Bab 18 :: Cinta dan Pengorbanan
Bacanya diiringi musik instrumental yg di mulmed yaa hehe
--------------------------------------------------------------------
"Alsha!" teriak Inggrid dari arah dapur.
"Iya, mah? Kenapa?"
"Tolong ambilin serbet kotak-kotak ya di kamarnya Thaly. Kemarin dibawa Thaly buat ngelap apa gitu..."
"Iya, mah."
Alsha memasuki kamar Athaly yang pintunya ternyata tak terkunci. Selama ini Alsha tidak pernah berani untuk memasuki kamar Athaly jika tidak disuruh oleh Athaly langsung, ia sangat menghormati privasi saudara kembarnya.
Matanya menjelajahi seisi kamar Athaly, mencari keberadaan serbet kotak-kotak pesanan mamanya.
Tiba-tiba mata Alsha menangkap suatu objek yang lebih menarik dan mengundang rasa penasaran, sebuah post it berwarna merah muda yang sudah kusam yang tertempel pada mading mini buatan Athaly. Alsha mendekat untuk membaca post it itu.
Post it itu bertuliskan: Winter 2011, target : jadi pacarnya Fathan Arsenio Ghani. Hehe.
Mata Alsha terbelalak.
Jadi, selama ini Athaly suka sama Fathan ya? Tanya Alsha dalam hati.
Disebelah post it itu ternyata masih ada jejeran post it berwarna merah muda lainnya. Alsha mengumpulkan keberanian untuk membacanya satu per satu.
Post it kedua bertuliskan : Winter 2012, target : Jadi temennya Fathan dulu deh. Then, get closer to him.
Post it ketiga : Winter 2013, target : go to the same senior high school with Fathan.
Post it keempat : 2014. 11:11 wish, satu jurusan sama Fathan.
Post it kelima : 2015 wishlist, sekelas lagi sama Fathan.
Post it keenam : 2016 wishlist, bisa lebih deket sama Fathan Arsenio Ghani.
Namun terdapat tanda silang yang cukup besar pada post it keenam tersebut. Ternyata dibawahnya masih ada satu paragraf lagi yaitu, relain Fathan buat 'dia'. Terkadang kita harus mengikhlaskan. Bukan karena nggak sayang, tapi karena ada sesuatu yang emang enggak bisa dipaksakan.
Post it merah muda terakhir : 2017 resolusi, lupain Fathan sepenuhnya, move on ke orang lain.
Selain jejeran post-it merah muda ternyata ada selembar kertas yang tak kalah mengundang rasa penasaran Alsha. Kertas itu bertuliskan "Gimana kalo orang yang lo suka ternyata malah suka sama sodara kembar lo? Terus gimana juga kalo orang yang disukain sama sodara kembar lo ternyata malah suka sama lo?
Apa yang lo rasain ketika orang yang lo suka ternyata malah lebih perhatian ke sodara kembar lo? Apa yang lo rasain kalo ternyata sodara kembar lo akhirnya jadian sama orang yang lo suka? Apa yang lo rasain? Kalo gue sih, senang sekaligus sedih. Gue senang karena ada orang yang begitu perhatian sama kembaran gue tapi gue juga sedih karena orang yang perhatian sama kembaran gue itu adalah orang yang udah gue suka sejak lama."
Rupanya kertas itu ditulis belum lama ini mengingat Alsha baru jadian dengan Fathan beberapa hari yang lalu. Sekarang Alsha sungguh yakin bahwa Athaly memang sudah menyukai Fathan sejak lama dan parahnya Alsha baru mengetahui hal itu sekarang.
Alsha ingin cepat-cepat meninggalkan kamar Athaly sebelum air matanya mulai terjatuh. Untungnya Alsha cepat menemukan serbet kotak-kotak pesanan ibunya yang ternyata berada di bawah bantal Athaly.
Setelah ia memberikan serbet itu pada ibunya, Alsha bergegas ke kamar, berpura-pura tidur padahal sebenarnya menangis.
Bagaimana bisa selama ini ia tidak mengetahui perasaan saudara kembarnya sendiri. Dirinya yang memang tidak peka atau Athaly yang terlalu hebat menyembunyikan? Haruskah ia memutus hubungannya dengan Fathan? Padahal hubungan mereka baru berlangsung beberapa hari. Jujur saja, Alsha belum siap untuk melepas Fathan. Namun hatinya sungguh ingin untuk merelakan Fathan untuk saudara kembarnya, sekalipun Athaly tak pernah meminta.
Batinnya berkecamuk, perasaannya campur aduk dilanda dilema yang begitu dalam.
*****
"Gan, let me sleep over..." bujuk Athaly.
"Gak bisa, Thal. Nanti gue dikira kumpul kebo. Hahahaha." Tolak Regan secara halus.
Bukannya Regan tidak ingin mengizinkan Athaly untuk menginap, namun merupakan suatu hal yang tabu jika dua orang remaja berlainan jenis tinggal pada satu atap. Ya meskipun mereka tidur di ruang yang terpisah, tetap saja hal tersebut masih dianggap tidak wajar oleh Regan.
Tiba-tiba ponsel Athaly berdering. "Bentar, nyokap gue nelpon."
"Iya halo, mah."
"..."
"Iya."
"... "
"Di rumah Regan,"
"..."
"Iya Regan yang itu."
"..."
"Gak bisa, mah. Gak ada yang nganter."
"..."
"Nginep aja? Yaudah, ide bagus."
"..."
"Ada bi Nanik,"
"..."
"Yaiyalah, masa satu kamar."
"..."
"Iya oke,"
"..."
"Siip,"
"..."
"Bye mah, muaaaah!"
Kemudian Athaly mengakhiri panggilannya.
Sementara Regan menaikkan sebelah alisnya.
"Disuruh nginep sini, tapi tidur di kamar yang beda. Gitu kata nyokap gue." Ucap Athaly.
"Lagian siapa juga yang mau tidur sekamar, Thal. Ckck." Decak Regan sambil terkekeh.
Athaly mengusap-usap perutnya. "Eh by the way, perut gue laper masa."
"Yaudah, bilang aja sama bi Nanik, minta dimasakin makanan gitu."
"Lo gak laper emang?"
"Iya, laper dikit."
"Kita makannya sambil movie marathon yuk! Lo ada film apa?"
Regan terlihat menimbang sejenak. "Boleh deh. Maze Runner 1 dan 2 mau?"
"Wah mau banget! Kebetulan gue juga pecinta Dylan O'Brien."
"Yaudah yuk,"
"Yuk!" Athaly senang bukan main.
*****
"Fathan, sini. Papa mau ngomong." Ucap Ivan, ayah biologis Fathan.
Tentu saja Fathan langsung menuruti perintah papanya. "Ada apa, pah?"
"Begini, kamu sudah tau kondisi Anaya 'kan?"
"Iya, Fathan tau."
"Papa berencana untuk membawa Anaya ke rumah sakit di Singapura agar upaya penyembuhannya lebih maksimal. Kamu boleh pilih, tetep tinggal di Indonesia atau ikut papa ke Singapura," ucap Ivan.
"Fathan di Indonesia aja, pah. Lagian Fathan kan masih harus sekolah, di sekolah juga ujian lagi banyak-banyaknya." Jawab Fathan dengan mantap.
Selain alasan sekolah sudah jelas Fathan tidak ingin meninggalkan Indonesia, toh di Indonesia ada Alsha, orang terkasihnya.
"Kamu gapapa ditinggal sendirian?" kini giliran Tammy, ibu tiri Fathan yang berbicara.
"Iya, mah. Fathan bisa jaga diri kok. Sekarang yang terpenting itu kesembuhan Anaya, ya 'kan?"
"Kamu emang anak yang baik. Papa bangga punya jagoan seperti kamu. Mama Tamara juga pasti bangga sama kamu." Puji Ivan.
"Iya, Tamara beruntung banget punya anak kayak kamu. Meskipun Anaya sudah berkali-kali mencoba mengacaukan hidup kamu, tapi kamu gak pernah dendam. Bahkan saat Anaya jatuh, kamu juga masih mau membantunya berdiri. Mama berterima kasih banget sama kamu, Fathan." Ucap Tammy dengan tulus.
"Karena gimana pun juga Anaya adalah adik Fathan, mah, pah. Terus kapan kalian mau berangkat ke Singapura?"
"Mungkin minggu depan."
"Kerjaan papa gimana?"
"Kebetulan perusahaan tempat papa kerja juga punya cabang di Singapura, jadi papa sekalian dipindahkan ke sana tapi tetap dengan posisi yang sama kok."
"Berarti kalian nantinya bakal menetap di Singapura?"
"Papa kamu dan Anaya mungkin iya. Tapi mama engga kok, mama masih pengen ngurus kamu di Indonesia. Dan tiap dua minggu mama bakalan pulang kesini." Jawab Tammy.
Lagi-lagi Fathan merasa bahagia dan beruntung. Meskipun Tammy hanyalah ibu tirinya namun kasih sayang yang dicurahkan Tammy untuk Fathan sungguh besar, layaknya cinta ibu pada anak kandungnya sendiri.
"Ohiya, papa juga udah nitipin kamu ke nenek Marnie, kalo butuh sesuatu tinggal bilang ke dia aja. Nanti Kenzo juga bakalan nemenin kamu tinggal disini."
"Yaampun papa segitunya. Kalo Kenzo tinggal sama Fathan terus nanti nenek Marnie sama siapa dong?"
"Ya kamu gantian lah, seminggu disini, seminggu lagi nginep dirumahnya Kenzo. Gimana?" usul Tammy.
Fathan tersenyum. "Yeah, fair enough, mah."
*****
Sedari tadi Athaly asyik menonton film The Maze Runner, sementara Regan hanya melamun. Pikirannya terbebani oleh banyak hal, salah satunya adalah beban memgenai penyebab kecelakaan yang menimpa dirinya. Haruskah Regan memberitau Athaly perihal penyebab kecelakaannya? Ya, ia harus melakukannya. Tapi mungkin tidak sekarang, ia akan mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya entah pada Athaly atau pada Alsha.
"Gila! My baby Minho kesamber petir yaampun! Minho gak boleh mati pokoknya!" Athaly berteriak heboh.
Kemudian Athaly menoleh ke arah Regan. "Regan! Dari tadi lo gak ikutan nonton?" tanya Athaly.
Sontak suara Athaly memecah lamunan Regan, ia gelagapan. "Hah? Apaan?"
"Lo gak ikutan nonton?"
"Enggak, Thal. Udah sering nonton film itu kok,"
Tentu saja Athaly menyadari ada sesuatu yang salah dengan Regan, sedari tadi diam-diam Athaly memperhatikan gerak-gerik Regan. Sepanjang yang ia tau adalah Regan terus melamun.
"Gan, lo kenapa deh?" Athaly memberanikan diri untuk bertanya.
"Gue gak kenapa-kenapa kok,"
"Boong."
Haruskah gue ngasih tau Athaly tentang semuanya? Termasuk tentang perasaan gue yang sebenernya? Termasuk perihal penyebab kecelakaan gue? Satu-satu dulu deh. Batin Regan.
"Umm, gue pengen ngomong jujur sama lo," ucap Regan setelah beberapa lama berpikir.
"Ya ya, ngomong aja."
"Sebenernya..."
"Apa, Gan? Jangan bikin gue penasaran deh!"
Regan menarik napas lewat hidung lalu membuangnya lewat mulut. "Sebenernya gue suka sama Alsha."
Seperti mendapat sengatan petir ribuan volt, tubuh Athaly mendadak menegang. Mulutnya ternganga tanpa ia sadari. Tenggorokannya pun terasa kering. Ternyata apa yang dipikirkannya selama ini adalah benar. Namun kemudian Athaly ingat bahwa ia harus bisa mengendalikan diri.
"Oh, udah tau kok." Jawab Athaly mencoba setenang mungkin. Ia seperti sudah terlatih untuk mengatakan hal tersebut.
"Serius?"
"Iya, lo mutusin gue juga karena lo udah menyadari perasaan lo ke Alsha kan?" Athaly balik bertanya.
"Iya," Regan menjawab jujur.
"Gue udah tau sejak lama kali. Lo tau apa alasan gue nerima cinta lo waktu itu?"
"Apa?"
Athaly menghembuskan napas berat. "Gue nerima lo cuma biar lo sadar tentang perasaan lo. Dari awal gue yakin banget kalo lo emang suka sama Alsha. Tatapan mata lo ke Alsha aja tuh udah beda. Sikap lo yang selalu peduli sama Alsha juga menunjukkan kalo lo emang suka sama dia. Dengan lo pacaran sama gue maka lo akan tau gimana perasaan lo yang sebenernya. Bahkan gue sempet mikir kalo dalam waktu lebih dari tiga bulan hubungan kita masih berjalan berarti dugaan gue salah, tapi nyatanya hubungan kita cuma berjalan beberapa minggu dan itu membenarkan dugaan gue kalo lo emang ada rasa sama Alsha. Lo cuma telat menyadarinya, Gan. Saat itu gue udah tau cepat atau lambat lo bakal mutusin gue ketika lo udah tau tentang perasaan lo yang sebenernya." Ucap Athaly panjang lebar.
Mata Regan terbelalak begitu mendengar ucapan Athaly. "Kalo gitu gue berterima kasih banget sama lo, Thal. Karena lo, gue jadi sadar tentang perasaan gue ke Alsha."
Sementara Athaly hanya membalas dengan senyuman. Senyuman miris lebih tepatnya. Dan tentu saja Regan tidak mengetahui makna dibalik senyuman itu.
"Ini nih yang bikin gue ngefans berat sama lo, Thal. Lo itu baik banget dan juga penuh kejutan."
Lagi-lagi Athaly datang dengan segala kebaikan dan ketulusan hatinya.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro