Flashback (2)
Yume mengusap air matanya pelan.
Hatinya benar-benar sakit mengingat kenangan lamanya. Ia benar-benar rindu dengan kedua orangtuanya.
Dan tentunya dengan sikap lama mereka.
Yume mendekap bantal erat-erat di dadanya--berharap bisa menghilangkan semua kesesakkannya.
Ini semua karena kesalahannya. Karena kesalahannya, semuanya berubah.
Andai saja dulu ia tidak berulah. Andai saja dulu dia menuruti semua perintah orangtuanya.
Andai saja dulu ia tidak terobsesi dengan keingin tahuannya, maka hidupnya akan damai.
Air matanya malah menderas ketika teringat ulah dirinya.
Ini membuatnya membenci dirinya ketika mengingat kejadian itu.
***
FLASHBACK
"Aduh, kekenyangan." Kata Yume lirih.
"Siapa suruh kau ambil roti banyak-banyak!" Sahut Papanya sambil menjitak pelan kepalanya.
Yume memberi tatapan kepada Papanya seperti mengatakan 'Tak-peduli'.
Yume beranjak dari bangku sambil memegangi perutnya yang benar-benar rasanya ingin meledak.
Papa dan Mamanya juga nampak beranjak dari duduknya. Papanya kembali ke ruang kerjanya, sedang Mamanya sibuk mencuci piring.
Disaat-saat seperti inilah ia bisa melanggar aturan orangtuanya.
Yume kecil berjingkrak senang ketika memastikan kembali dan menyadari bahwa orangtuanya benar-benar sibuk.
Rasa penasarannya selama ini akan terjawab.
Sedari tadi, meskipun mereka tak henti-hentinya mengobrol selama makan pagi ini, pikirannya tetap memikiri tentang monster itu.
Semakin lama, rasa penasaran itu semakin meninggi dan menghantuinya dalam beberapa menit itu.
Ia pun dengan semangat menggebu-gebu, berjalan pelan--berusaha tidak menimbulkan suara derap kaki agar tidak ketahuan orangtuanya.
Perlahan, ia melewati kamarnya. Lalu melewati kamar ibunya. Kemudian melewati kamar mandi. Kemudian melewati ruang santai. Kemudian melewati ruang tamu.
Baru saja ingin melewati ruang kerja Papanya, tiba-tiba ia tersandung kakinya sendiri, lalu jatuh di lantai--sehingga menimbulkan suara berdebum.
"Aww." Ringisnya pelan. Lututnya terasa perih.
Iabtak sengaja melihat Papanya yang sedang kerja menoleh. Secepat kilat, ia bersembunyi .
Setelah beberapa menit, akhirnya ia berjalan kembali ke luar. Senyumnya melebar ketika hampir menapaki ambang pintu.
"Ck. Mau kabur lagi?" Celetuk sebuah suara berat.
Wajah Yume perlahan menghoror.
"Nggak, kok! Eng-enggak! Eum ... aku lupa, tadi mau ke kamar mandi eh malah sampai sini." Dustanya sambil menyeringai lebar.
Papanya menatap matanya dalam-dalam--mencari kejujuran.
Mata Yume segera berlarian ke segala arah.
Kenapa pula Papanya bisa ada disini? Huh!
Tiba-tiba, Papa Yume tersentak. Yume ikut tersentak juga karena kaget.
"Ke--kenapa?" Tanya Yume ragu sambil menelan ludahnya.
Papanya menggeleng histeris sambil menatapnya pedih. Yume mengernyit hebat melihatnya.
Kenapa, sih? Kok jadi kayak orang gila ... Batinnya.
"Silahkan lanjutkan aktivitasmu." Balas Papanya dengan suara mengintimidasi. Ia segera memalingkan mukanya ketika Yume menatapnya dengan bingung.
Papa Yume berbalik, lalu berjalan memasuki ruang kerjanya. Wajahnya benar-benar dingin. Yume menatapnya takut-takut.
Beneran, deh. Papa kenapa? Ia benar-benar bingung.
Tetapi karena tiba-tiba rasa penasarannya tentang monster itu datang lagi, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari rumahnya itu.
Sungai tenang yang cantik itu langsung menyambut matanya ketika ia membuka pintu.
Matanya berbinar-binar. Ia tersenyum lebar.
Akan kubuktikan kalau Mama dan Papa itu membual!, Batinnya.
Perlahan, ia mulai berjalan mendekati sungai itu. Kemudian, ia melirik sekilas lagi rumahnya. Mendadak rumahnya jadi sangat sepi.
Ia mengangkat kedua bahunya, lalu berjalan lagi dengan cuek.
Perlahan, semuanya terasa begitu aneh. Di matanya, yang terlihat hanya ada sungai itu.
Tidak ada pohon, tidak ada kerikil, tidak ada rerumputan yang tumbuh liar di depan rumahnya, tidak ada burung-burung lagi, dan tidak ada suara apapun yang bisa ia dengar.
Kecuali suara sungai tenang itu.
Suara percikan air itu sangat memanjakan telinganya. Terdengar sangat merdu di telinganya.
Semuanya jadi benar-benar aneh. Ia jadi merasa seperti hanya ada dia serta sungai itu di dunia ini.
Ia benar-benar terhipnotis. Tetapi dia tidak menyadarinya.
Matanya benar-benar terpaku pada sungai jernih itu. Tidak bergerak ke arah lain sedikitpun.
Semakin dekat ... semakin dekat ...
Ia pun menapakkan kakinya tepat didepan sungai itu.
Ia tersenyum lebar.
--Ah ralat, menyeringai lebar.
Wajahnya menjadi seram.
"Monster ... monster ... ayo datanglah kepadaku. Monster ... monster ..." Katanya pelan dan bernada. Suaranya mendadak menjadi merdu dan dapat membuat orang merinding.
"Monster ... monster ..."
Mendadak, irisnya yang berwarna biru itu meredup. Warna biru mencolok yang cantik itu berubah menjadi putih.
Bola matanya menjadi hanya berwarna putih pucat.
Ia terkekeh menyeramkan dan tanpa sebab.
Ia berubah menjadi sosok lain.
"Monster .... monster ..." suaranya berubah lagi menjadi berat dan menyeramkan serta memekakkan telinga.
"MONSTER ..." Ia meninggikan suaranya--mulai murka.
"MONSTER ... MONSTER ..." ia tanpa kenal putus asa terus memanggilinya sambil menyeringai menyeramkan.
"MONSTER ..."
Ia terus mengulanginya sampai sepuluh kali lebih.
Dan hasilnya nihil.
"MONSTER!" Raungnya marah. "MONSTER BODOH, JELEK! DASAR TIDAK NYATA! MAHLUK MENJIJIKAN!" Teriaknya murka dan histeris.
"PENIPUAN! MEMUAKKAN!" Teriaknya lagi. Ini benar-benar bukan dirinya.
Bahkan ia sampai tidak menyadari bahwa itu mengundang orangtuanya datang. Pikirannya benar-benar hanya menginginkan sebuah monster muncul.
"MEN-JI-JI-KAN!" teriaknya lagi.
Dengan benar-benar marah, ia menyambar sebuah kerikil yang berada tepat disampingnya. Dengan sekuat tenaga, ia menarik nafas, lalu melempar batu itu kuat-kuat.
Bola matanya yang putih itu semakin terlihat memutih. Menyeramkan.
Suara percikan hebat terdengar. Air sungai itu memercik dengan dahsyat sampai-sampai membasahi setengah tubuhnya.
Hanya dengan satu kerikil kecil.
Dan bahkan ia tidak tahu kalau ia bisa sekuat ini.
Ia tersenyum sinis dan mengandung kejijikan ke sungai jernih yang disirami cahaya matahari itu. ia berbalik dan berjalan memasuki rumahnya.
Sambil berjalan, ia melirik sekilas jam tangannya--dengan mata yang masih berwarna putih.
Jam sembilan. Seharusnya monster itu ada saat jam segini.
Memuakkan! Pembohong. Sekarang jam sembilan, dan lihat? Monster bahkan tidak ada!
Mendadak ia menjadi sangat benci dengan kedua orangtuanya.
Ia benci dengan Mamanya karena mengatakan Miki bohong dan hanya ingin menjebaknya. Padahal itu sebenarnya pasti hanya karena Mamanya tidak ingin ia pergi ke sungai itu.
Ia benci Papanya karena terlalu ketat dan displin kepadanya agar tidak mendatangi sungai itu.
Dan ia sangat membenci keduanya, karena mengarang cerita palsu.
Ia merasa sangat marah. Kobaran api kemarahan terasa sangat hebat didirinya.
Aku berharap kalian mati, orangtuaku, ia menyeringai menyeramkan lagi. Kemudian, dengan semangat mendekati rumahnya.
Katakan ia gila. Karena ia memang gila.
Ia mendadak tergila-gila dan terobsesi dengan sungai itu. Semua hal didunia ini terasa menjadi tidak penting lagi selain melihat monster itu.
Ia menyusun rencana di dalam otaknya sambil memasang seringaian yang semakin lama kian melebar.
Ia akan masuk ke dapur, lalu mencuri pisau dapur. Kemudian akan membunuh orangtuanya.
Karena kedua orangtuaku tidak berguna.
Sedetik kemudian, ia disirami air dahsyat sampai-sampai benar-benar basah dari belakang.
Ia semakin murka. Ia benar-benar murka.
"SIAPA YANG BERANI MENYIRAMKU?!" Teriaknya kalang kabut. Ia benar-benar tersulut emosi.
Dan matanya menangkap sebuah mahluk aneh ketika dirinya berbalik kebelakang.
***
Ehehehe, update lagi kan?:)
Sengaja guys, karena aku ulang tahun hari ini:>
Jadi untuk berbagi kebahagiaan, aku buat update double! Yeaayy!
Ini juga nulisnya nyicil banget sih. Soalnya waktunya sempiit. Tugasnya menumpuk parah.
Oke, see you in next chapter!:D
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro