Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 01


Leif terbangun dengan sentakan, matanya perlahan terbuka dan melihat sekelilingnya. Dia berada di dalam kereta yang tengah melaju, kereta yang selalu dia naiki saat berangkat dan pulang bekerja. Leif berpikir bahwa mungkin saja dia telah tanpa sengaja tertidur karena kelelahan. Mengangkat tangannya yang kaku, dia memijat pundaknya, berusaha meredakan ketegangan otot tubuhnya yang terasa agak nyeri karena tertidur dalam posisi duduk di kursi yang keras.

Hari ini, kereta terasa lebih lengang dari hari-hari lainnya. Biasanya, kereta dipenuhi oleh para pekerja yang berdesakan, suara obrolan dan dering ponsel yang bersahutan. Namun, pagi ini, suasana lebih hening dan ada ruang lebih di antara penumpang. Leif mengingat betapa biasanya dia harus berdiri atau berdesakan dengan orang-orang hanya untuk mendapatkan tempat duduk.

Beberapa kursi berwarna biru gelap, berjejer memanjang di sepanjang gerbong. Langit-langitnya berwarna putih dengan lampu-lampu neon yang memberikan penerangan yang cukup terang. Walaupun bagian dalam kereta terlihat bersih, namun ada bagian dimana kereta tersebut terlihat usang dan tidak terawat.

Tidak jauh dari tempatnya duduk, ada seorang gadis berambut cokelat gelap pendek, dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Gadis itu mengenakan jaket oversized berwarna hijau dengan corak putih di atas kemeja putih. Sibuk mengetik dengan cepat di smartphone keluaran lima tahun lalu. Sesekali gadis itu berdecak, mengisyaratkan bahwa lawan bicaranya mungkin sangat menyebalkan.

Lima orang pekerja, seorang ibu dan anak yang sedang bercengkerama, beberapa pelajar yang sibuk berdiskusi tentang tugas sekolah, seorang kakek dengan tongkat kayu yang duduk tenang memandangi jendela, dan seorang pria dengan rambut berwarna merah muda agak panjang. Pria itu mengenakan jaket hitam dengan corak berwarna emas dan abu-abu, memberikan kesan mewah yang mencolok di antara penumpang lainnya. Anehnya pria tersebut sesekali memandanginya sambil sesekali melihat smartphonenya. Atau itu yang Leif pikirkan.

Leif menurunkan pandangannya, tidak ingin terlibat masalah di pagi hari. Dia lebih memilih melirik jam tangannya untuk mengalihkan perhatian, melihat jarum pendek menunjuk ke angka 7.

Dia bergumam pada dirinya sendiri saat melihat waktu sudah sangat mendekati jam masuk kantornya. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri sambil berharap kereta akan tiba tepat waktu.

Leif masih sibuk memikirkan atasannya yang akan memarahi, ketika gadis berambut cokelat gelap di samping tiba-tiba mulai melirik ke arah Leif dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Apakah kau Leif?" tanyanya. Leif yang tiba-tiba diajak bicara merasa terkejut. Matanya membesar dan napasnya sejenak tertahan.

Bagaimana mungkin gadis ini tahu namanya? Dia merasa aneh dan sedikit bingung. Di benaknya, Leif mencoba mengingat apakah dia pernah bertemu gadis ini sebelumnya. Mungkinkah dia adalah kenalan yang sudah lama tidak ditemuinya? Namun, wajah gadis itu tidak tampak familiar baginya.

"Ya, aku Leif," jawabnya sambil mengangguk, masih dengan ekspresi kebingungan yang jelas terlihat di wajahnya. Sebelum Leif bisa menanyakan siapa gadis tersebut dan bagaimana dia tahu namanya, kereta tiba-tiba mengalami guncangan hebat.

Lampu-lampu neon di langit-langit kereta mendadak padam, meninggalkan seluruh gerbong dalam kegelapan yang pekat. Suara decitan roda kereta yang memekakkan telinga menggema di seluruh gerbong. Namun, yang paling aneh adalah bahwa tidak ada seorang pun di sekitarnya yang tampak panik. Semua penumpang hanya saling menunduk, duduk diam seperti mereka tahu bahwa cepat atau lambat hal ini akan terjadi.

Leif merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dalam kegelapan, dia bisa merasakan ketegangan dan ketidaknyamanan yang mengikutinya. Gadis di sampingnya tampak semakin gelisah. Leif ingin mengulurkan tangan untuk menenangkannya, tetapi dia kemudian menyadari bahwa gadis dan pria berambut merah muda itu membuat kontak mata satu sama lain sebelum menatapnya lekat.
Mata gadis itu, yang kini tampak kemerahan mulai memancarkan aura yang aneh. Menatapnya dengan intensitas yang membuat bulu kuduknya merinding. Gadis itu tersenyum, senyum menyeramkan yang penuh dengan niat jahat.

"Ayo pergi ke neraka," bisiknya dengan suara yang terdengar seperti gema dari kedalaman kegelapan.

Leif merasakan darahnya membeku. Suara gadis itu, yang seharusnya lembut dan tenang, kini terdengar seperti bisikan dari dunia lain. Leif mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa kaku. Di sekelilingnya, para penumpang masih menunduk, tidak bergerak, seolah-olah mereka adalah boneka yang tak bernyawa.

Gadis berambut cokelat itu mengulurkan tangannya, menyodorkan sebuah kartu kecil yang tampak usang. Kartu itu tampak tidak biasa, dengan warna hitam dan tulisan yang hampir tidak terbaca. Leif, yang sudah dikuasai ketakutan, menepis tangan gadis itu dengan cepat, keringat dingin mengalir di keningnya. Ada sebagian dari dirinya mengatakan bahwa sosok di depannya berbahaya, jad tanpa berpikir panjang, dia beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju pintu gerbong.

Dengan tangan gemetar, Leif membuka pintu gerbong, berharap menemukan pekerja kereta atau penumpang lain yang bisa membantunya. Namun, yang dia temukan hanyalah kekosongan. Gerbong berikutnya kosong dan sunyi, seolah-olah dia memasuki dimensi lain. Suasana mencekam dan misterius menyelimuti setiap sudut gerbong. Lampu yang seharusnya menerangi, kini padam, menyisakan hanya bayangan gelap yang bergerak di tepi penglihatannya.

Leif terus berjalan cepat, membuka gerbong demi gerbong. Namun setiap kali, dia hanya menemukan kekosongan yang sama. Kegelapan seolah-olah menelannya, membuatnya merasa semakin terisolasi dan putus asa. Nafasnya semakin berat, dan setiap dia berjalan langkahnya terdengar menggema di antara dinding-dinding gerbong yang kosong.

Di tengah kepanikannya, Leif mulai merasa ada sesuatu yang mengikutinya. Dia menoleh ke belakang dan melihat gadis berambut cokelat itu, bersama pria berambut merah muda panjang yang sebelumnya duduk di gerbong yang sama. Mereka berjalan perlahan, dengan senyuman aneh dan mata yang kosong. Mereka tampak seperti bayangan yang mengejar, semakin mendekat setiap kali Leif menoleh.

"Ayo pergi ke neraka," suara gadis itu terdengar lagi, seolah-olah berbisik langsung ke telinga Leif meskipun jarak di antara mereka cukup jauh.

Leif merasakan adrenalin memacu dalam tubuhnya, membuatnya berjalan lebih cepat. Dia membuka pintu gerbong berikutnya, berharap menemukan jalan keluar atau seseorang yang bisa membantunya. Namun, setiap kali pintu gerbong dia buka, hal yang sama terjadi. Seolah-olah kereta ini adalah labirin tak berujung yang dirancang untuk menjebaknya.

Leif merasa kakinya mulai terasa lelah. Namun, dia tahu bahwa dia tidak bisa berhenti. "Leif," suara gadis itu terdengar lagi, lebih dekat kali ini. "Kau tidak bisa lari selamanya."

Leif membuka gerbong lainnya, namun kakinya tersandung sesuatu yang menyebabkannya terjatuh di dalam gerbong. Tubuhnya penuh dengan keringat, dan rambut hitam lepek menempel di wajahnya.

Dia merasakan detak jantungnya berdentam keras di dadanya. Dengan tangan gemetar, Leif mulai melirik berbagai sudut gerbong, berusaha mencari benda apa pun yang bisa dia gunakan untuk melawan mereka berdua. Matanya menelusuri kursi-kursi yang kosong, lantai, dan rak-rak kecil di atas kepala. Namun, tidak ada apa pun yang bisa dia  gunakan.

  "Jangan mendekat!" Leif terus mundur, mencoba menjaga jarak.

Suara Leif bergema di dalam gerbong yang kosong, sayangnya mereka tidak berhenti. Gadis itu melangkah lebih dekat, dengan mata merahnya yang menatap Leif tajam. Pria itu mengikuti di belakangnya.

"Siapa kalian sebenarnya? Apa yang kalian inginkan dariku?" Leif berteriak, suaranya dilanda kepanikan dan ketakutan.

Gadis itu tertawa kecil, suaranya terdengar seperti gemerisik dedaunan di malam hari. "Kau tidak perlu tahu siapa kami," katanya dengan nada yang dingin. "Yang perlu kau tahu, ini adalah akhir dari perjalananmu."

Pria berambut merah muda itu menambahkan, "Kau sudah terlalu lama berada di sini, Leif. Sudah saatnya kau ikut bersama kami dan menerima hukuman mu."

"Kumohon, biarkan aku pergi," suaranya mulai bergetar. "Aku hanya pegawai biasa, aku tidak kaya. Aku tidak memiliki apa pun!" ungkap Leif, air mata berlinang membasahi wajahnya. Kacamatanya telah jatuh entah dimana, membuat pandangannya semakin kabur.

Gadis itu hanya tersenyum lebih lebar, memperlihatkan giginya yang putih bersih. "Omong kosong."

Tubuh Leif yang tak mampu lagi menahan tekanan yang menghimpitnya akhirnya terkulai lemas dan dia pun jatuh pingsan.

Mendapati hal tersebut, gadis yang sedari awal mengejarnya menatap Leif dengan wajah terkejut. Pria berambut merah muda yang mengikuti tertawa kecil, suaranya terdengar nyaring di ruangan itu, "Hei, Juliet, sepertinya kau telah kelewatan."

Juliet, sang gadis berambut cokelat, cemberut mendengar kata-kata itu. Dia lalu membela diri dengan suara sedikit tidak senang, "Bukankah ini juga idemu, Balthazar."

Kedua orang itu kemudian berjongkok di samping tubuh Leif yang pingsan. "Bagaimana mungkin orang sepengecut ini mendapat kesempatan untuk bekerja di Neraka?"

"Mana aku tahu!" ujar Juliet, dia menyikut Balthazar dengan agak keras, "bopong dia. Kita harus membawa Leif ke 'sana' sekarang, atau Direktur akan marah pada kita berdua," sambung Juliet sambil memberikan pandangan horornya.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro