Schmerzhafte Informationen
-kau boleh menjadi sosok yang rapuh, kau boleh menyayangi seseorang dengan dalam, tetapi, saat orang itu direnggut darimu, jangan hanya menangis tersedu-sedu tanpa henti. Itu akan berakhir sia-sia! Layaknya hujan, dia sering menangis. tetapi, dia akan selalu berhenti menangis dan membawa keceriaan baru dengan pelangi.
***
Yume dan Mitsuko terbangun di pagi-pagi buta karena suara deringan telepon yang berbunyi nyaring sedari tadi seperti alaram. Yume mengeluh pelan dan beranjak dari kasurnya--menuruni tangga dengan terseok-seok dengan kantung mata. Sedangkan Mitsuko, hanya mengintip dibalik pintu Yume dengan mata yang sesekali terpejam. Rambut keduanya acak-acakan.
Saat sampai dibawah, Yume menatap sekeliling perlahan dan tak sengaja menangkap jendela yang berada diruang tamu. Langit masih gelap. Yume mendongak menatap jam yang ada persis di atas jendela itu yang menunjukan pukul empat subuh. Seketika itu juga gadis itu terkejut dan buru-buru mendongak ke semua arah dan mendapati nenek dan kakeknya belum pulang. Saat itu juga dia kembali panik setengah mati. Jantungnya berdegup sangat kencang. Firasatnya mengatakan hal-hal negatif. Dengan penuh kegelisahan, Yume mendobrak semua ruangan dan matanya dengan cepat menjelajahi ke semua sudut ruangan. Tidak ada kakek dan neneknya. Yume semakin panik. Nafasnya memburu.
Kringg!! Kringg!!
Tetapi, kepanikannya seketika itu juga menguap digantikan dengan jengkel karena sedari tadi dering telepon tidak berhenti berbunyi sedetik saja. Lagi-lagi Yume merasa mempunyai firasat aneh bahwa telpon itu akan menginformasikan hal negatif.
Berusaha berjuang menghiraukan firasatnya, Yume dengan cepat mencengkrem gagang telepon dengan erat dan menghembuskan nafasnya pelan, dan perlahan mendekati ke kupingnya.
Suara yang dia tangkap pertama kalinya adalah suara bising dari lokasi si penelpon. Yume mengerutkan alisnya bingung. Saat itu juga suara ambulance berbunyi nyaring. Jantung Yume berdegup kencang. Suara teriakan-teriakan dan jeritan ketakutan mulai terdengar. Suara kerusuhan mulai keluar dari telpon.
Deg!
"Ha ... ha-lo?" Ucap Yume sambil tersedak salivanya sendiri ketika mendengar samar-samar suara seseorang mengerang pelan tetapi menunjukan seberapa sakitnya dia--yang rasanya familiar.
Tidak ada jawaban. Yang terdengar adalah suara orang-orang memekik kaget bersamaan dengan suara dentingan tiang pelan. Seketika itu juga, banyak suara yang mengatakan, 'Ya Tuhan!' Atau 'kasihan sekali!' Atau 'seram sekali!!'
Deg!
"Ha ... lo?" Tanya Yume lagi. Yang terdengar dari balik telepon adalah seperti bunyi orang yang tergesa-gesa bersamaan dengan suara ambulance yang terdengar lebih kencang. Samar-samar terdengar bising dari orang-orang yang seperti ketakutan atau suara rengekan ketakutan anak kecil.
"Eh? Halo?" Akhirnya suara berat dan penuh wibawa terdengar dari telepon.
"Y-ya? Ha-lo?" Kata Yume gelisah.
"Apakah ada seorang anak bernama.." Jeda sebentar. "Oi, Hitam! Siapa anak yang dipanggil-panggil orang tua itu tadi?" Suara itu sepertinya sedang memanggil seseorang yang disebut hitam itu.
Deg!
"Ck, dasar si lebar pikun! Yu-yu.." suara yang lebih sedikit cempreng terdengar dan juga menjedakan kalimatnya.
Deg!
"Kamu juga sama aja pikun, hitam!" Desis si lebar "Ha? Kamu ngomong apasih?" Tanya si hitam. Terdengar sebuah tepukan dan desisan kesal.
"Eng, kalau tidak salah, nama yang dipanggil-panggil dua orangtua tadi Yule kan?" Ucap si hitam dengan suara bangga. Seketika itu juga Yume terperanjat ketika mendengar sebuah nama yang mirip dengannya.
Deg! Deg! Deg!
"Oh iya aku ingat! Namanya Yume, bodoh! Yule darimana?!" Bentak suara itu dengan gemas. Seketika itu juga jantung Yume benar-benar tisak bisa dikontrol.
"Oh iya ..." cicit si hitam pelan.
"Engg ... a-aku Y-yume. A-ada apa ya?" Tanya Yume benar-benar takut.
"kakek dan nenekmu tewas. Kami baru menemukan mayatnya beberapa menit yang lalu dijurang saat kami sedang ada jadwal berpatroli. Sepertinya mereka sudah tidak bernyawa dari beberapa jam yang lalu. Diduga sih ... mereka kecelakaan. Tetapi, dari kemarin kami selalu bergiliran berpatroli dan sedari kemarin, tidak ada kecelakaan sama sekali selama kami berpatroli. Entahlah, ini aneh sekali."
DEG!
BRUK!
Yume menjatuhkan gagang telepon karena kaget setengah mati. Rasanya Yume seperti disambar petir. Nafasnya sesak seketika itu juga. Benar-benar sesak.
Bruk!
Yume terduduk dilantai dengan lemas. Mitsuko yang mendengar suara itu dari atas buru-buru menuruni tangga dan terkejut mendapati Yume menunjukan wajahnya yang benar-benar pucatasi seperti mayat.
"A-ada apa?!?" Tanya Mitsuko panik melihat muka Yume pucat seperti mayat. Yume tidak menjawab, melainkan langsung menghambur kedalam pelukan Mitsuko sambil menumpahkan tangisnya. Tangisan pilu yang menunjukan kepedihan yang sangat dalam. Mitsuko yang melihat itu jantungan sekaligus bingung. Tetapi dia membiarkan Yume berada dipelukannya.
Beberapa menit berlalu. Tiba-tiba, Yume cepat-cepat melepaskan pelukannya dari Mitsuko. Mitsuko terlonjak kaget. Yume dengan geram menarik gagang telepon erat-erat.
"Pembohong! Tadi kau katakan mereka sudah mati! Tetapi kenapa kau bilang mereka memanggil namaku?!!" Teriak Yume. Tangisannya pecah. Tangisan marah. "Tidak baik berbohong kepada seseorang apalagi sampai mengatakan bahwa Kakek dan Neneknya meninggal!" Ya, memang sedaritadi telepon belum dimatikan. Yume dengan geram mencengkrem gagang itu kuat-kuat sampai retak.
"Eh, nak! Jangan asal tuduh! Tadi memang mereka sudah meninggal! Tubuh mereka sudah sangat pucat! Sangat putih! Mereka sudah tidak bernafas dan jantungnya tidak berdetak lagi. Saat kami mengangkatnya dari jurang, mereka tiba-tiba memanggil namamu dua kali sampai akhirnya tidak bersuara lagi," Terdengar suara tercekat dari telepon. "Astaga, mereka memang sudah meninggal! Saat mereka memanggil namamu, kami panik sekali sambil mengecek nafas dan detak jantungnya. Tetapi jantungnya memang sudah," lagi-lagi pria itu tercekat. "Berhenti.. mereka juga memanggil namamu tanpa berna--" Pria itu tercekat untuk ketiga kalinya. "Fas..." pria itu melanjutkan sambil cegukan. Terdengar suara cekikikan si hitam di telepon.
Mitsuko terbelalak mengetahui alasan Yume menangis dan juga kaget ketika dia menguping, sedangkan Yume sudah merinding hebat.
"Se-seram.." cicit Mitsuko. Yume mendongak menatap Mitsuko. Mitsuko samar-samar bisa melihat wajah Yume yang sudah sangat kusut. Yume kembali menatap gagang telepon dan tanpa menyerah kembali menyangkal informasi pria itu.
"Coba buktikan sekarang! Kau bisa saja mengarang cerita sambil sok-sok lebay! Memangnya kau siapa?! Kau mencurigakan! Untuk apa kau mengecek jurang?!" Desis Yume tajam. Rahangnya mengeras.
"Aku?" Baru saja si lebar ingin menjawab tetapi si hitam memotong. "Jadi duta shampo lain?" Lanjut si hitam sambil cekikikan.
Yume mendesis geram. Ingin sekali rasanya dia mencabik-cabik si hitam.
"Diam kamu hitam!" Seru si lebar, murka. "Hei nak, aku ini polisi. Kau cukup berani membalas perkataan orang yang tidak dikenal ya, dan bagus sekali! Kau tidak gampang percaya dengan orang! Ya, tapi sih aku tidak mengada-ngada," Jeda sebentar. "Sebenarnya, kalau kau masih tidak percaya, kau mau ikut ke rumah sakit naik ambulance? Kami ingin membawanya ke rumah sakit yang di dekat supermarket yang 24 jam itu. Apa ya itu namanya? Bukannya rumah sakit itu melewati rumahmu?" Ragu si lebar yang ternyata adalah polisi.
Dada Yume serasa dihantam ribuan peluru. Yume tercekat. Yume tanpa kenal putus asa menyangkal si lebar.
"Bohong! Kalau begitu, aku tunggu kau didepan rumahku! Kalau kau berbual, aku akan melaporkanmu ke polisi yang sebenarnya! Apalagi kalau kau berani macam-macam denganku, ayo berurusan denganku!" Seru Yume, tegas.
"Baiklah, baiklah." Ucap si lebar. "Oi, hitam! Ambulance sudah berada dimana? Anak cerewet ini ngotot bilang kita bohong!" Seru si lebar gemas. Yume mengumpat disebut anak cerewet. "Hei nak, tidak sopan mengumpat kepada polisi," tegur si lebar. Yume dengan iseng mengumpat lebih banyak lagi dengan Mitsuko yang mendelik disampingnya. "Ya, ya, ya, terserah mu." kata si lebar dengan capek. Jika saja situasi berbeda, Yume pasti sudah nyengir lebar.
"Kata si bapak hitam itu, Ambulance sudah lumayan dekat dari rumahmu. Mungkin 20 menit lagi sampai. Tunggu lah." Kata si lebar. Kali ini suaranya terdengar ramah. Yume menjatuhkan gagang telepon kasar. Pikirannya kacau. Ia hanya bisa menatap kosong ke gagang telepon.
Ia takut si sepertinya polisi ini tidak mengada-ngada karena tadi memang Yume mendengar suara ambulance. Ia takut kakek dan neneknya akan meninggalkannya. Ia takut kehilangan mereka yang merawatnya selama ini. Ia takut sekali tentang mereka yang memanggil namanya tanpa bernyawa. Mengapa kakek dan neneknya bisa mati mengenaskan dengan tubuh yang ditemukan dijurang? Mengapa?
Seketika itu juga, Tubuh Yume bergetar hebat. Mitsuko hanya menatapnya iba.
"Aku takut." bisik Yume parau. Ia berharap ini hanya mimpi. Ia berharap ambulance benar-benar tidak datang dan menjadi bukti bahwa si bapak yang mengaku-ngaku seorang polisi itu berbohong. Ia berharap hari ini tidak akan terjadi. Ia berharap, Nenek dan Kakeknya hanya menginap dirumah seseorang dan nanti akan mungkin akan kembali pulang. Ia berharap... ia bisa mendengar suara Kakek dan Neneknya untuk terakhir kalinya--mengucapkan salam perpisahan untuknya.
Seketika itu juga, dia memeluk Mitsuko lagi erat-erat. Mitsuko yang mengerti hanya bisa menepuk pelan punggung Yume--berharap bisa menghiburnya.
Seketika itu juga, rumah itu sangat sunyi. Tidak ada suara sedikitpun. Yume menangis dalam diam. Mitsuko hanya bisa menghela nafas pelan sambil menepuk-nepuk punggungnya lagi.
Ternyata... kalau teman kita sedang hancur, entah kenapa kita bisa merasakan kehancuran teman kita. Rasanya sesak mendapati teman kita sedang menangis pedih dan kita tidak bisa membantu apa-apa. Menyakitkan. Itu yang Mitsuko pikirkan selama Yume menangis. Meskipun baru berkenalan sehari, Yume yang friendly bisa membuat mereka akrab dalam sekejap dan merasa seperti sudah berteman lama. Yume yang ramah bisa membuat mereka semakin akrab dalam beberapa jam. Entah, dalam beberapa jam ini juga, Mitsuko menjadi merasa sedikit tidak percaya kalau mereka baru berteman selama beberapa jam.
"Maaf aku tidak bisa melakukan apa-apa" kata Mitsuko pelan. Entah kenapa dirinya benar-benar merasa bersalah.
"Tidak apa-apa." Kata Yume serak.
Ngiuu ngiuu ngiuu ngiuu!
Seketika itu juga tubuh Yume menegang. Polisi itu tidak berbohong. Mereka tidak berbohong.
Seseorang pria bertubuh tegap datang. Yume melepaskan pelukannya dan mendongak ke polisi dengan mata sayu. Mereka benar-benar tidak bercanda.
"Hoh! Rupanya ini si Yule-Yule itu!" Celetuk suara dibelakangnya. Yume melirik pelan dan mendapati seorang Pria lain dengan kulit hitam pekat dan rambut kribo. Ia yakin dialah yang disebut si hitam.
"Diam kamu hitam!" Bisik Polisi itu kesal. Polisi itu mengalihkan pandangannya dan menatap Yume. Yume hanya menatapnya. Berharap sekali semua ini bohong. jantungnya berdegup sangat kencang.
"Nah, Yume? Saya polisi yang tadi kau umpati itu." Ucapnya sambil tersenyum lebar. Yume yakin pasti dialah si lebar.
"Kau bohong kan! Jangan menculikku!" Jerit Yume sambil menyambar sapu yang tadi ada didekatnya dan memasang posisi bersiap. Polisi itu malah menatapnya dengan serius.
"Nak, ada satu hal yang ingin aku bicarakan. Dan aku bukan penculik. Kalau tidak percaya, ayo lihat jasad kakek dan nenekmu." Katanya. Raut wajahnya benar-benar serius, membuat Yume menelan salivanya. Takut-takut ada hal mistis, mungkin?
Yume tanpa aba-aba berlari dan menubruk polisi itu kencang dan keluar dari rumah. Begitu terkejutnya dia mendapati benar-benar ada ambulance. Dadanya sesak sekali. Air matanya tumpah. Yume langsung berlari ke ambulance dan menendang-nendang pintu ambulance dengan kuat dan kasar.
"Buka pintunya! Aku ingin melihat kakek dan nenekku!" Bentaknya sambil mengusap air matanya kasar. Pintu belum juga terbuka. "BUKA!" jeritnya sambil menghantam kuat pintu ambulance dengan kepalan tangannya sampai ambulance penyok.
"He-hei! WAA! Jangan hancuri ambulance itu anak badung!" Pekik si hitam dari belakang. Mendengar dirinya dikatai membuatnya makin emosi. Dia menendang kuat pintu ambulance sampai akhirnya Pintu itu terlepas dari mobil dan hancur menjadi beberapa bagian oleh dirinya. Si hitam dan si lebar terbelalak dan terkesiap dibelakangnya.
"Singa sudah bangun dari tidurnya!" bisik si hitam.
Yume segera berlari dan melempar pintu ambulance yang menghalangi jalannya sampai hancur lagi dengan kasar seperti orang kesetanan. Mitsuko tanpa dia sadari sudah berada dibelakangnya dan berusaha menahannya. Tetapi, selama ini tidak ada orang yang bisa menahan dirinya kalau dia sedang sangat emosi. Mau tak mau Mitsuko juga terkena tendangan atau hantamannya.
Yume menerobos masuk ambulance. Dia benar-benar emosi. Orang-orang yang ada di ambulance berusaha menghalanginya tetapi tenaga Yume lebih kuat. Yume mendorong orang-orang itu sampai jatuh dari ambulance.
Yume segera berjalan di mobil ambulance beberapa langkah dan segera mematung.
Dua orang yang sudah tergeletak dan tidak bergerak sama sekali, tertutupi kain putih yang sudah menjadi berwarna merah karena darah.
"Tidak, tidak, tidak!" Yume menatap kain penutup itu dengan takut. Suara mobil polisi yang sengaja dibunyikan si hitam saat aksi gilanya semakin membuat dirinya ketakutan. Yume segera membuka kain itu perlahan dan membeku. Yume membekap mukutnya.
DEG!
kakek dan neneknya lah yang ditutupi kain itu. Kakek dan neneknya lah yang meninggal. Kakek dan neneknya tampak berlumuran darah dengan luka dalam yang sangat parah.
Seketika itu juga Yume menjerit histeris dan tangisannya pecah lagi. Dia bersimpuh dilantai ambulance dan menangis sekeras-kerasnya ditangan neneknya.
Nenek dan kakeknya ... benar-benar sudah meninggalkannya. Kakek dan nenek yang selama ini merawatnya hingga besar, Kakek dan neneknya yang mengajarinya membaca dan menulis, Kakek dan neneknya yang selalu melindunginya dari orangtuanya, Kakek yang humoris dan ramah dan pintar memasak, serta neneknya yang galak tetapi sangat menyayanginya, Kakek dan neneknya yang selalu membiayai hidupnya, Kakek dan neneknya yang menjadi orang yang setia mendengarkan curhatannya, Kakek dan neneknya yang selalu mendukung dan mendorongnya untuk terus maju dan melawan orang-orang yang sering menindasnya, Kakek dan neneknya yang selalu mempunyai sejuta hal untuk membuatnya bahagia lagi ketika sedang bersedih, Kakek dan neneknya yang mengubahnya dari sosok lemah menjadi pemberani, Kakek dan neneknya yang selalu mengkhawatirkannya, kini sudah tidak ada.
Mereka tidak akan kembali.
Mengingat fakta itu, Yume bertambah kencang menangis. Sedangkan diluar, si lebar dan si hitam beserta kawan-kawannya sudah menatapnya iba, serta Mitsuko yang menunduk--tidak mau melihat temannya hancur.
Selama Yume menangis, Si hitam dengan kurang hajarnya menyetel lagu untuk orang meninggal di handphonenya yang disembunyikan disakunya.
Yume hanya bisa menangis pilu. Beberapa saat kemudian, dia membentur-benturkan dirinya di dinding ambulance. Ya, dirinya merasa bersalah. Kalau saja dia tidak merekomendasikan kepada Kakek dan Neneknya untuk membuka restaurant, semua ini tidak akan terjadi. Mereka tidak akan pergi ke supermarket dan berujung tidak akan kembali. Andai saja dirinya tidak banyak mau, pasti Kakek dan Neneknya masih hidup dan mungkin sekarang mereka sedang menikmati teh dipagi hari.
Yume menangis perih dan membenamkan kepalanya di tubuh Kakeknya. Dia memukul-mukul dirinya sendiri, benar-benar marah kepada dirinya.
"Hentikan!" Jerit Mitsuko tidak tahan melihat Yume yang sudah mulai mengambil pecahan pintu mobil ambulance untuk dia sayat ke lengannya. Mitsuko merampas pecahan pintu itu dan membuangnya asal yang tanpa ia ketahui terkena muka si hitam. Si hitam memekik kesakitan.
"Jangan gila, Yume! Yang salah itu pembunuh kakek dan nenekmu!" Desis Mitsuko. Yume terkesiap. Dia mengingat. Kakek dan neneknya tidak mungkin sengaja menjatuhkan diri ke jurang. Mereka masih mempunyai akal sehat.
Cepat-cepat Yume membuka kain putih itu dengan berlinangan air mata. Dadanya terasa dihantam jutaan peluru. Jujur, dia takut dia tidak kuat melihat luka-luka itu. Dia takut dia makin tidak bisa melepaskan Kakek dan Neneknya.
Pikirannya kacau, dia benar-benar emosi. Kalau saja dia bisa menemukan siapa si pembunuh itu, dia akan ikut menjadi pembunuh dan membunuh si pembunuh.
Dia berharap bisa menemukan sidik jari si pembunuh dalam tubuh Kakek dan Neneknya. Mata Yume perlahan mulai menelusuri tubuh kakek dan neneknya dari atas sambil dengan tangisannya yang meledak-ledak.
Dan Yume menyadari satu hal selama dirinya menelusuri tubuh remuk kakek dan neneknya.
Disekujur tubuh mereka, terdapat sayatan pisau yang membentuk huruf-huruf merah akibat darah mereka. Ketika dia membaca sayatan pisau itu, tulisan yang dibuat oleh si pembunuh di sekujur tubuh mereka adalah, 'Donlox'.
A/N
Oke, Authornya lagi kerasukan terus jadi greget pengen lanjutin cerita👻.
Iya-iya, aku tau ini feelnya ga dapet;-;
Dan, pertama kali nulis tokoh si hitam aku langsung menjadikan dia tokoh favorit aku😆.
Tentang judul, artinya informasi mengejutkan. Itu bahasa jerman. Ngga tau seru aja gitu kalau pakai2 bahasa luar negri:'D
Oke-oke, tunggu Next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro