Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 44 "Kota Yue Ming"

Langit cerah berubah menjadi langit yang penuh dengan asap. Kota Yue Ming yang telah kami lewati dipenuhi api yang membara, melalap apapun yang ada di jangkauan. Teriakan saling bersahutan, suara terakhir dari sang pemilik.

"Bersiaplah. Kota telah diserang." Aku berkata pada para pasukan Black Lotus Assassin yang tersisa empat puluh orang. Para anggota telah menggenggam pedang yang dibuat oleh anggota kelompok elemen logam yang masih hidup. Pedang biasa, tetapi cukup murah karena tinggal mengeluarkan energi elemen saja.

"Pasukan Qing benar-benar kejam." Bing, ketua kelompok elemen daun, berucap. Hanya empat ketua kelompok elemen yang selamat dari pertempuran di pedalaman Hutan Terlarang. Salah satunya adalah dia.

"Qing sangat ahli dalam persenjataan. Mereka bukanlah orang amatiran yang baru berlatih kemarin malam." Ketua elemen logam, Xing, menyahut. Dia berdiri di dekat Bing yang menggunakan hantu coklat muda.

Xing benar. Daerah mereka yang bersalju menuntut mereka untuk bertahan. Kerajaan Qing tidak memiliki sumber makanan dari tumbuhan karena wilayah yang tertutupi salju abadi. Namun mereka punya emas, berlian, dan logam yang melimpah. Senjata dan baju zirah Qing berbeda dengan zirah kerajaan lain. Zirah kerajaan Qing berwarna hitam. Entah dari logam jenis apa mereka membuat yang seperti itu.

Hanya satu jam kami menunggu, Kota Yue Ming hancur menjadi abu. Tidak ada yang tersisa. Jendral Gong sangat serius dalam persoalan perang. Butuh banyak pasukan yang berbakat untuk menghancurkan seisi kota dalam waktu yang singkat. Jendral Gong dan beberapa kapten yang ikut bersamanya memanglah kejam dan haus darah.

Barisan prajurit berkuda yang memakai baju zirah hitam berpacu menuju bebukitan tempatku dan para anggota Black Lotus Assassin berada. Namun mereka tidak mendaki ke bukit. Pasukan yang dipimpin langsung oleh Jendral Gong itu turun ke wilayah yang agak datar yang mendekati daerah hutan. Tak lama kemudian, barisan prajurit yang berjalan mengikuti Pasukan Qing dari belakang. Kesemua pasukan langsung membentuk formasi. Prajurit berkuda berada di baris paling depan. Sedangkan yang berjalan kaki berada di belakang. Diantara prajurit yang tidak berkuda, ada yang menggunakan pedang, ada juga yang bersiap memanah. Di barisan paling belakang, Jendral Gong duduk di atas kuda yang sudah dilapisi zirah hitam Qing.

Satu, dua, lima, sepuluh, lima puluh. Jumlah mereka lebih dari dua ratus. Bukan pasukan yang bisa kulawan dengan mudah.

Tak lama setelah itu, dari balik pepohonan hutan muncul pasukan yang memakai baju besi yang berkilau terang seperti perak. Ratusan pasukan berkuda berbaris rapi diikuti oleh prajurit yang membawa dua senjata, pedang dan busur panah. Di barisan paling belakang dari pasukan yang baru muncul, seseorang memakai baju zirah emas maju melewati para pasukan yang barisannya agak renggang untuk memberi jalan. Kuda hitamnya dibalut oleh zirah yang sama terangnya dengan zirah sang penunggang. Dengan mataku yang telah diperkuat energi qi, aku dapat melihat jelas di pinggang orang itu sebuah pedang bercorak naga dengan empat warna menempel erat. Tak perlu pemikiran yang dalam untuk mengetahui siapa orang itu. Dia adalah pemimpin dari pasukan, Jendral berbakat dari Quon sekaligus Pangeran Kedua yang menjadi kandidat kuat Putra Mahkota, Wei.

Keempat ketua kelompok elemen yang masih hidup mendekatiku. Pedang yang mereka pegang sudah mengeluarkan masing-masing aura elemen. Daun, logam, angin, dan air.

"Tuan, kita pasti kesulitan untuk mengalahkan mereka." Bing berucap.

"Jelas kalah jika kita tidak memakai strategi." Aku membalas ucapan Bing.

"Strategi apa yang Tuan miliki?" Kini, yang bertanya adalah Fuu, ketua elemen angin.

"Tunggu sampai mereka bertarung dengan serius, lalu kita turun dan bunuh satu persatu kapten pasukan Qing."

Kedua pemimpin pasukan saling bertemu di tengah medan pertempuran. Kuda coklat milik Jendral Gong melaju di permukaan tanah yang penuh pasir. Di arah yang berlawanan, Wei menunggangi kuda hitam dengan perlahan.

Aku menguatkan energi qi ke bagian telinga. Bunyi desiran angin yang menyentuh bebatuan dan menerbangkan pasir dengan mudah tertangkap oleh indra pendengaran. Dalam jarak yang agak jauh, aku dapat mendengar semua percakapan dua jendral yang saling berhadapan.

"Kau masih memiliki muka setelah mengkhianati sekutumu, Jendral Gong?" Wei berucap lantang, yang dengan mudah kudengar dari jauh.

"Kau telah melanggar perjanjian kita. Pangeran Wei. Kami telah membawakan sumber daya Kerajaan Qing ke Quon. Sedangkan artefak itu tidak pernah menyentuh tanganku ini." Jendral Gong membalas.

"Bukankah sudah kukirimkan sepeti pedang legendaris?"

"Itu tidak sebanding dengan artefak Dewa Kegelapan."

"Namun setelah semua yang telah terjadi, apa kita masih merupakan sekutu?"

Aneh. Seharusnya Wei menghadapi Jendral Gong tanpa ragu. Apa-apaan pertanyaan itu?

"Tentu saja, Pangeran. Kau lebih layak dan dapat dipercaya dibandingkan dengan mayat Si Pangeran Sampah."

Wei mendekatkan kudanya ke sisi Jendral Gong. Kini ia tepat berada di sebelah kanan Jendral Qing itu.

"Asal kau tahu, Jendral. Dia masih hidup dan menjadi bawahanmu yang kau percaya." Wei berbisik, tapi masih dapat terdengar olehku melalui telinga yang telah diperkuat oleh energi qi.

Ekspresi tenang Jendral Gong berubah drastis. Alisnya berkedut kusut sama seperti dahi kusam Jendral Kerajaan Qing itu.

"Tenang saja, Jendral. Aku sudah membunuhnya dengan energi kegelapan." Wei menggiring kuda hitamnya, berbalik menuju pasukan Quon yang berbaris rapi. Begitupun dengan Jendral Gong. Ia berbalik dan kembali ke pasukannya.

Perang telah berkecamuk. Ratusan anak panah telah diluncurkan dari busur oleh kedua belah pihak. Kavaleri berzirah merangsek barisan musuh, saling menghunuskan pedang untuk merenggut nyawa. Debu beterbangan ke setiap arah akibat derap langkah pasukan. Bau anyir seketika merebak karena darah yang mengalir. Dalam sekejap, puluhan prajurit telah gugur.

Fuu, ketua kelompok elemen angin yang memakai hanfu keperakan mendekat ke arahku. Ia bertanya, "Apa ini waktu yang tepat, Tuan?"

Aku mengangguk. Sudah saatnya tujuan dicapai hari ini. Tidak ada lagi kata mundur atau menyerah. Semua pengorbanan tidak boleh menjadi sia-sia.

"Semuanya! Bergerak perlahan dan tetap aktifkan penyamar aura kalian! Mari kita bunuh para kapten Pasukan Qing!" Aku berseru seraya berjalan perlahan agar luput dari pandangan kedua jendral.

"Baik!"

Aku dan seluruh anggota Black Lotus Assassin turun dari bukit. Perlahan kami bergerak menuju sisi lain bukit, tempat para pasukan Qing berada. Jendral Gong berada di barisan paling belakang pasukan. Ia dihalangi barisan pemanah yang dipimpin oleh dua orang yang menaiki kuda. Dapat dipastikan mereka berdua adalah kapten pasukan. Barisan pemanah dijaga oleh puluhan prajurit berpedang yang belum diturunkan untuk menghadapi Wei. Di barisan paling depan, dua prajurit berzirah hitam berdiri tegak. Dua kapten lain yang akan kuhabisi.

"Bagi dua pasukan!" Aku berseru. "Kelompok satu dan dua habisi kapten prajurit pedang, kelompok tiga dan empat akan menghadapi para pemanah!"

"Baik!"

Jarak yang terlalu dekat dengan para pemanah membuat pasukan yang dipimpin oleh Jendral Gong itu waspada. Mereka telah bersiap dengan satu panah yang akan diluncurkan. Namun serangan dari Black Lotus Assassin lebih cepat dari mereka. Jurus gabungan tiga elemen api, daun, dan logam tidak memberi mereka waktu untuk membidik. Dalam sekali serang, setengah pasukan pemanah telah tewas. Dua orang kapten yang memimpin tidak mampu mencegah, mereka berdua tewas dengan mudah. Sisa pasukan pemanah tewas dalam serangan kedua.

Dari garis belakang, Jendral Gong berseru. "Siapa kau!?"

Aku mengalirkan energi qi ke kaki, yang langsung mengangkatku naik beberapa meter. "Aku adalah orang yang gagal dibunuh olehmu dan sekutumu itu, Jendral!"

_______________________________

Jangan lupa vote dan comment yaa!

Bogor, Minggu 12 Maret 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro