Bab 19 :: Reasonable Grounds
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi ini Alsha berangkat sekolah bersama Fathan, sementara Athaly berangkat dijemput Regan. Hubungan Athaly dan Regan rupanya kian mengerat meski sebelumnya sempat sedikit meretak.
Tidak ada yang percakapan yang terjadi selama dalam perjalanan menuju sekolah. Hanya terdengar deru laju mobil Fathan. Alsha dan Fathan, keduanya sibuk berkecamuk dengan pikirannya masing-masing.
Sampai pada beberapa puluh menit kemudian Fathan berani membuka suara.
"Kamu gapapa, Sha?" tanya Fathan tanpa mengalihkan fokusnya dari kemudi mobil.
"I-iya, aku gapapa." Jawabnya sambil menunduk.
Fathan dapat membaca gestur aneh Alsha dan Fathan yakin bahwa ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh kekasihnya. Namun Fathan memilih diam, menunggu Alsha siap untuk menceritakan masalahnya tanpa ia harus memaksa.
"Ada apa sih dibawah? Kok nunduk mulu?" tanya Fathan yang melihat Alsha terus menundukkan kepala.
"Engga ada apa-apa kok,"
"Terus kenapa nunduk mulu?"
Sepersekian detik kemudian Alsha mengangkat wajahnya, menatap Fathan. "Nih liat, mata aku bengkak hehe." Ucapnya sambil tertawa kecil.
"Kenapa bisa bengkak? Kamu abis nangis ya?"
"Eh? Enggak kok. Mata aku bengkak karena kurang tidur hehe." Dusta Alsha.
Padahal sudah jelas bahwa matanya bengkak karena menangisi jejeran post it yang ia baca dikamar Athaly.
"Oh, gapapa kok. Kamu tetep cantik meskipun matanya bengkak." Ucap Fathan sambil tersenyum manis ke Alsha.
"Tapi ini keliatan banget ga sih bengkaknya?"
Fathan menoleh sekilas, "Enggak kok. Aku aja nggak tau kalo tadi kamu nggak ngomong. Lagian kan ketutupan kacamata juga, Sha."
"Beneran?" tanya Alsha yang masih tidak percaya.
"Iya, Alsha-ku."
Detik itu juga pipi Alsha memerah begitu mendengar Fathan memanggilnya dengan sebutan 'Alsha-ku'.
*****
Ponsel Fathan berdering. Fathan menggeser icon berbentuk telepon berwarna hijau di layar ponselnya.
"Iya halo,"
"..."
"Apa?!"
"..."
"Nggak mungkin. Dia temen saya,"
"..."
"Penyebabnya apa?"
"..."
"Saya masih di sekolah, Pak."
"..."
"Oke, nanti pulang sekolah bapak temui saya ya. Tanpa sepengetahuan papa. Saya nggak mau papa tau."
"..."
"Makasih banyak, Pak."
"..."
"Maaf ngerepotin."
"..."
"Iya. Sekali lagi terima kasih."
Fathan pun mengakhiri panggilannya.
"Siapa yang nelpon, bro?" tanya Kenzo dengan penuh selidik.
Meskipun selama ini Fathan selalu memasang tampang serius, namun tak pernah ia dapati wajah Fathan setegang ini.
"Mantan supir gue." Jawabnya singkat.
"Hah?! Jadi, sekarang lo ada main sama supir lo sendiri?" teriak Kenzo sambil menggebrak meja. Membuat seisi kelas hening seketika.
"You. Better. Shut. The. Fuck. Up. Dude." Ucap Fathan dengan penekanan di setiap kata.
"Jadi, lo beneran ada main?" Kenzo bertanya lagi, kali ini dengan berbisik-bisik.
"Enggalah!" gertak Fathan.
"Just kidding, my bro." Dalih Kenzo sambil terkekeh geli.
"Jangan dengerin yang Kenzo bilang tadi ya. Kenzo emang otaknya gesrek. Maaf, silakan lanjutkan aktivitas kalian yang sempet terganggu." Fathan beralih menatap seisi kelas XII IIS 1.
*****
"Alshaaaaaa!" Keeyara berteriak dari dalam kelas memanggil Alsha yang baru melangkah memasuki pintu kelas XII MIA 3.
"Kenapa?" tanya Alsha setelah duduk dikursinya.
"Mulai detik ini gue duduk sama lo ya,"
Alsha mengernyitkan dahi, "Terus Anaya sama siapa?"
"Anaya?" Keeyara balik bertanya.
"Iya Anaya."
"Lo belum tau ya, Sha?" tanya Keeyara.
"Tau apa?" Alsha bertanya balik.
"Anaya kan udah nggak sekolah disini lagi, Sha."
Alsha melotot.
"Awas matanya keluar," Keeyara bergidik ngeri melihat tatapan Alsha.
"Kamu serius? Kok aku nggak tau ya? Emang dia pindah kenapa? Kok Anaya nggak ngasih tau aku ya?" tanya Alsha bertubi-tubi.
"Denger-denger sih Anaya pindah ke Singapura, Sha. Kalo alasannya sih gue kurang tau."
"Singapura?!"
"Yayayayaya. Plis deh, Alsha. Yang lo lakuin daritadi tuh cuma ngulang-ngulang pertanyaan gue."
"Maaf, hehe."
Alsha sungguh tidak habis pikir kenapa Anaya tidak memberitau dirinya terlebih dahulu. Bukankah selama ini mereka adalah sahabat? Atau hanya Alsha yang menganggap Anaya sebagai sahabat sementara Anaya tidak? Entahlah.
"Jadi, gimana? Gue duduk sama lo ya," Keeyara mengeluarkan puppy eyesnya.
"Ih kamu mah! Mukanya melas banget, bikin aku nggak bisa nolak aja." Jawab Alsha dengan polosnya.
"Oke berarti mulai hari ini kita sebangku ya,"
"Iya, Keeyara."
"By the way, panggil gue Key aja ya. Kalo Keeyara kan kepanjangan, nanti lo bingung. Lo kan apa-apa juga pasti bingung." Cerocos Key sambil terkekeh.
Ini cuma perasaanku aja atau Key emang bener-bener mirip sama Keenan. Terlalu konyol tingkahnya. Keenan aja udah cukup konyol, eh ternyata masih ada yang lebih konyol. Ucap Alsha dalam hati.
"Eh bentar ya, gue mindahin tas dulu."
*****
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berbondong-bondong meninggalkan kelas mereka dan segera pulang ke rumah. Namun tidak dengan Regan. Ia malah melangkahkan kakinya menuju koridor kelas IPS. Dan ya, hari ini Regan sudah kembali bersekolah. Kakinya masih terbalut kain kasa namun tertutupi oleh celana abu-abu. Lukanya pun sudah kian membaik.
Sesampainya di depan kelas XII IIS 1, matanya langsung menelusur mencari sosok siswa yang masih berkategori sebagai sahabatnya.
"Gue perlu ngomong sama lo," ucap Regan ketika berhasil menemukan targetnya, Fathan.
Fathan menoleh dan mendapati Regan sudah berdiri tepat di samping dirinya. "Bagus. Kebetulan gue juga pengen ngomong sama lo." Ucap Fathan dengan nada dingin.
"Tapi nggak di sini. Ayo ke parkiran sekolah."
-------
"Mau ngomong apaan?" tanya Fathan to-the-point begitu mereka sampai di lapangan parkir sekolah.
"Gue udah tau masalah lo dan Anaya." balas Regan dengan senyuman sinis.
"Terus?"
"Anaya itu beneran adik tiri lo kan?" tanya Regan memastikan.
Fathan terdiam. Ia lebih memilih untuk mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Kenapa diem? Tinggal bilang iya atau enggak kayaknya susah banget ya." cibir Regan
Entah sejak kapan hubungan pertemanan Fathan dan Regan mulai merenggang.
Fathan masih tak bergeming.
"Berarti emang bener kalo Anaya itu adik tiri lo. Tapi kenapa kalian kompak buat nyembunyiin hal ini?"
"Bukan urusan lo." jawab Fathan.
Kini giliran Regan yang dibuat bungkam oleh Fathan. Namun tak lama kemudian Regan kembali angkat suara.
"Alsha udah tau?" tanya Regan.
Sepertinya topik mengenai Anaya dan Fathan benar-benar membangkitkan rasa penasaran Regan.
"Sekali lagi. Bukan urusan lo."
"Kenapa lo jadi dingin banget ke gue? Bukannya kita itu temen?"
"Hidup gue udah ruwet dan dengan lo mengintrogasi gue kayak tadi malah bikin hidup gue tambah ruwet."
Regan mengangkat kedua tangannya ke udara. "Oke, sorry."
"Sekarang giliran gue yang tanya." ucap Fathan
Sementara Regan hanya menaikkan sebelah alisnya seakan menunggu Fathan melanjutkan ucapannya.
"Lo tau kalo adik gue kecelakaan?"
"Tau."
"Dan lo tau siapa orang yang nabrakin motornya ke motor adik gue?"
"Tau. Gue yang nabrak. Gue sengaja nabrakin motor gue ke motor Anaya." jawab Regan setenang mungkin.
"Brengsek!" ucap Fathan emosi begitu mendengar pengakuan Regan barusan.
Emosinya sudah tak terbendung lagi. Fathan benar-benar naik pitam. Meskipun Anaya kerap mengganggu hidupnya namun Fathan tetap tidak bisa terima jika temannya sendiri menjadi dalang dibalik kecelakaan yang menimpa adik tirinya.
Bugh.
Satu pukulan keras melayang ke pipi kiri Regan. Membuat Regan sedikit terhuyung.
"Easy, Fathan." ucap Regan sambil mengusap-usap pipinya yang terasa sakit akibat pukulan keras dari Fathan.
"Ngapain lo ngelakuin itu? Lo ada masalah apa sama Anaya? Asal lo tau, Anaya trauma gara-gara kecelakaan itu." tangan Fathan kembali terkepal, namun untungnya saat ini Fathan masih bisa mengendalikan emosi.
"Biar gue kasih tau alasannya...."
Flashback on.
Hari itu Regan hendak menemui Alsha dan ia ingin menyatakan perasaannya pada Alsha. Dengan menunggangi motor ninja kesayangannya, ia melaju menuju rumah Alsha.
Sungguh suatu kebetulan ditengah perjalanan ia melihat Alsha yang sedang berjalan dengan membawa sekantung plastik putih di tangannya. Mungkin Alsha habis berbelanja sesuatu.
Regan memutuskan untuk membuntuti Alsha dari jauh. Hingga detik berikutnya Regan melihat ada sesuatu yang menggelinding jatuh dari kantung plastik yang dibawa Alsha.
Alsha kemudian berjongkok untuk memunguti belanjaannya yang tercecer di jalanan.
Tiba-tiba ada seorang wanita berhelm pink dan mengendarai motor matic dengan warna senada terus melaju ke arah Alsha. Motor itu terus melaju mendekati Alsha yang masih asik berjongkok memunguti belanjaannya yang jatuh. Tak salah lagi, wanita bermotor matic itu memang sengaja menjadikan Alsha sebagai target untuk ditabrak.
Entah karena tidak mendengar deru mesin motor matic itu atau karena memang sedang sibuk, Alsha masih juga tak bergerak dari posisinya.
Regan tentu tidak tinggal diam melihat hal itu. Ia segera melajukan motor ninjanya ke arah motor matic tadi. Jarak motor mereka pun semakin dekat. Hingga akhirnya motor Regan menghantam motor matic milik wanita berhelm pink tersebut. Tabrakan pun tak dapat terhelakkan.
Motor mereka jatuh pada jarak yang berdekatan. Regan melihat wanita berhelm pink tadi sudah tak sadarkan diri dan tergeletak dengan darah mengalir di sekitarnya. Sementara Regan sendiri terus menahan rasa sakit yang amat dahsyat pada kaki kanannya akibat tertindih badan motor ninja kesayangannya.
Detik berikutnya Regan melihat warga berbondong-bondong berlari ke arahnya.
Setelah itu pandangan Regan perlahan memburam dan ia pun kehilangan kesadaran.
Ketika ia tersadar ia sudah berada di ruang UGD. Ketika Regan menoleh didapatinya Anaya yang berbaring tertidur dengan kepala terbalut perban ditambah banyak goresan luka dan lebam di sekujur tubuhnya.
"Oh kamu sudah sadar ya. Mari saya periksa dulu." ucap seorang dokter yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping tempat tidur Regan.
"Ehh iya, dok. Ngomong-ngomong cewek itu siapa ya?" tanya Regan sambil melirik ke arah Anaya yang berbaring tepat di samping tempat tidurnya.
"Lho, perempuan itu kan juga korban tabrakan tadi. Motor kalian sudah diamankan oleh warga dan kalian berdua dibawa ke sini." ujar dokter itu.
"Oh gitu ya, dok." Regan manggut-manggut.
Berarti yang gue tabrak tadi itu Anaya. Dan kenapa Anaya pengen nabrak Asha? Bukannya mereka sahabatan? Tanya Regan dalam hati.
"Ohiya, kamu mengalami patah tulang kaki kanan. Saya sudah memasang pen di kaki kamu. Ada sendi yang bergeser pula. Pihak rumah sakit juga sudah menghubungi keluarga kalian. Untungnya kondisi kamu tidak separah wanita itu." ujar sang dokter sambil melirik Anaya.
"Makasih banyak, dok."
Flashback off.
"Jadi, Anaya...." Fathan menggantungkan ucapannya.
"Selebihnya mending lo tanya sendiri ke Anaya." Balas Regan.
*****
Hai, aku muncul lagi. Maaf ya karena terlalu lama updatenya hehe. Makasih juga sama kalian yang masih mau ngikutin cerita Hypomania ini :" dd sampe terharu
Btw, minggu depan udah UN, doain aku yaaa supaya nanti lancar ngerjain soal-soalnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro