More Deadly Obstacles
Yume melongo ketika mahkluk itu tumbang bersamaan dengan percikan air sungai yang mengguyur mereka dengan hebat--sambil mengabaikan pundaknya yang mulai sakitnya menggila.
Ia meneguk ludah dengan wajah ngeri. Si lebar dan si hitam juga nampak menunjukan ekspresi yang sama.
"Lah, beneran mati itu?" Tanya si hitam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Perpaduan antara ekspresi bingung dan kaget dari wajah si hitam itu membuatnya terlihat konyol.
"Iya." Balas si lebar.
"Kau serang bagian mananya?" Tanya si hitam ke Yume.
"Mata. Tadi aku menusuk matanya." Yume menjawab dengan linglung.
Si lebar melangkah perlahan. Dan pada detik selanjutnya, perahu itu berguncang hebat lalu perlahan mulai memiring.
"Oh, tidak! Jangan lagi!" Pekik si hitam dengan wajah pucat pasi.
BYUURR!
Perahu pun terbalik bersamaan dengan terjatuhnya mereka ke sungai. Yume menahan jeritan ketika tercebur ke air yang sangat dingin dan menusuk sampai tulang itu.
Yume yang tidak bisa berenang hanya mengepak-ngepakkan tangannya dengan kesetanan, lalu cepat-cepat memeluk perahu yang mengambang dengan kulit sepucat salju dan wajah menyeramkan.
Si lebar hanya berenang dengan tenang dengan wajah tak berdosa, serta si hitam yang menahan diri dari emosi dengan wajah masam.
"Seumur hidup aku dilimpahi kesialan terus! Astaga!" Desis si hitam setengah memekik. Si lebar hanya menyengir.
"Geser!" Perintah si lebar sambil berenang lebih dekat ke perahu. Ia mencengkram tepi perahu, lalu mulai membalikinya seperti semula.
Si lebar mengerutkan kening sambil berusaha mengangkat perahu untuk membalikkannya. Yume memekik ketika dirinya mulai setengah terangkat karena memeluk perahu.
Si lebar yang baru menyadari keberadaan Yume langsung menatapnya heran, lalu terbahak pelan. "Pantas saja berat! Ku kira ada monster lagi yang menarik perahu dari bawah!"
Yume menatap si lebar dengan masam.
"Wah! Kau tidak bisa berenang?!" Pekik si lebar, lalu mulai terbahak lagi. Yume membuang muka. Usahanya dengan memeluk ujung perahu dengan setengah menggelamkan diri agar tidak ketahuan si lebar ataupun si hitam jika ia tidak bisa berenang, sia-sia.
"Ya sudah, sana dulu. Nanti kita keburu masuk angin. Sana pegangan saja sama bapak hitam itu." Si lebar mengarahkan dagunya ke si hitam.
Yume mengusap wajahnya dengan kasar, lalu mulai menggerak-gerakkan kakinya secepat kilat dan kesetanan, lalu memegang--ralat, menjambak rambut si hitam dengan wajah panik dan pucat pasi.
"Kau ini memang beneran tidak bisa berenang, ya." Si hitam menyipitkan matanya ke Yume. Yume balas mendelik ke arahnya.
Si lebar mendorong perahu lebuh kuat lagi sampai akhirnya benar-benar terbalik. Kemudian, si lebar tersenyum puas, lantas melompat ke perahu dan terpakar dengan terengah-engah.
"..."
"Jangan lupain kita!" Sindir Yume setelah berdeham keras. Si lebar meringis.
"Sini, sini!"
Si lebar pun menarik diri, lalu duduk di perahu. Kemudian menarik tangan Yume. Si hitam pun segera ikut melompat di perahu.
"Kau ini berat!"" Oceh si hitam. Yume hanya menghiraukannya.
Di bantu si lebar, Yume perlahan mulai mengangkat diri. Baru setengah jalan dirinya terangkat, samar-samar ia melihat sekelebat bayangan hitam melintas sekilas di sampingnya--dari dalam sungai itu.
Yume cepat-cepat menoleh kaget. Ia menyambar lentera, lalu mengacungkannya ke arah dimana ia melihat bayangan itu.
Ia mengerutkan kening ketika cahaya sudah menerangi permukaan air. Tidak ada apa-apa.
"Apasih?" Tanya si hitam. Yume hanya menggeleng bingung.
Ia pun kembali menarik diri di perahu. Saat tubuhnya sudah sampai sepenuhnya, Yume mulai beranjak berdiri. Baru saja mengangkat diri, kaki sebelahnya sudah ditarik sesuatu yang dingin dan tajam dengan kasar--sehingga ia langsung memekik dan tercebur kembali.
Si hitam dan si lebar berteriak panik dan bingung.
Yume berusaha berteriak meminta tolong di dalam air sungai itu. Tetapi, yang ada air-air itu tak sengaja ia telan dan suaranya tidak muncul sama sekali.
Ia hanya megap-megap dan bergerak sangat kencang dan kesetanan. Ia takut. Siapa yang menariknya?!
Kakinya semakin lama semakin di tarik kebawah sungai. Yume meringis ketika merasakan bahwa dirinya perlahan tidak kuat menahan diri untuk tidak bernafas.
Perlahan ia hanya mengepak-ngepakkan tangan dan kakinya dengan tidak beraturan. Ia ketakutan. Dirinya sudah di ambang kematian. Ia tidak tahan menahan nafas.
DOOR!
Samar-samar sebuah peluru meluncur kencang dan masuk ke dalam sungai. Yume menjerit tanpa suara dan segera menghindar.
DOR! DOR!
Suara tembakan itu mulai terdengar lagi. Yume segera menundukkan kepalanya atau sesekali memiringkan tubuhnya. Peluru-peluru mulai beluncuran lagi.
GROAAAARH!
Suara geraman hebat terdengar dari bawah sungai. Yume pun mengumpulkan keberanian melirik ke arah bawah.
Sebuah monster dengan tangan seperti cakar burung, dan berkulit keras kasar berwarna merah. Mahluk itu mirip sapi raksasa. Kepalanya terlihat seperti kepala benteng, tetapi, ia memiliki moncong seperti serigala.
Yume melebarkan bola matanya ketika melihat monster itu, serta sesuatu yang mengepunginya--yang berwarna merah pekat.
Rupanya tembakan si hitam dan si lebar tak sengaja terkena monster itu.
Monster itu langsung mengerang kesakitan ketika satu peluru meluncur lagi dan menancap di salah satu bagian tubuhnya. Langsung saja Yume terlepas.
Yume segera mengepak-ngepakkan tangannya dengan cepat sekali. Setelah itu, akhirnya dirinya sampai di atas air.
"Woaah!" Yume menyemburkan air yang mengumpul di mulutnya. Lalu segera menghirup nafas sebanyak-banyaknya. Seram sekali. Dirinya hampir mati tadi.
Ia cepat-cepat menaiki perahu di bantu si hitam.
"Monster gila tidak punya hati! Hampir saja aku mati!" Makinya sambil memeluk diri kuat-kuat dengan tubuh berguncang hebat. Ia benar-benar kedinginan.
Yume segera menyambar belati yang terdapat racun di ujungnya. Si hitam juga mulai mengambil tombak. Si lebar mencengkram pistol besarnya.
"Kau tadi ingin membuatku mati! Sekarang aku yang mengingini agar kau mati!" Teriaknya dengan nafas memburu.
Tiba-tiba, air mengguyur mereka dengan hebat bersamaan dengan monster yang menarik kaki Yume nampak.
Yume menahan nafas ketika melihat besarnya monster itu. Mungkin sebesar dua paus. Dan yang mengherankannya, jika ia sebesar itu, sedari tadi pasti perahu dan monster itu sudah berbenturan terus menerus karena sungai yang tidak terlalu luas ini.
"s-seram." Cicit si hitam.
"Jangan jadi penakut di saat-saat kau membutuhkan keberanian yang cukup!" Teriak si lebar sambil menarik pelatuk dengan kencang.
DOR!
Tidak ada pergerakan. Monster itu bahkan tidak kesakitan sama sekali seperti monster sebelumnya.
Yume menatap monster itu bingung sambil terus mencengkram belatinya. Mengapa tadi ia bisa berteriak kesakitan? Di mana si lebar menembak monster itu tadi?
Si hitam dan si lebar mulai menyerangnya kembali.
Yume kesulitan mencari bekas peluru di tubuhnya--yang diakibatkan karena tubuhnya yang sangat besar itu.
Yume pun sadar bahwa monster pertama dikalahkan karena matanya tertusuk pedang. Berarti, kelemahannya adalah mata. Bisa saja ia juga tumbang ketika Yume juga menyerang matanya.
Yume pun langsung menatap matanya, lalu terkejut ketika melihat peluru yang menancap di matanya itu.
Peluru itu sudah menancap disitu. Tapi dia tidak mati. Lantas, apa yang dapat membuatnya tumbang?
Yume yang bingung pun hanya menangkis-nangkis serangan monster itu sambil memikiri titik kelemahan monster itu.
Si hitam dan si lebar juga nampak menembaki dan menusuk tubuh monster itu terus menerus. Monster itu hanya meraung marah dan mulai mengayunkan tangannya--bersiap meraih ketiga manusia itu, lalu meremukkannya.
Setengah jam mereka habisi hanya untuk menyerang monster itu. Tidak ada perubahan. Bahkan persediaan peluru mulai menipis. Mereka semua sudah banjir keringat dan pegal-pegal. Tetapi monster itu tetap tangguh.
Yume berlari kencang, lalu menebas tangan sebelahnya. Ia sudah gemas sedaritadi ingin mencopoti tangannya yang sedari tadi selalu ingin mencakari mereka dan melukai mereka.
Tangannya pun terpotong. Ia meraung marah.
Monster itu menatap Yume dengan tajam. Yume meneguk ludah.
ROAAARHH!
Ia segera menyeruduk Yume, sehingga Yume kehilangan keseimbangan dan berujung memegang tanduk monster berkepala benteng itu. Baru ingin kembali meloncat ke perahu, monster itu sudah lebih dulu mengangkat diri, sehingga ia mau tak mau ikut terangkat--lalu berdiri tegap.
Monster itu sangat tinggi. Jadi Yume yang berpegangan pada tanduknya itu melihat perahunya hanya seperti titik kecil. Dan itu membuatnya sangat ketakutan.
ROAARH! ROAAAAAARH!
Yume segera beralih ke monster itu. Tubuhnya setengah terbanting ketika kepala benteng itu bergerak-gerak.
Tak sengaja, Yume terjatuh ke moncong benteng itu. Ia meneguk ludah ketika mata si monster itu--yang berada hanya beberapa jengkal darinya--menatapnya dengan kilat amarah.
ROAAARH!
Ia kembali meraung. Lalu ia mengguncang kepalanya sendiri.
Mata Yume melotot lebar ketika pegangannya pada tanduk mahluk itu terlepas. Ia pun segera berteriak.
Karena ia jatuh dari ketinggian yang sangat tinggi, butuh lima menit untuk seutuhnya terjatuh di perahu.
Ia terus menjerit ketakutan dengan jantung yang memompa hebat seperti ingin copot. Perutnya serasa digelitiki. Kepalanya pusing dan ia menjadi mual.
Tiba-tiba, monster itu menyemburkan petir biru dari mulutnya. Yume melongo sambil terus terjatuh ke bawah.
Yume yang benar-benar panik ketika ia sedikit lagi menubruk perahu sekaligus terkena petir biru, tanpa berpikir langsung mengarahkan tongkat yang ia temukan di kotak dirumahnya itu--yang sedari tadi ia simpan di sakunya.
Yume memejamkan mata erat-erat--menunggu ajal. Ini konyol sekali. Ngapain juga ia malah menjulurkan tongkat yang dihias-hias seperti ini? Tidak membantu sama sekali!
Yume menghitung detik--sambil terus menunggu maut, dalam hati.
Satu ...
Dua ...
Tiga ...
DUAAAR!
Sebuah suara letusan hebat terdengar. Yume terbelalak dan cepat-cepat membuka mata. Dan ia begitu takjub ketika melihat dirinya mengambang di atas sekumpulan besar cahaya emas terang yang berasal dari tongkat itu.
Tongkat itu mengeluarkan dua cahaya yang mengarah ke berlawanan arah. Kumpulan cahaya emas yang satunya lagi sedang mengarah ke petir biru itu.
Ia memang tidak tahu apa yang terjadi. Ia memang benar-benar bingung. Tetapi ia memutuskan mencengkram tongkat itu erat-erat. Ia merasakan dorongan yang kuat yang berasal dari tongkat itu. Tetapi ia melawannya.
Ia terus mengumpulkan tenaganya ke tongkat itu, lalu juga mengumpulkan keberanian.
DUAAR!
Suara letusan hebat terdengar lagi, bersamaan dengan terlemparnya Yume ke perahu--yang di sambut wajah takjub si hitam dan si lebar--dan petir yang mulai menyerang balik monster itu.
DUAAR
Satu lagi letusan terdengar, bersamaan dengan tunbangnya monster yang sudah gosong itu, dan berakhirnya pertarungan.
***
A/N
DUAAR!
aku kembali! :'D
Astaga hampir aja aku kelupaan sama cerita ini gara-gara keasikan nonton The Chronicles Of Narnia;-;
Ho'oh, itu actionnya makin aneh🙈
Btw makasih untuk 300 readers dan 54 vote!:>>💗
Meskipun itu masih dikit, aku udah senang banget! Thx semua yang masih setia membaca cerita ini meskipun tidak comment!
Kalian emang the best! UwU
See you in next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro