Mira la luna
"Nah, akhirnya kau pulang juga! Nenek khawatir sekali denganmu! Tahu nggak, nenek sedari tadi menelpon gurumu!" Kata nenek dengan senyum hangat.
Yume melototi nenek sambil melempar tasnya sembarangan, dan berjalan menuju meja makan. Apa yang Akiko-Sensei jawab kepada nenek?
"Hm Yume, siapa yang mengajarimu berbohong nak? Kata gurumu itu kau nyaris membuat temanmu pingsan karena kau menonjoknya berkali-kali dan mencakar, dan melukainya karena temanmu tidak memberi jawaban ujian kepadamu. Apakah selama ini Nenek pernah mengajarimu begitu?" Kata nenek dingin. Matanya menatap dengan tajam. Yume yang ingin menarik kursi untuk duduk dan makan, kini terhenti. Dia meringis ditempat.
Mati kau Yume! Lagi-lagi guru jahat itu berbohong kepada Nenek! Nah, apa yang akan ku jawab sekarang? Siapa-pun tolong lah!, Batin Yume menjerit.
"Yume?"
Yume tersentak dari lamunannya dan menelan ludahnya ketika melihat neneknya masih saja melontarkan tatapan tajam lagi saat sudah selesai berkata. Yume yang masih diam di tempat pun meringis pelan melihat neneknya hendak membuka mulut lagi.
"Yume, sebaiknya kau duduk terlebih dahulu, ayo kita bicarakan sambil makan. Meskipun dia berbuat kesalahan, setidaknya, dia baru saja pulang saat malam. Pasti dia sudah kelaparan." Kakek yang tadi masih berkutat dengan supnya, kini datang dengan nampan berisi tiga mangkuk sup daging, dan menyela nenek. Dalam hati Yume bersyukur.
"Baiklah, kamu berhutang penjelasan, Yume" Nenek menghela nafasnya.
Dia pun menarik kursi dan segera duduk.
"Itadakimasu!" Ucap mereka bersamaan. Yume pun memegang sumpit dan mengambil daging dari sup buatan kakek, dan memakannya. Sekali-kali dia meneguk kuah-nya.
"Nyum! Sup daghing bhuatan khakhek mhuemang shelalu yang paling uenak! Hoha saja khaakek membhuka resthaurant sup daging! Aku hhamin hasti dalam bebherapa bulan akhan menjadhi restaurant terkenalhh karena kelezhatan sup daghingnya!" Kata Yume sambil mengunyah.
"Yume! Telan dulu makananmu baru bicara!" Tegur nenek. Yume memasang wajah tak berdosa sambil nyengir. Kakek terkekeh pelan.
"Aduh chucu kakek memang palhing phwuintar." Kakek dan Yume melakukan high five. giliran kakek sekarang yang dipelototi nenek karena juga belum menelan makanannya dulu sebelum berbicara.
"Dasar kakek dan cucu, sama saja tingkah lakunya!" Nenek ikut menyertakan Yume dalam pelototannya. Lagi-lagi kakek dan Yume tertawa bersama dengan makanan yang belum mereka kunyah di mulut mereka, sampai akhirnya kedua-duanya tersedak. Nenek menepuk dahinya pelan.
"Jadi Yume, bisakah kau memberi tahu maksud perlakuan mu tadi?" Nenek berkata lembut. Yume menghela nafas lalu mulai menceritakannya sambil menghentak-hentakkan kakinya penuh emosi ketika mengingat perlakuan guru dan murid itu.
Saat dia menceritakan dibagian saat Miki berpura-pura nangis dan mengatakan bahwa Yume mencakarnya, Yume menghentakan kakinya lagi dan kali ini lebih kencang dari pada sebelumnya. Kakek terlonjak di kursinya sambil tersedak untuk kedua kalinya. Nenek cepat-cepat memberi kakek minum.
"Astaga, nak! Kau mengagetkan saja! Santai dong, Emosi sekali!," Seru kakek. Yume tertawa lebar. Nenek ikut terkikik kecil. "Nenek juga nih! Bukannya ditegur malah ikut tertawa!" Lanjut kakek sambil mengusap-usap dadanya. Yume dan nenek semakin besar tertawa. Kali ini, Yume yang melakukan high five dengan nenek
"Hehehe, maaf kek." Yume akhirnya menjawab setelah puas tertawa. Mereka kembali makan dan Yume kembali bercerita sambil sesekali berhenti untuk makan.
"Hmm, dasar anak kurang hajar." timpal kakek yang dihadiahi sikutan di lengannya dari nenek. Yume tertawa pelan. Sebenarnya, dia dalam hati senang Miki dikatai seperti itu.
Yume pun melanjutkan kembali ceritanya.
"Tahu begini, kau pindah kelas saja. Nanti nenek yang bilang kepada gurumu. Daripada tersiksa sama anak manja itu." cibir nenek. Giliran kakek yang menyikut nenek.
Nenek berdecak. Ia menatap kakek. "Apa sikut-sikut?"
"Jangan suka mengatai orang!" pelotot kakek yang kemudian membuat Yume tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan kakek. Padahal beberapa menit yang lalu dia yang mengatai Miki.
"Kau sendiri tadi mengatainya kurang hajar!" Kata nenek balas melotot
"Yaaa kan ...." Kakek menggaruk tengkuknya dengan ekspresi kebingungan. Ya, dia bingung ingin menjawab apa. Yume tertawa kecil, lalu kembali melanjutkan ceritanya.
"Berarti guru itu berbohong sama nenek! Dasar tidak tahu diri! Dasar guru jaman sekarang! Ada duit, pasti jadi gitu! Mata duitan! Dia pikir kita juga tidak membayar uang sekolah apa?!" Kata nenek sambil menggrebek meja dengan emosi. Yume terlonjak dari kursinya, sedangkan kakek, mukanya pucat pasi karena kaget. Dia menghela nafasnya.
"Wah, wah. tenanglah." Tawa Kakek sambil mengusap bahu nenek. Nenek mendengus.
"Pokoknya Yume harus pindah kelas besok! Iih! Jadi gemas deh! Jadi pingin meremas guru dan anak manja itu sampai ciuutt!" Decak nenek sambil menggeram. Yume dan kakek tertawa terbahak-bahak. Mereka pun akhirnya melanjutkan makan kembali sambil cekikikan.
Akhirnya, Makanan sudah habis, cerita selesai, dan perasaan bahagia meliputi mereka. Sungguh, Yume paling suka saat-saat ini. Andai saja waktu bisa diulang, Yume pasti rela memberikan apa saja demi bisa menikmati saat-saat itu. Yaa, meskipun waktu tidak bisa diulang, tidak ada salahnya kan kalau hanya sekedar berharap?
Yume pun beranjak dari kursinya dan mencuci mangkuk ketiganya. Kakeknya segera pergi dan melempar dirinya ke sofa sambil membaca koran, sedangkan neneknya melanjutkan merajut sebuah syal.
Selesai mencuci mangkuk, Yume menaiki tangga yang sudah tua itu, dan masuk ke kamarnya yang memang ada diatas, dan mengganti bajunya dengan baju santai. Memang sedari tadi dia belum mengganti seragam SMPnya.
Dia melempar dirinya ke kasur yang empuk dengan sprei berwarna putih wangi itu. Saat menatap jendela, dia terkejut dengan apa yang dia lihat.
Malam ini, cahaya bulan bersinar lebih terang dari pada biasanya, ditemani dengan banyaknya bintang-bintang di sekeliling bulan itu.
Yume menatap bulan dengan kagum. Tumben bulan bisa bersinar seterang ini. Apalagi ada bintang yang sangat banyak, mungkin tak terhitung, menghiasi langit malam. Biasanya, jarang ada bintang disini. Palingan hanya beberapa saja bintang yang akan menghiasi malam hari. Itupun jarang.
"Neneek!" Teriak Yume sambil menuruni tangga dengan tergesa-gesa.
"Astaga, ada apa nak? Dan nenek ingatkan, tangga itu sudah tua, kalau kau menuruni tangga cepat-cepat, awas saja sampai jeblos!" Omel nenek. Yume hanya menghela nafas bosan. Nenek melanjutkan mengomel lagi tetapi tak dihiraukannya. Yume bosan sekali jika mendengar ceramah nenek yang panjang dan tak ada henti-nya ini. Setiap hari neneknya tidak pernah absen menceramahi Yume dan kakek. Tetapi, meskipun neneknya ini cerewet dan tukang ceramah, tetap saja Yume menyayanginya.
"Hei! Jangan suka melamun! Kalau orang tua tanya tuh dijawab! Bukan melamun! Dasar anak muda! Kalau suka melamun nanti dianggap gila loh!" Cerocos nenek. Yume menatap nenek dengan kesal.
"Nenek kebanyakan ngomel sih! Kalau aku jawab, nanti nenek bilangnya, 'jangan suka memotong pembicaraan orang!'. Yaa, jadinya aku harus gimana dong?" Kata Yume sambil meniru ucapan nenek, setelahnya memasang wajah cemberut.
Nenek terkekeh mendengar perkataan cucunya. "Hehehehe, maaf maaf. Jadi ada apa?" Tanya nenek akhirnya.
"I-itu nek! Bulannya lagi terang banget! Ada banyak bintang juga diatas! Kita keluar yuk!" Kata Yume antusias. Kakek yang tadi sedang membaca koran, melirik ke arah Yume dengan mata berbinar-binar sambil memasang senyum lebar.
"Ayo!" Kata kakek. Kakek segera bangkit berdiri, dan menyambar kain dan langsung menarik tangan Yume ke luar rumah.
"Oh, jadi ceritanya neneh tidak diajak nih?" Tanya nenek sambil melirik ke arah kakek yang sedang menarik tangan Yume. Kakek hanya nyengir.
"Yasudah, ayo nek!" Kata Yume semangat.
"Kalian duluan saja" kata nenek sambil tersenyum. Yume mengangguk. Kakek dan Yume berjalan keluar rumah.
Saat diambang pintu, Kakek terkagum saat mendongakan kepalanya dan menatap langit. Yume hanya tersenyum lebar melihat ekspresi kakeknya.
Mereka pun berjalan keluar dan menggelar kain yang tadi diambil kakek, diatas rumput-rumput. Mereka duduk di atas kain sambil menatap langit.
Sungguh, cantik sekali langit malam ini! Bulan dan bintang bersinar terang, membuat mereka merasa damai. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Yume dan membuat tempat itu menjadi sejuk.
Yume memejamkan matanya dan menarik nafasnya dan membuangnya. Dia sangat suka wangi yang barusan dia hirup. Wangi alam. Wangi bunga, daun, dan lain-lain.
Yume kembali menatap bulan. Tiba-tiba lehernya terasa hangat. Yume mendongak ke belakang dan mendapati neneknya tengah melilit lehernya dengan sebuah syal yang tadi dibuatnya. Syal berwarna ungu muda dengan gambar love kecil dibawahnya. Dia tersenyum ke arah neneknya yang dibalas senyum hangat khas nenek.
Nenek ikut duduk disamping Yume. Yume sekarang tengah duduk diantara keduanya. Nenek menyodorkan gelas berisi teh hijau. Yume pun menerimanya. Kakek dan nenek pun ikut menikmati teh hijau hangat itu. Kakek dan nenek memulai percakapan. Tetapi Yume tidak ikut kedalam percakapan. Sekali-kali, Kakek atau nenek tertawa kecil.
Hening melanda. Yume membiarkan rambutnya berantakan karena angin malam yang lumayan kencang ini. Sambil kembali menikmati pemandangan, Yume teringat dengan kejadian tadi sore. Dua kejadian aneh yang dapat membuatnya penasaran setengah mati.
Yume merenungkan dua kejadian aneh tadi. Dia mati-matian membuat dirinya yakin bahwa semua orang pasti juga pernah mengalami dan merasakan hal yang sama. Tapi, hasilnya, dia tetap saja tidak percaya bahwa orang lain juga pernah mengalaminya.
Dia memutuskan melupakan kejadian itu dan larut dalam imajinasinya. Tetapi, selalu saja pikiran dua kejadian itu masuk ke dalam imajinasinya tanpa dia minta. Dirinya merasa kesal karena seolah-olah kejadian itu memaksa hadir terus kedalam semua pikirannya. Yume pun memutuskan ingin memberitahu kakek dan neneknya. Ya, memang tadi dia belum menceritakan tentang dua kejadian itu kepada kakek-neneknya.
"Nek," kata Yume pelan.
"Ya?"
Yume tak menjawab. Dia terdiam. Dia masih ragu. Apakah dia akan memberitahu tentang kejadian tadi? Tetapi, daripada dia pendam sendiri dan membuatnya semakin bingung, dia akhirnya menceritakan semua kejadian itu kepada kakek-neneknya. Mulai dari sesuatu yang menyelamatkannya, dan rintik-rintik yang tidak terlihat dan tidak basah yang setelah itu tiba-tiba ada hujan. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya, sang kakek dan neneknya dengan antusias dan mendengarkan Yume dengan serius tanpa memotong sama sekali. Saat di puncaknya, Wajah mereka menunjukan keterkejutan. Dan dapat Yume lihat juga, tubuh nenek mengkaku, begitupun dengan kakek. Muka keduanya menunjukan ketegangan.
Dia pikir, pasti kakek-neneknya menganggap dirinya gila, atau hanya halusinasi dan menertawakannya. Tetapi, lihatlah. Kakek-neneknya menunjukan keseriusan yang dapat membuat Yume makin bingung.
Setelah selesai bercerita, Kakek dan nenek sama-sama terdiam. Mereka saling beradu pandang, sambil berbicara menggunakan bahasa tubuh. Suasana menjadi canggung. Tempat itu menjadi sangat hening.
Yume menjadi takut. Apa kejadian tadi itu benar-benar nyata? Dan kenapa kakek-neneknya sama sekali tidak menertawainya?
Beribu-ribu pertanyaan masih dia lontarkan didalam hati.
"Ekhem." Kakek berdeham yang membuat lamunan Yume pecah seketika. Yume menoleh dengan cepat dan menatap kakek dan neneknya. Wajah mereka menunjukan keseriusan yang amat dalam, dan ketegasan.
"Sebentar lagi," Nenek terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil sekilas. "Mau tak mau," lagi-lagi neneknya berhenti lagi. Nenek mengalihkan pandangannya dari Yume, lalu mendongak ke atas. Lama Neneknya terdiam. Dia tidak memandang Yume sama sekali. Wajahnya menatap langit dengan tegas.
"Keajaiban akan datang kepadamu." suara tegas nenek terdengar lagi.
Seakan-akan waktu berhenti, Yume membeku ditempat dengan wajah kaget dan pucat pasi.
***
Hello! Aku Kembali!😊
Gimana perasaan kalian pas baca part ini? Bingung tidak?
Sesuai janji aku di part sebelumnya, aku update seminggu sekali atau kurang. Ya, jadi ini part untuk minggu ini ya!
Tapi kalau aku lagi ada ide atau lagi ada mood, mungkin aku update lagi minggu ini.
Btw tentang judulnya itu, sebenarnya aku ambil dari bahasa spanyol yang aku lihat artinya di translater itu "memandang Bulan". Tetapi, aku juga ga tau itu
Translater-nya benar atau ngga. Tapi semoga bener ya😆.
Kalau ada Typo, comment aja.
Semoga kalian tetap setia ngikutin cerita ini sampai selesai ya!
Jangan Lupa Vote dan Comment!
See you in Next Part!💖
Bonus dari author di masa depan yang sedang revisi:
WEI AKU GA NGERTI MAKE WATTPAD LAGI, SKSKSK.
AKU BINGUNG. PERASAAN DULU ADA TOMBOL UNTUK BIKIN KALIMATNYA ADA DI TENGAH GITU, KAN? KOK ILANG? APA AKU YANG LUPA??
HA, GATAU AH.
Btw aku geli ama diriku di atas '-')p
Btw i mo curhat dikit, tadi tuh ini cerita udah ku revisi di laptop, eh tiba-tiba laptopnya mati, hueee //gada yang nanya
Dahla, babai
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro