa nama mu sebelumnya? Terima kasih! Aku pikir aku sudah tamat."

Balthazar memberikan anggukan singkat sebelum beralih menatap wanita tersebut. "Kau sudah cukup mengacaukan di sini. Sudah waktunya kau pergi."

Wanita itu berteriak dengan marah, kabut hitamnya berputar semakin cepat. Namun, Balthazar tidak gentar. Dia mengangkat tangannya, menciptakan lingkaran api yang memancarkan cahaya terang. Dengan satu gerakan, kobaran api muncul melahap setiap kabut dengan cepat.

Kabut hitam berteriak kesakitan ketika api itu mengenainya. Wanita itu berusaha melawan, tetapi kekuatan Balthazar terlalu besar. Dalam beberapa detik, kabut hitam itu menghilang, meninggalkan wanita tersebut yang jatuh ke tanah.

Juliet mendekati Balthazar,. "Tepat waktu seperti biasa." sinisnya.
Balthazar menjawab dengan senyum puas. "Bukankah asik melihatmu kewalahan." Yang dihadiahi tatapan dingin Juliet.

Mereka kemudian menghampiri wanita yang kini terduduk di tanah, tersedu-sedu dengan tangisan yang penuh penyesalan. Mata merahnya yang menyala kini mulai meredup, menunjukkan kepedihan yang mendalam. Juliet dan Balthazar berdiri di hadapannya, memberi ruang dan waktu bagi jiwa yang tersesat itu untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa kau tidak bisa melepaskan penyesalanmu?" tanya Juliet dengan suara ketus.

Wanita itu mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata, tatapannya penuh dengan rasa sakit. "Aku... aku meninggalkan suamiku setelah pertengkaran yang hebat," katanya dengan suara yang bergetar. "Kami bertengkar hebat malam itu. Aku merasa begitu marah dan terluka, jadi aku pergi dengan penuh amarah."

Balthazar dan Juliet mendengarkan dengan seksama. Wanita itu melanjutkan, "Aku mengemudi dengan cepat, terlalu cepat. Aku tidak bisa berpikir jernih. Dan... dan aku mengalami kecelakaan. Aku meninggal di jalan itu, dengan hati yang penuh kemarahan dan penyesalan."

Leif, yang kini berdiri di dekat mereka, merasakan simpati yang mendalam untuk wanita itu. Dia bisa merasakan betapa besar penyesalan yang wanita itu rasakan. "Dan suamimu?" tanya Leif dengan lembut.

Wanita itu menggeleng pelan, air mata mengalir lebih deras. "Dia... dia tidak pernah tahu bahwa aku mencintainya lebih dari apapun. Aku meninggalkannya tanpa kata-kata terakhir, tanpa permintaan maaf. Aku hanya ingin kembali dan memberitahunya betapa aku menyesal, betapa aku mencintainya. Tapi aku tidak bisa. Aku terjebak di sini, tidak bisa pergi kemanapun."

Juliet berlutut di depan wanita itu, menatapnya dengan pengertian. "Roh yang tersesat karena penyesalan memang sulit ditemukan kedamaian. Tapi kau harus tahu, penyesalanmu ini adalah beban yang kau ciptakan sendiri. Kau harus memaafkan dirimu sendiri sebelum kau bisa melanjutkan."

Balthazar, yang lebih pragmatis, menambahkan, "Penyesalanmu adalah rantai yang mengikatmu di dunia ini. Hanya dengan melepaskan rantai itu, kau bisa menemukan kedamaian yang sebenarnya."

Wanita itu menangis lebih keras, menutupi wajahnya dengan tangan. "Tapi bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa memaafkan diriku sendiri setelah apa yang terjadi?"

Juliet meraih tangan wanita itu, menggenggamnya dengan lembut. "Kau harus memulai dengan menerima bahwa yang terjadi tidak bisa diubah. Memaafkan diri sendiri adalah langkah pertama. Ingatlah bahwa cinta dan penyesalanmu adalah bukti bahwa hatimu masih hidup, meskipun tubuhmu tidak. Dan itu adalah langkah menuju kedamaian."

Wanita itu terdiam sejenak, merenungi kata-kata Juliet. Perlahan-lahan, dia mulai mengangguk, seolah mengerti bahwa inilah jalan satu-satunya untuk menemukan ketenangan.
Melihat itu, Balthazar mendekatinya dengan hati-hati, mencoba untuk tidak menambah beban emosional yang sudah wanita itu rasakan dan membuatnya mengamuk lagi. "Aku tahu kamu sedang bersedih, tapi kita perlu melanjutkan proses ini. Bisakah kamu memberikan SSN-mu?" tanyanya dengan datar.

Wanita itu tampak bingung, kelopak matanya merah dan bengkak. "SSN?" tanyanya dengan suara serak, tampak tidak mengerti.

Balthazar menghela napas pelan, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Dia memegang sebuah kartu kecil, berwarna hitam legam, yang tampak seperti ID card.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro