Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The Legend

Nb: silahkan baca part ini dengan soundtrack di atas👆🤗

***

Yume terduduk di perahu sambil mengatur nafasnya.

Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya gemetar. Dirinya yang basah membuatnya makin kedinginan.

Satu kata untuk dirinya.

Bodoh.

Bodoh sekali dia. Meskipun tongkat itu menyelamatkannya, tetap saja ia membocorkan identitas aslinya.

Ke manusia biasa.

Yume menunduk dan menatap perahu dengan tegang. Ia mempererat cengkramannya pada tongkat pink yang sedari tadi tidak berhenti bersinar itu.

Keringat dingin bercucuran di keningnya. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang.

Sunyi.

Ketiga-tiganya hanya terdiam dan membiarkan perahu mengombang-ambing ke arah yang tak menentu.

Ketiganya dalam kondisi syok.

Mereka terdiam sangat lama. Sekitar tiga puluh menit. Mereka semua sama-sama berusaha menenangkan diri.

"Wow," Gumaman suara si hitam yang terlontar dari mulutnya memecahkan keheningan panjang itu. "Kau ...?"

"Ya. Aku bisa menjelaskan." Kata Yume pelan, lalu lehernya mulai tercekat.

"Kau juga ..." kali ini si lebar yang membuka suara. Ia menjeda perkataanya--yang membuat Yume penasaran. Yume mengangkat alisnya sebelah ke si lebar.

"Penyihir?" Bisik si lebar pelan.

Satu kata itu dapat membulatkan mata Yume itu dengan sangat lebar. Ia terbelalak lalu segera berbalik menatap si lebar dengan wajah yang sangat bingung.

Ia semakin terkaget-kaget melihat cahaya oranye terang seperti api--berada di sudut perahu.

Mata Yume mengikuti cahaya oranye yang seperti tali itu sampai ke atas--mencari ujungnya--dengan jantung yang semakin memompa dengan kecepatan hebat.

Mata Yume berujung pada jari telunjuk si lebar yang terjulur. Cahaya itu berasal dari jari telunjuknya.

Mulut Yume terbuka. Ia pun berujung menganga dengan kebingungan. Ia benar-benar bingung sekaligus makin syok.

"Apa?!" Pekik Yume pelan setelah beberapa saat. Ia cepat-cepat menatap si lebar dengan horor--menuntut penjelasan.

"Akan kujelaskan jika kau jawab dulu pertanyaannya." Ucap si lebar dengan muka yang sama tegangnya--sampai-sampai tubuhnya benar-benar kaku. Tidah bisa digerakkan.

Yume menatap si lebar dan si hitam lekat-lekat. Kedua-duanya makin tegang ditatapi begitu.

Mereka terdiam lagi cukup lama. Yume hanya bergeming di tempatnya.

Ia bimbang. Apa ia memberitahu dirinya yang sebenarnya, atau tidak?

Tapi jika ia menjawab tidak, si lebar ataupun si hitam pasti tidak mau menjelaskan tentang cahaya oranye dan--

Oh! Tentang gelembung besar tadi!

Karena jika mereka percaya dengan bualan Yume tentang bahwa Yume bukan penyihir, mereka tidak akan jadi membocorkan identitas mereka juga--karena mengira bahwa Yume hanya manusia biasa, yang tidak tahu apa-apa.

"Oke," Yume berdeham. "Aku penyihir."

Yume menatap si lebar dan si hitam--menunggu reaksi mereka.

Benar seperti dugaanya, reaksi mereka sangat terkejut. Sampai-sampai tubuh si hitam mengejang pelan sangking kaget.

Hening lagi.

Kedua pria itu sedang mencerna perkataan Yume di otak mereka.

Sampai akhirnya si lebar memecah keheningan lagi. "Kau," jeda. "Cuma sekadar nemu tongkat itu di sembarangan tempat, 'kan?"

Ia melirik tongkat itu sambil menahan nafas, lalu menatap Yume.

Yume mengerutkan kening. "Enggak, lah," jawabnya. "Ini memang punyaku."

Kali ini si lebar ikut mengejang.

"Kau Twilight! TWILIGHT! TWI-LIGHT! YANG ADA DI LEGENDA! YANG AKAN MENYELAMATKAN LECULAR DAN ARENNA!" Pekik si hitam heboh sambil menunjuk-nunjuk Yume.

"Twilight? Bukannya itu bahasa inggris yang artinya 'senja', ya?" Tanya Yume sambil mengerutkan kening lebih dalam. Ia bingung setengah mati.

"Bukan! Bukaaan~!" Jerit si lebar yang ikut heboh. "Kau nanti akan menyelamatkan Lecular dan Arenna seperti yang di legenda! Dari Iblis jahat--maksudku, Savage!"

"Savage? Itu bukannya artinya 'kejam' dari bahasa inggris juga?" Tanya Yume, makin bingung.

"Bukaaan~!" Teriak si hitam kalang kabut. "Aduh! Susah, ya, kalau bahas ginian sama orang pintar bahasa inggris!" Pekik si hitam kesal. "Savage, si iblis yang mengurung Lecular dan Arenna di sebuah gunung berkabut emas untuk menyerap kekuatan mereka! Tidak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali Twilight! Pahlawan yang bisa membunuh Savage dengan tongkat itu!"

"Aku bukan pahlawan!" Pekik Yume ikut heboh.

Konyol. Ia dibilang pahlawan.

Omong-omong, mereka bahas apa, sih? Batin Yume.

"Nak, aku tidak punya banyak waktu. Kita harus bergegas ke rumah orangtuamu. Ini sudah mulai terang," kata si lebar sambil menatapnya serius. "Yang penting, kita akan bertemu lagi. Cepat atau lambat. Aku akan menjelaskan semuanya dan kita akan berdiskusi." Katanya.

Lalu ia berdiri tegap, lalu menarik nafas panjang. Kemudian, tiba-tiba saja cahaya oranye dari jarinya itu membesar.

Dan perahu itu melesat dengan kecepatan hebat.

Yume menjerit, lalu memegang tepi perahu kuat-kuat. Rambut mereka teracak-acak.

Sekelilingnya hanya terlihat seperti sekelebat bayangan hitam samar saking cepatnya perahu itu melaju.

Tiba-tiba saja mereka sudah sampai di depan sebuah rumah.

Rumah yang paling Yume benci.

"Yeah, akhirnya sampai." Celetuk si hitam.

Yume terpaku ketika melihat rumah itu, tetapi pandangannya beralih kepada si lebar ketika ia menepuk pundaknya.

"yah, tak terasa beberapa hari ini sudah terlewat dengan begitu cepat," si lebar menghela nafas panjang. "Kau sudah ku anggap seperti anak sendiri."

Yume tersenyum kecil.

"Anak yang cerewet." Gumam si lebar. Senyum Yume langsung luntur. Ia menatap si lebar dengan masam.

"Ya, ya. Terima kasih juga karena sudah merawatku," balas Yume. "Dan ingat, kalian berhutang banyak penjelasan denganku."

"Iyaaa," balas si hitam dengan malas. "Kau juga, jangan terlalu pintar-pintar bahasa inggrisnya!"

Yume memutar bola mata malas.

"Hei, nak." Si hitam menunduk. "Siapkan mental maupun fisikmu. Di masa depan, akan lebih banyak lagi rintang hidup. Memang berat rintangan itu jika kau berada di posisi sebagai Twilight. Tapi, justru itu yang membuatmu bisa menjadi tangguh."

Yume menatap si hitam dengan heran. "Kok, tumben bijak?"

Si hitam berdecih malas. "Ngga tau."

"Dan juga," tambah si lebar. "Ingat, pada saat semenyedihkannya posisimu, kami berdua akan terus berusaha menolongmu. Semenyedihkannya apapun posisimu, ingat juga. Masih ada orang yang masih mendorongmu untuk maju."

Si lebar terdiam sejenak. "Ya, tapi itu di masa depan. Dan yaitu adalah kita." Cengirnya. Yume menghela nafas malas lagi.

"Pokoknya seperti yang kubilang, siapkan mental dan fisik! Perjalanan selanjutnya akan jauuuh lebih berat dari pada yang tadi. Jaga tongkatmu. Jangan sampai hilang!" Pesannya. "Aku tahu kau sedari tadi bertanya-tanya tentang mengapa kau bisa menjadi yang terpilih. Simpel saja, jawabannya adalah ..." matanya menerawang ke langit-langit. "Dunia ini benar-benar sudah hancur. Tujuan mereka kebanyakan sama. Ambisi. Kekuatan. Kekuasaan. Tapi di sekeliling kegelapan itu, masih ada cahaya. Karena harapan akan selalu hidup sampai kapanpun. Dan cahaya itulah harapannya." Jeda kagi. "Dan cahaya itu adalah kau. Gadis yang akan membawa semua harapan semua rakyat Phosa."

Dan bahkan Yume tidak tahu apa 'Phosa' itu.

Si hitam tersenyum singkat, lalu menimpal. "Sana. Masuk ke rumahmu. Habiskan sisa-sisa kebahagiaanmu dulu," lalu ia meringis pelan. "Aku jadi terdengar seperti orang jahat yang ingin menyengsarakan hidupmu. Tapi, bukaan. Savage yang akan menyengsarakan hidupmu."

Yume mengangguk-angguk saja, meskipun didalam hatinya ia mengatakan; sisa kebahagiaan? Bahkan aku sudah tidak memiliki kebahagiaan lagi di rumah itu.

"Yah, kami pulang, ya," kata si hitam. Yume mengangguk lagi.

"Eh, ini kopermu!" Si lebar mengangkut kopernya dari perahu, lalu menjatuhkannya di tanah. "Dan ini senjata-senjata yang tadi kita pak--"

"Nggak usah!" Potong Yume langsung.

"Nggak usah apanya?" Tanya si hitam bingung.

"Bawa saja! Aku tidak butuh senjata itu!" Seru Yume.

Mata keduanya berbinar-binar, lalu mereka tertawa senang. "Wah, pistol ini keren banget, loh. Tidak berat tapi berbahaya!" Si lebar menunjuk-nunjuk pistol yang sempat dipakainya tadi saat bertarung.

"Pisau lipat ini juga! Tajamnya bukan main meskipun kecil! Beruntung sekali kita!" Lalu mereka mulai menepuk telapak tangan sesama.

Yume tersenyum singkat.

"Hehe, terima kasih." Kata si hitam. Yume mengangguk. Lalu mereka mulai berjalan keperahu. Setelah itu, mereka duduk dan mulai mendayung.

"Sampai jumpa lagi!" Teriak si hitam. Yume mengangguk lagi.

Setelah perlahan perahu mulai menjauh, Yume memekik lalu segera berteriak kencang-kencang. "Oh, iya! Aku lupa! Kita belum berdiskusi tentang perahu saat itu! Kalau sudah sampai di seberang, tolong taruh ke rumah Kakek dan Nenekku, ya! Maaf aku benar-benar merepotkan! Sekali lagi, terimakasih banyaak!" Yume diam sebentar. "Jangan curi apapun dari rumah Kakek dan Nenek, ya! Aku sudah percaya kalian, loh!" Teriaknya lagi.

Tidak ada jawaban. Yume pikir mereka tidak mendengar.

"IYA! TENANG SAJA, KAMI TIDAK AKAN MENCURI APAPUN!" Teriak si hitam. "ANGGAP SAJA KITA SEPERTI TUKAR MENUKAR! KAN KAU JUGA MEMBERI KAMI SENJATA KEREN!"

"IYA! TERSERAH!" balas Yume. Ia pun terkekeh kecil lalu berbalik dengan senyum manis di wajahnya.

"Oh! Gadis tidak berguna ini rupanya masih hidup. Menjijikan." Senyumnya luntur seketika itu juga. Hati Yume berdenyut nyeri ketika melihat seorang pria dengan seringaian menyeramkan dengan tubuh berbau alkohol yang mengatakan itu--yang sedang melipat kedua tangannya di dada, dan bersender di ambang pintu.

"Binatang ini kenapa tidak lenyap saja? Kerjanya hanya menyusahkan. Aku jadi ingin mencabiknya!" Pekik sebuah suara yang sangat cempreng. Yume menoleh lagi, dan mendapati seorang wanita dengan tubuh yang sangat kurus--sampai-sampai tulangnya tercetak. Kulitnya sangat-sangat putih pucat. Menandingi warna kulit mayat--sedang berdiri di samping pria itu. Dadanya semakin sesak lagi.

Tentu saja, karena itu adalah orangtuanya.

***

A/N

Hi!

Ehehhehehee emang ga jelas aku tuh, baru mulai taruh soundtrack pas udah jalan seperempat cerita:"

Soalnya aku susah cari lagu yang cocok buat chapternya gituu. Emang rada enggak nyambung sih lagu A Million Dreams jadi soundtracknya chapter ini. Tapi lagunya enak😔💖 (idih sok imut)

Maap kalo ada typo.

Btw aku lupa bilang, kalau misalnya kalian ada yang promosi cerita di conversations, sori aku ngga bisa balas. Soalnya email aku bermasalah:/

Tapi kalau kalian ada yang mau promosi di conversations, akan aku baca kalau ceritanya udah complete. Soalnya aku males nunggu updatean baru. Perpustakan aku soalnya udah penuh. Mau hapus tapi belum end:'D

See you in next part! Babayy!🖑🖐💜💖

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro