44
"Please ... Pa, jangan lakuin itu. Aku tahu ini memang salahku, tapi aku beneran sudah cinta sama Fenny," ucap Nathan.
"Tapi keputusan papa sudah final!" ucap Edward.
"Jangan lakuin itu, pa, aku cinta sama Fenny," ucap Nathan.
"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Edward.
"Bersujud di kaki papa bahkan melakukan apapun yang papa minta, kalau itu memang bisa membuat papa membatalkan niat papa," jawab Nathan.
"Gak perlu, papa hanya ngetes kamu. Papa gak akan minta kamu untuk cerain Fenny, karena papa tahu kamu bisa membahagiakan Fenny. Semenjak menikah dengan kamu Fenny terlihat lebih ceria, mana papa tega merampas kebahagian Fenny untuk ego papa," ucap Edward.
"Terima kasih, Pa, aku janji aku akan membahagiakan Fenny dan akan menjaganya dengan lebih baik lagi!" ucap Nathan.
A week later
"Ai, kamu cepet sadar. Jangan tinggalin aku, maafin aku. Aku waktu itu hanya sedang emosi, kamu gak tau apa ai aku sebenarnya juga cinta sama kamu. Bangun, Ai, semua orang menunggumu. Please, aku mohon, Ai. Kamu bangunlah, kalau kamu gak mau bangun, nanti aku juga akan susul kamu, Ai," ucap Nathan sambil menangis.
"Ai, maafin kakak. Kakak tahu kakak salah, kamu boleh apain aja kakak saat kamu sadar nanti. Tapi please, Ai, jangan hukum kakak seperti ini. Ai, kakak tahu kamu pasti dengar apa yang kakak bicarakan. Maka bangunlah, Ai, bangun! Kakak butuh kamu Ai untuk hidup," ucap Nathan.
Tut ...
Tanpa buang waktu Nathan langsung memencet tombol di sebelah ranjang Fenny.
"Perimisi pak, bapak bisa keluar dulu biar kami tim medis bertindak terlebih dahulu," ucap sang dokter.
"Argh ... Ai, kamu jangan tinggalin kakak. Waktu itu kakak hanya sedang emosi, kakak gak bener-bener ingin kamu pergi dari kehidupan kakak apalagi sampai gak pernah muncul lagi di hadapan kakak," ujar Nathan sambil merancau gak jelas.
"Kamu kenapa, Nathan?" tanya seseorang.
"Mi, Fenny, Mi!" jawab Nathan.
"Fenny kenapa?" tanya Kathryn.
"Keadaannya semakin lemah, Mi," jawab Nathan.
"Kamu yang sabar, Fenny kan kuat," ucap Kathryn.
"Permisi, bisakah keluarga dari ibu Fenny ikut ke ruangan saya sebentar," ucap dokter itu.
"Saya suaminya, Dok," ucap Nathan.
"Mari ikut saya," ucap dokter itu.
---
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Nathan.
"Begini, karena keadaan istri bapak tidak menunjukkan adanya kemajuan. Maka kami pihak rumah sakit dengan berat memutuskan hal ini, apabila sampai seminggu kedepan keadaan istri bapak tak menunjukkan adanya kemajuan maka kami pihak rumah sakit akan melepaskan alat medis dari tubuh istri bapak," jawab sang dokter.
"Tapi, Dok, saya akan bayar berapapun agar alat itu tetap menempel di tubuh istri saya," ucap Nathan.
"Maaf, Pak, ini bukan masalah uangnya, tapi ini adalah kehendak yang maha kuasa," ucap sang dokter.
"Terima kasih, Dok," ucap Nathan.
---
"Huh ... kamu harus kuat, Fen, kamu jangan tinggalin kakak sendirian," ucap Nathan.
"Oi, Nathan. Kamu kok gak masuk?" tanya seseorang.
"Bentar lagi aku mau masuk, kamu gak masuk?" tanya Nathan.
"Iya, ini aku mau masuk, masa ia aku dateng ke sini cuma buat berdiri di depan pintu," jawab seseorang itu.
"Ya udah, ayo kita masuk bareng Chris!" ucap Nathan.
"Tante!" sapa Chris.
"Eh, ada Chris! Sudah lama tante gak lihat kamu," ucap Kathryn.
"Iya, tan, sibuk kerja," ucap Chris.
"Gimana keadaan Fenny, Tan?" tanya Chris.
"Ya gitu, belum ada perkembangan," jawab Kathryn.
"Kamu habis nanggis lagi?" tanya Kathryn.
"Enggak kok, Mi, aku cuma lagi frustasi," jawab Nathan.
"Apa kata dokternya?" tanya Kathryn.
"Kondisi Fenny tetap lemah, gak menunjukkan adanya kemajuan sama sekali. Dan kalau tetap seperti itu selama beberapa hari kedepan, maka alat penunjang hidup yang terpasang di tubuh Fenny akan dilepas," jawab Nathan pasrah.
"Kamu harus kuat Nathan, kalau kamu sendiri gak kuat gimana mau menguatkan Fenny," ucap Kathryn.
"Iya, Mi," ucap Nathan.
"Aku tahu, kamu pasti bisa melewati ini semua, sahabat!" ujar Chris sambil menepuk bahu Nathan.
---
Sudah seminggu ini Nathan menginap di rumah sakit, berdialog sendiri seperti orang gila.
"Kak Nathan, kakak jaga diri kakak baik-baik. Aku mau pergi ikut dengan mamaku, berjanjilah denganku, Kak, bahwa kamu takkan menangis lagi! Yang ada hanya tangis bahagia, berjanjilah kepadaku, Kak!"
"Enggak, Ai, kamu jangan pergi tinggalin aku. Kalau kamu pergi tinggalin aku gimana aku bisa bahagia? Sementara sumber kebahagiaanku pergi meninggalkan aku, kakak mohon sama kamu, Ai. Jangan tinggalin kakak, kakak janji akan bahagiain kamu."
"Tapi kak-"
"Kak! Kak Na-than ban-gun!" ucap seseorang.
"Jangan, jangan tinggalin aku, Ai!" ujar Nathan yang terbangun dari tidurnya.
"Mi-mi-num," ucap seseorang.
"Ini beneran kamu, Ai? Kamu sudah sadar, Ai? Maafin kakak, Ai. Kakak tahu kakak salah, jangan tinggalin kakak, Ai. Kakak cinta sama kamu, kalau kamu tinggalin kakak, kakak pasti tak akan pernah bisa memaafkan diri kakak sendiri dan kakak akan ikut pergi menyusulmu," jawab Nathan.
"Mi-mi-num," ucap Fenny.
Prang ...
"Astaga, Tweetie kamu udah sadar!" ucap Mikael.
"Mi-mi-num," ujar Fenny.
"Oh bentar," ucap Mikael.
"Ini," ucap Michael sambil menyodorkan segelas air putih sambil membantu Fenny minum.
"Dasar, adik ipar b*d *h ! Kamu tambah nyerocos panjang kali lebar, harusnya kamu berikan Fenny minum," ucap Mikael.
"Maaf Mik, aku terlalu senang lihat Fenny sadar. Padahal sebelumnya, kata dokter harapannya sangat kecil," ucap Nathan.
"Hai, Kak Nathan! Apakah surat cerainya sudah keluar?" tanya Fenny.
"Gak, Ai, kita gak akan pernah cerai. Jangan pernah bahas hal itu lagi, aku gak mau cerai dengan kamu, Ai. Aku cinta sama kamu dan aku gak akan lepasin kamu," ujar Nathan.
"Tapi sa-" ucap Fenny.
"Gak, kakak gak akan pernah cerain kamu. Kamu itu bagai jantung kakak, kalau jantung kakak hilang bagaimana mungkin kakak bisa hidup? Kakak beneran cinta sama kamu, Ai," ujar Nathan.
"Aku juga lapar, Kak," jawab Fenny.
"Haha ... kakak pikir kamu akan bilang 'aku juga cinta, Kak Nathan', tahunya kamu malah bilang lapar, Tweetie," ujar Mikael.
"Hehe ... Kak Miki, aku beneran lapar," ucap Fenny.
"Sebentar, biar kamu dicek dulu keadaannya sama dokter," ucap Mikael, lalu memencet tombol disamping ranjang Fenny.
"Selamat pagi! Saya pikir ada apa kok ada yang pencet tombol, saya panik! Gak tahunya Bu Fenny sudah sadar, langsung saja saya periksa ya," ucap sang dokter.
"Dokter, gak ingat aku?" tanya Fenny.
"Memang kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya dokter itu.
"Mangga."
"Mangga (?)"
"Biola," lanjut Fenny.
"Biola? Ah... aku tau, kamu pasti adiknya Johan bukan sih?" tanya dokter itu.
"Iya," jawab Fenny.
"Gimana kabar Johan sekarang?" tanyanya.
"Kak Johan udah meninggal lima tahun yang lalu, Kak Andre," jawab Fenny.
"Meninggal kenapa?" tanya Andre.
"Karena mengidap kanker otak," jawab Fenny.
"Kak Andre sendiri kemana aja selama ini?" tanya Fenny sambil menghapus air matanya.
"Habis lulus sd, kakak pindah ke Taiwan mengikuti orang tua kakak," jawab Andre.
"Hem ... disini masih ada kita berdua loh, kita bukan nyamuk," ujar Mikael.
"Maaf, ayo berbaringlah kakak akan periksa kamu," ucap Andre.
"Kok dokternya jadi laki-laki? Bukannya sebelumnya dokternya perempuan?" tanya Nathan.
"Karena Dokter Nitanya sedang ada urusan, Pak. Saya di sini menggantikannya," jawab Andre.
"Kamu udah nikah, Fen?" tanya Andre saat melihat ada cincin pernikahan yang melingkar manis di jari Fenny.
"Iya, Kak," jawab Fenny.
"Padahal kalau kamu belum nikah, kakak yang akan nikahi kamu," ucap Andre.
"Hemm ... disini ada suaminya!" ucap Nathan yang merasa terabaikan, sekaligus cemburu akan keakraban keduanya.
"Dia suami kamu, Fen?" tanya Andre.
"Iya, Kak, namanya Kak Nathan kalian kenalan dulu dong." jawab Fenny.
***
Maaf banyak typo # Terima kasih sudah baca ceritaku # Kritik dan saran selalu ku tunggu 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro