Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Flasback (1)

Yume hanya mematung di atas tanah itu. Ia menatap kedua orangtuanya dalam-dalam. Kilat kesedihan terpancar dari matanya.

Ia menghela nafas dalam-dalam.

"Kakek dan Nenek," Jeda. "Meninggal."

Orangtuanya memang belum tahu tentang kabar ini.

"Dan kau jadi anak malang." Ejek Papanya sambil tersenyum sinis.

"Y-ya, sejenis itu." Matanya mulai berkaca-kaca lagi.

Kedua orangtuanya hanya menatapnya dengan jijik. Selanjutnya, mereka hanya sama-sama terdiam.

Yume menunduk sendu.

Ia merasakan angin sepoi-sepoi dingin serasa seperti menusuk tubuhnya.

Ia menahan nafas sambil berusaha menahan air mata jika teringat Kakek dan Neneknya.

"Ya sudah. Terus kenapa?" Tanya Mamanya tajam.

Yume menatap Mamanya. Mamanya yang dulu ramah, yang mungil dan cantik dan berketurunan bule itu sangat tidak serasi dengan sikapnya. Benar-benar tidak cocok.

Yume menggigit bibir sambil menghela nafas gusar.

Mereka diam kembali.

"Ck, kau pikir aku tidak peka? Cepat masuk dan menjadi babu, cengeng!" Lengking ibunya.

Yume menelan ludah, lalu menyeret kopernya tanpa melihat orangtuanya sedikitpun.

Ia memasuki rumah dan segera berjalan ke sebuah kamar. Tempat dimana dulu ia jadikan kamarnya.

Ia duduk di atas kasur. Lalu menghela nafas lagi.

Ia kembali ke masa menyedihkannya.

Ia merebahkan dirinya perlahan di kasurnya.

Setidaknya, orangtuanya tidak lagi bertengkar hebat seperti dulu.

Matanya mulai berkaca-kaca lagi ketika mengingat masa lalunya.

Masa di mana ia hidup dengan aman, nyaman, dan damai.

***

FLASHBACK

Yume kecil berjalan keluar rumah. Seketika muncullah pemandangan sungai tenang yang sedikit bergerak-gerak.

Senyumnya mengembang. Ia melirik perahu kecil yang mengambang di sungai itu.

Oke. Semuana siap.

Baru saja selangkah berjalan, seseorang menarik bajunya dari belakang.

Suara kekehan terdengar bersamaan dengan muka Yume yang memasam.

"Kau ketahuan mau kabur lagi! Kan sudah Papa bilang, jangan pergi main dulu sebelum jam satu siang. Nanti kau dimakan mahluk seram, loh!" Papanya menyeringai.

Yume dengan cemberut, berbalik menatap ayahnya. "Dari dulu Papa selalu bilang begitu! Lihat saja situ! Sungai cakep begitu mana ada monsternya!"

Papanya terkekeh lagi, lalu mencubit pipi tembamnya dengan gemas. "Tahu dari mana? Jangan gampang tertipu sesuatu hanya karena melihat keindahannya."

"Tahu dari mana?" Yume membeo. "Itu lihat saja sendiri! Tidak ada tanda-tanda mahluk aneh!"

"Tidak ada pertanda bukan berarti tidak ada." Balas Papanya.

Wajah Yume memerah karena kesal. Ia berbalik lalu menatap Papanya dengan sengit.

Pria berambut cokelat itu hanya tersenyum puas ketika Yume memasuki rumahnya dengan menghentak-hentakkan kaki.

Sedari dulu ia tidak percaya sedikitpun tentang rumor monster air itu.

Ia melewati dapur. Karena memang kamarnya ada di sebelah dapur.

Nampak Mamanya yang cantik berwajah putih dengan rambut pirang itu menoleh dengan keringat sebesar biji jagung di keningnya. Tangannya nampak lengket karena adonan yang berada di dalam loyang itu.

"Kau barusan mau kabur lagi?" Suaranya yang lembut dan merdu itu sangat enak didengar. Yume menoleh, kemudian memasang wajah cemberut lagi.

"Iya!" Serunya lantang.

"Ngapain, sih? Kamu hobi banget ya, kabur buat main di pagi-pagi begini. Nanti di tengah jalan, kalau misalnya ada monster yang tiba-tiba keluar dari sungai, lalu menyerangmu itu, gimana?"

Mukanya semakin memasam.

"Kalau ada!"

"Memang ada, kok."

Wajahnya semakin memerah.

Karena semakin kesal, ia melompat, lalu duduk di meja, kemudian melipat tangannya, lalu menggelamkan mukannya di kedua tangan mungilnya itu.

Mamanya terkekeh lagi. Suaranya sangat merdu.

Selama beberapa saat, ia hanya terdiam dalam posisi begitu terus--berusaha meluapkan kekesalannya.

Suara dentingan-dentingan pelan terdengar--yang berasal dari depannya.

Pasti Mamanya sedang membuat kue.

Suara 'ting' kecil terdengar. Pasti Mamanya sedang memasukkan adonan ke oven.

Yume memejamkan matanya dan mengkhayal banyak hal. Tentang monster yang KATANYA ada. Tentang keseruan saat bermain bersama Miki--yang seharusnya akan dilewatinya jika saja Papanya tidak mencegat dirinya.

Yume hampir terlelap dalam posisi itu--jika saja aroma roti tidak menyerbak sampai ke seluruh ruangan.

Ia mengangkat kepalanya dengan cepat. Senyumnya seketika mengembang dengan lebar ketika matanya melihat roti besar yang wanginya tidak ketolongan.

Wanginya setengah berwarna kentang. Dan pastinya, berarti roti itu roti kentang.

Roti kesukaanya!

Senyumnya semakin melebar lagi ketika loyang itu dibawa Mamanya ke meja. Harumnya semakin menyengat.

"Panggil Papamu, Yume." Perintah Mamanya dengan lembut. Wajah Yume perlahan memasam.

"Tidak mau!" Serunya malas.

"Kau ngambek?"

"Iya," Balasnya singkat. "Padahal kalau aku bisa kabur main, aku pasti sedang bersenang-senang di sana."

"Bersenang-senang bersama monster? Melewati makan pagi yang bermenu roti kesukaanmu?"

Yume mendengus.

"Hei, Miki hanya berusaha menjebakmu. Asal kau tahu, waktu itu, saat ibu sedang dalam perjalanan pulang ke pasar, Miki bersama temannya sedang menggosipimu dan menyusun rencana untuk menjebakmu--dengan cara berusaha ramah kepadamu dan mengajakmu bertemu di daerah seberang sungai hanya untuk mencelakaimu dengan monster-monster menjijikan itu. Dan tentu saja, Miki dan temannya itu tidak akan ada di seberang sungai juga--jika kau tadi berhasil kabur dan berhasil sampai di seberang sungai hidup-hidup." Mamanya menatapinya.

Mata Yume menyipit. Ia pun berpikir.

Mamanya tidak pernah berbohong kepadanya. Dan ... Miki? Yaa, saat kemarin dia rada ragu menerima ajakannya bermain di daerah sebrang sungai, sih. Soalnya senyumnya seperti dipaksakan.

Ia jadi bete. Padahal baru kali ini ia memiliki teman.

Ia menggelamkan wajahnya di lengannya lagi. Ia sangat marah kepada Miki. Tapi ia juga malah ikut marah dengan Mama dan Papanya.

Mendadak, ia tidak nafsu makan.

Sakit hati, marah, dan kesal bercampur dalam dirinya.

"Hm, aneh ya. Kau anak baik tapi tidak punya teman. Heran banget." Perkataan Mamanya itu menohok Yume.

Mereka saling diam. Mamanya sibuk mengurus masakannya, sedangkan dirinya sibuk merenung.

Monster apasih, yang dimaksud orangtuanya? Maksudnya paus? Eh, tapi memangnya ada paus di sungai, ya? Eung ... kalau gitu berarti buaya? Tapi sepertinya tidak pernah ada buaya disini.

Ia benar-benar penasaran.

Fakta dunia yang tersembunyi itu terkadang sangat rumit dan membuat penasaran. Tetapi ketika kita mencari tahu fakta itu--kita malah berujung ke maut.

"I thought, jika Mama kasih tau Miki's secret, kamu mau memanggil your Dad untuk makan siang." Kata Mamanya bercampur bahasa inggris. Ia memutar bola mata kesal. Mamanya kumat. Gara-gara Mamanya orang bule, ia disuruh mempelajari bahasa Inggris juga.

Dan kalau Mamanya sudah berucap menggunakan setengah bahasa inggris, tandanya ia harus menjawabnya dengan bahasa inggris juga

"Not that easy." Balasnya.

Cih! Tidak peduli kalau bahasa inggrisnya salah! Seru Yume dalam hatinya.

Mamanya hanya tersenyum tipis kepadanya. Kemudian melanjutkan memotong roti.

"Wah? Roti! Kok tidak panggil-panggil?" Seru sebuah suara berat--yang berasal dari belakang Yume.

Mama Yume melirik Yume lewat ekor matanya sambil menaikkan alisnya sekilas.

Papanya nyengir, lalu mengacak-acak rambut Yume--yang langsung saja ditepis. Papanya berdecak pelan, kemudian duduk di kursi makan.

Yume merenung lagi.

Ia semakin penasaran dengan monster yang sering disebut-sebut orangtuanya.

"Hei, makan." Timpal Papanya sambil mendorong kepalanya pelan.

Yume berdecak kesal, lalu secepat kilat mengangkat kepalanya dan memelototi Papanya. Baru ingin protes, tiba-tiba mulutnya disumpal dengan roti kentang dengan Mamanya.

Dan baru saja ia ingin menjerit marah, roti kentang itu sudah duluan membuatnya hilang fokus karena rasanya.

Tanpa memedulikan kedua orangtuanya yang tertawa, ia segera tersenyum manis sambil melahap rotinya.

Waktu makan siang itu, mereka habisi dengan canda tawa.

Yume tak perlu memiliki teman lagi. Karena, keluarganya sendiri adalah temannya.

***

A/N

HAI!

Thx udah baca chapter ini!

Eh, bodo amat lah ya itu bahasa inggrisnya. Aku nggak tau itu bener atau enggak! Males liat gugel:(

Tapi kocaknya tuh, kalau misalnya omongan emaknya yang bahasa inggris itu salah, itu gmn ye? Kan dianya orang bulenya. Masa salah😭.

Argh, bomat. Lagi bad mood ini gara-gara tugas numpuk:(. Gara-gara udah masuk sekolah nih:v

Ini aja waktu bebasnya dikit. Nulis ini cerita ngebut n ngemaksain cpt banget:(

Aih, aku sebel banget jugaa. Ini cerita kok alay banget?! Apalagi awal-awalnya. gara-gara baru gabung wp waktu chapter yang awal-awal itu. Jadi gaje banget😭.

Greget banget pengen revisi. Tapi belum selesai cerita ini. Greget banget pengen namatin. Tapi waktunya dikit:((

Jijik ih waktu baca chapter awal-awal itu😭. Niat awal pengen ngecek-ngecek doang. Eh, kebaca sekilas aja udah pengen muntah😭.

Heran loh, kenapa kalian bisa sanggup baca cerita ini:(

Pasti diri aku yang dimasa depan kalau baca chapter ini dan author note ini juuga bakal jijik. Hih, diri kita yang di masa depan memang tidak bisa diajak toleransi sama diri kita yang di masa lalu!

Dan juga, tentang judulnya itu kan bahasa latin ya, yang artinya seharusnya "sekeranjang harapan."

Waktu itu aku liat di google ttg "sekeranjang harapan". Munculnya transletannya "a spe de canistro". Tapi masa pas aku cek lagi di google lagi, tiba-tiba artiannya jadi "harapan keranjang"

Aaaaa kesel banget. Udah capek-capek ngedit cover😭😭😭😭.

Aih, biarin ajalah ya, itu judul gitu2 terus. Dari pada ganti lagi:v

Tuh kan aku kebablasan nulis author note panjang-panjang😭.

Tau ah!

Silahkan scroll ke chap selanjutnya:3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro