Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- 13 -

Akaashi terbangun. Dia berada di ruangan putih. Rumah sakit?

Akaashi mencoba menoleh ke samping. Dia mendapati Kuroo yang menatapnya tak habis pikir.

"Akhirnya sadar juga," kata Kuroo.

"Memangnya aku kenapa?"

Kuroo menghela nafas kasar. "Aku memintamu menjaga (f/n), tapi malah pingsan. Kenapa? Kurang makan? Apa kurang kasih sayang?" cerocos Kuroo.

Akaashi tertawa. "Nggak, hehe. Memangnya berapa lama aku nggak sadar?"

"Dua tahun."

Akaashi langsung terbangun. Dia kaget. "Jangan bercanda!"

Kuroo tertawa. "Dua jam bodoh."

Akaashi pengen banget ngebuang Kuroo ke rawa-rawa. Ada yang mau bantu?

"Kenapa kok bisa pingsan?" tanya Kuroo.

Akaashi memutuskan untuk bercerita. Tak ada gunanya juga dia berbohong. Tak ada yang perlu disembunyikan lagi.

"Kau tahu, aku takut jatuh cinta. Aku berusaha mengungkapkan perasaanku, tapi akhirnya seperti ini."

Kuroo tersenyum. "Setidaknya sudah usaha."

"Ngomong-ngomong ruangan (f/n) dimana?"

"Tepat disebelah kamarmu."

"Aku sudah baik-baik saja, aku mau menjaga dia."

Akaashi hendak mencabut infus yang menempel di tangannya. Namun, dengan cepat Kuroo menepis tangannya.

"Udah diem sini aja," kesal Kuroo.

"Nggak!"

Kuroo menghela nafas lelah. Percuma bicara pada Akaashi.

"Aku urus administrasi dulu, uangku ganti ya nanti."

○●○


Akaashi duduk di dekat (f/n). Dia akan mengatakan semuanya besok. Well, dia nggak mau pingsan lagi dan membuat orang lain panik.

"Bagaimana keadaanmu Keiji?" tanya (f/n).

"Aku baik, jangan khawatir."

(F/n) tersenyum ke arah Akaashi. "Keiji menginap disini?" tanya (f/n).

Akaashi mengangguk. Dia senang bisa melihat (f/n) tersenyum lagi.

"Tetsu bagaimana?" tanya (f/n) sekali lagi.

Kuroo mengangguk. "Tapi aku kesini tengah malam, aku mau ngerjakan tugas dulu."

(F/n) tertawa. "Tumben rajin, hehe."

Jelas aja Akaashi sama (f/n) heran. Kuroo paling anti yang namanya tugas sekolah. Datang ke sekolah pagi-pagi cuma buat nyalin pr temennya.

Kuroo memasang wajah masam. "Ingin menampol rasanya."
.
.
.
.

Akaashi tertidur pulas. Bahkan pukul dua belas malam pun Kuroo tak kunjung datang. Memangnya tugasnya sebanyak apasih?

Akaashi terbangun di tengah tidurnya yang nyaman. Matanya menyipit, melihat jam. "Setengah satu pagi?"

Kemudian Akaashi mengedarkan pandangannya menuju kasur (f/n). Seketika Akaashi terkejut.

Dia dengan cepat berjalan ke kasur (f/n), siapa tahu dia salah lihat. Namun, nihil. Tak ada (f/n) disana.

Dengan cepat Akaashi mencari (f/n).

Dia sudah keliling rumah sakit, tapi tak dapat menemukan keberadaan (f/n).

Dia berusaha mencari ke daerah luar rumah sakit. Tiba-tiba, terbesit pikiran buruk di otaknya.

Dia seharusnya tau dimana (f/n) pergi, tapi Akaashi sangat tak ingin hal itu benar adanya.

Akaashi tahu benar apa yang akan dilakukan orang seperti (f/n) dalam kondisi seperti ini. Karena jujur saja, dia pernah hampir melakukannya.

Akaashi berjalan sendirian di tengah gelapnya malam. Hanya dengan bantuan cahaya di pinggir jalan dan dihantui dengan pikiran-pikiran negatif di otaknya.

Akaashi melihat orang berambut panjang, berpakaian rumah sakit berdiri di pinggir jembatan. Orang itu nampak akan melompat.

"(F/n)!!"

Ya, sekarang Akaashi dapat mengenalinya. Ia sudah tak ragu lagi dengan bentuk badan dan rambut orang yang dicintainya itu. Akaashi berlari sekuat tenaga, sebelum perempuan itu terjun.

Grep!!!

Terlambat, (f/n) sudah jatuh terlebih dahulu. Akaashi hanya memegang angin.

"(F/n)!!!!" Teriak Akaashi lantang. Dia sudah tak dapat menahan tangisnya lagi.

(F/n) mendengarnya teriakan Akaashi. Tapi, dia diam saja. Dia menangis dan mengucapkan maaf berkali-kali di hatinya.

Dengan cepat Akaashi juga akan terjun, menyelamatkan (f/n). Namun, sebuah tangan mencegahnya.

"Hei! Apa kau gila?!" bentak Kuroo.

Akaashi memberontak. "Minggir! Aku mau menyelamatkannya!"

Emosi Akaashi meluap-luap. Dia sedih sekaligus marah.

"Kau bodoh! Arusnya kuat! Lebih baik telfon polisi!" bentak Kuroo lagi.

Akaashi menangis. "Nggak! Dia nggak boleh mati! Ngggaak!" teriaknya dengan parau.

Kuroo menelpon polisi sambil menangkan Akaashi. Sebenarnya Kuroo juga terguncang, (f/n) adalah teman hidupnya sejak kecil sekaligus orang yang dia sayangi.

Sangat sakit melihat orang yang kau sayangi atau cintai pergi tepat di depan mata.

"Diam! Kalau kamu loncat, korbannya semakin banyak bodoh!"

"Gak peduli, aku gak peduli! Lebih baik aku mati bersamanya. Setidaknya dia tak sendirian!"

"Kau gila!?" bentak Kuroo.

"Ya! Aku gila, kenapa?" bentak Akaashi. Wajahnya terlihat sangat putus asa dan menyesal.

Kuroo tersadar, Akaashi dia sangat termat mencintai (f/n). Itu semua terlihat dari mukanya.

Kuroo mendecih. "Pak, ada bunuh diri di jembatan haikyuu! Cepat kesini!"

"O-oke, kami akan segera kesana! Tetap tenang!" kata polisi dari seberang telfon.

Akaashi menangis. Andai saja, dia berani mengatakan semuanya. Andai saja dia berani, pasti akhirnya tak seperti ini.

Dia sangat menyayangi (f/n). Dia sangat mencintainya. Akhirnya Akaashi sadar.

"Kenapa dia pergi disaat aku mulai mencintai dan menyayanginya?"

○●○

Akaashi mendatangi pemakaman (f/n) bersama Bokuto, Kuroo, Shirofuku, dan temannya yang lain.

Semuanya sangat berduka dan tak menyangka (f/n) akan melakukan ini.

"Akaashi, yang sabar ya," Bokuto menepuk punggung Akaashi.

Akaashi diam memandang batu nisan (f/n). Kemudian, dia mengelus batu nisan itu dan menatapnya lamat-lamat. Namun, tentu saja dengan tatapan yang sangat sedih dan menyayat hati.

Bokuto tahu, Akaashi sudah menangis terus sejak tahu (f/n) sudah tak bernyawa. Dia menjadi kehilangan semangat hidupnya dan terus menangis di malam hari.

Bokuto tahu, Akaashi sangat menyayangi (f/n).

Orangtua (f/n) sudah dipenjara, terimakasih pada Kuroo yang melaporkan mereka pada polisi lengkap dengan bukti yang dia kumpulkan sejak kecil. Kuroo menyesal, kenapa dia tak melaporkan mereka sejak awal dan malah takut dengan ancaman orangtua (f/n) pada waktu dia kecil.

"Akaashi," panggil Kuroo.

Akaashi hanya menoleh. Dapat dia lihat terdapat sebungkus coklat di tangan Kuroo.

"Buat apa?" tanya Akaashi.

"Aku menemukannya di kamar (f/n) saat ke rumahnya. Ambil saja," kata Kuroo.

"Oke," Akaashi menerima coklat itu.

Akaashi sadar, itu coklat pemberiannya dulu. Tapi, kenapa (f/n) tak memakannya? Padahal tanggal kedaluwarsa coklat itu masih lama.

"Akaashi," panggil Kuroo lagi.

"Apa?"

"Dulu waktu pernah memberi (f/n) permen, sampai sekarang permennya masih ada dan belum dimakan," kata Kuroo. Dia menunjukkan sebungkus permen yang di bungkusnya terdapat tulisan 'Tetet jelek ^^' dengan spidol hitam.

"Itu artinya, barang itu sangat berarti untuknya," lanjut kuroo.

Akaashi tertegun lalu tersenyum getir. "Bagaimana bisa sebungkus coklat bisa sangat berarti?"
.
.
.
.

Di rumah, Akaashi tak bisa berpikir jernih. Dia sangat menyesal. Dia ingin bertemu dengan (f/n) dan mengucapkan maaf padanya. Mengatakan pada (f/n) kalau dia sangat mencintainya.

Dia membuang asal coklat (f/n). Tanpa Akaashi duga, terdapat kertas yang keluar dari rongga bungkus coklat itu.

Karena penasaran, Akaashi membuka kertas itu.

Terimakasih
Aku menyukaimu Keiji
But, I don't deserve you

Akaashi kembali menangis. Dia merasa gagal dan menjadi orang bodoh. Padahal seharusnya dia yang paling mengerti (f/n). Tapi, dia sia-siakan kesempatan itu karena phobia yang dia benci.

Dia ingin bertemu (f/n) dan memulainya dari awal lagi. Disaat mereka tak kenal dan masih tak menyimpan rasa. Semuanya mungkin tak akan berjalan seperti ini.

"Kurasa, ini jalan terbaik. Aku tak akan punya phobia lagi kalau begini."

Akaashi memutuskan untuk bertemu (f/n).

Maybe back then, A little just this much

If I got the courage to stand before you

Would everything be different now

I am crying at this, dissapeared, fallen

The sand castle that's left alone, looking at the broken mask

And I still want you, but I still want you

The Truth Untold
BTS

•°•

Bahkan orang yang selalu tersenyum dan membantumu juga memiliki penderitaan yang besar.

•°•
Berani mengambil resiko adalah awal dari segalanya.

•°•
Kita akan sadar jika sayang pada orang lain, ketika kehilangan orang itu.

•••

-End-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro