Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 35 "Pertemuan Dua Jendral"

"Jangan berlari, Yang Mulia!"

"Kejar aku kalau bisa!"

Seorang anak laki-laki berlarian di taman penuh bunga. Anak laki-laki itu bergerak lincah meski hanfu panjang yang ia kenakan hampir menyentuh tanah. Perempuan ber-hanfu coklat terus mengejar sang anak. Namun apa daya, perempuan itu tak bisa melalui celah kecil antar tanaman bunga yang hanya bisa dilalui orang yang ia panggil 'Yang Mulia' itu.

"Yang Mulia…." Perempuan itu menghentikan langkahnya. Ia memegangi kedua lutut, dadanya naik turun dengan cepat karena kehabisan napas.

"Kau payah sekali, Jia." Sang anak yang dikejar oleh perempuan bernama Jia itu berbalik. Mata coklatnya mendelik. Ia kembali masuk ke celah antara dua pohon bunga mawar yang penuh duri, menghampiri sang perempuan muda. "Aku yang tak bisa berkultivasi saja bisa mengecohmu."

Ekspresi perempuan yang mirip dengan pelayan Pangeran Feng itu seketika berubah. Ia tersenyum getir, senyum palsu untuk menghibur sang anak. Sekarang aku tahu, anak itu adalah Pangeran Feng kecil. Sedangkan perempuan yang mengejarnya adalah Jia yang terlihat lebih muda dari Jia yang kukenal.

Feng kecil sudah mengetahui bahwa ia tak bisa berkultivasi. Wajahnya yang masih polos pasti menyembunyikan perasaan sedih. Anak kecil mana yang sanggup menerima fakta yang begitu menyakitkan? Tidak ada. Bahkan bagiku. Orang dewasa saja belum tentu bisa melakukannya. Apalagi seorang anak berusia sepuluh tahun.

"Ya. Anda benar." Jia dalam versi yang lebih muda membalas ucapan Feng kecil. "Saya bukanlah tandingan Anda."

Pemandangan cerah berubah menjadi gelap. Jajaran pepohonan yang rapat menggantikan indahnya bunga mawar merah yang mekar di taman.

Aku bangkit, menyandarkan punggung ke batang pohon kokoh yang berdahan banyak. Keempat bawahanku masih tertidur bersandar ke pepohonan di Hutan Terlarang. Kami semua tidur tanpa alas. Tanah hutan yang lembab menjadi teman kami saat tidur. Api unggun masih menyala di tengah kami berempat. Sengaja dibuat tetap menyala agar tidak ada hewan buas yang mendekati.

Aku bangkit, berjalan ke arah hanfu penuh darah yang diletakkan di bawah pohon. Seutas tali melintang di atas baju tradisional China itu. Bekas sayatan di pohon masih ada, walau sudah menghilang sebagian. Tak ada bau amis darah yang tercium. Pastinya darah sudah terhapus air hujan yang mengguyur hutan selama setahun ke belakang.

"Seandainya mereka langsung membunuhku saat itu…." Aku bergumam sendiri. Sensasi perih kerap kali muncul saat aku mendekati pohon yang merupakan saksi penyiksaan. Sekujur tubuhku saat itu penuh dengan luka. Para penculik menyayat hampir semua bagian tubuhku dengan racun yang semakin memperparah keadaan. Beruntungnya, Kakek Jun datang dan menyembuhkanku dari  segala luka dan racun.

Mengenai kejadian itu, mengapa Raja tidak curiga kepada Wei dan Yongsheng? Mereka berdua merupakan kandidat terkuat untuk Putra Mahkota. Saat ada kejadian penculikan Pangeran Pertama, pastilah membuat kondisi kerajaan semakin panas. Entah mengapa Wei masih bisa lolos dari hukuman. Apa karena tidak ada bukti kuat untuk menjeratnya?

Dalam hati aku bertekad, aku akan membuktikan bahwa Wei merupakan dalang utama dari kejadian penculikan. Apapun yang terjadi, demi membalaskan dendam Feng, Wei harus kukalahkan. Kecurigaanku mengenai pelaku pencurian artefak Dewa Kegelapan masih kepada Wei. Jika dugaanku benar, aku bisa membidik dua sasaran dengan satu anak panah saja. Namun aku harus hati-hati. Gelar jendral cerdasnya bukanlah omong kosong.

Seekor merpati terbang melewati pepohonan yang terkena cahaya api unggun. Burung itu mendarat di tanah dengan mulus. Sepucuk kertas terjatuh dari kaki kecil sang merpati. Aku langsung membuka gulungan kertas yang kecil itu.

"Jendral Gong dan Pangeran Wei akan datang ke Hutan Terlarang. Amankan area sekitar." Aku membaca surat itu pelan. Rupanya mereka sudah tak sabar untuk hasil rekayasa ini ya?

Aku kembali ke tempat para bawahanku yang masih tertidur. Aku langsung menggunakan kekuatan air untuk membangunkan mereka semua.

"Ugh! Ada apa ini?" Mereka semua terbangun dengan wajah yang masih merengut.

"Bangunlah kalian. Jendral Gong dan Pangeran Wei akan datang sebentar lagi."

Sebelumnya, aku mengirimkan surat kepada Tuan Qui untuk melarang warga desa untuk memasuki hutan. Jangan sampai Wei dan Jendral Gong mencurigai hasil perekayasaan ini dengan adanya warga desa yang berkeliling. Namun tentu saja pencegahan perlu dilakukan. Para bawahanku menyebar ke sekitar tempatku menaruh perhatian hanfu milik Feng. Sedangkan aku berjaga di sekitar pohon yang penuh dengan guratan lebar tempat aku dulu dilukai oleh para penculik.

Setelah memastikan tidak ada yang mendekat, kami kembali berkumpul kembali di dekat pohon tempatku berjaga.

Ping menyalakan lagi api unggun yang sudah meredup. Anggota Black Lotus Assassin yang lain memanggang daging hewan buruan yang sebelumnya sudah dibersihkan terlebih dahulu. Satu orang membolak-balikan daging bakar. Sedangkan Ping dan yang lainnya menyiapkan alas dari daun untuk daging yang akan disantap untuk sarapan.

Mereka melayaniku dengan sepenuh hati. Mereka benar-benar patuh kepada Dewa Pengetahuan— Kakek Jun. Di mata mereka, aku adalah murid langsung dari Kakek Jun, dan aku harus dihormati. Memegang kesetiaan para warga desa menimbulkan beban tersendiri di hati. Mereka mungkin berpikir jika mereka mati saat melayaniku atau  mengikuti misi ini, Kakek Jun akan memberkati arwah mereka. Berbeda denganku, mereka mati sia-sia tanpa berhasil meraih apa yang diinginkan. Mematahkan harapan seseorang yang benar-benar mempercayaiku akan menimbulkan beban di hati. Aku tak mau itu terjadi.

Setelah beberapa menit, daging bakar matang dan kami menyantapnya bersama.

***

Ratusan prajurit dari dua kerajaan berbeda saling berhadapan. Bukan untuk berperang, tapi untuk memenuhi perjanjian setiap pihak. Pemimpin pasukan dari Kerajaan Qing turun dari kuda hitam besar yang dibalut armor. Begitu juga dari pihak Kerajaan Quon. Sang Pangeran Kedua turun dari kuda coklat yang kekar. Di belakang sang pangeran, beberapa kereta kuda berbaris rapi. Puluhan prajurit menjaga kereta-kereta itu dengan berjejer, tidak membiarkan siapapun mendekat.

"Hari cerah yang gelap ya, kawanku Jendral Gong!" Wei, Pangeran Kedua Quon menyapa Jendral Gong dari jauh. Ia mendekati Sang Jendral yang sudah memakai full plate armor hitam yang akan melindunginya dari setiap serangan. Keduanya saling berhadapan, mengulurkan tangan untuk saling bertaut.

"Bukan hari yang cukup gelap untuk mendapatkan impian kita, Pangeran Wei." Jendral Gong meraih tangan berotot milik sekutunya, Wei. Mereka saling berjabat tangan selama beberapa detik, sebagai formalitas semata.

"Bagaimana hasil kerjamu, Jendral?"

"Orang baru itu sudah mengurusnya, Pangeran."

Aku dan anak buahku berlutut saat kedua orang besar itu menghampiri kami. Kami berlima mengucapkan salam hormat kepada Jendral Gong dan Pangeran Wei.

"Kejayaan bagi Yang Mulia Pangeran Kedua dan Jendral Gong!"

"Tunjukkan hasil kerja kalian!" Aku dan anggota Black Lotus Assassin bangkit, berjalan ke arah pohon yang sudah disiapkan untuk bukti kematian Pangeran Feng.

Aku merapikan kembali hanfu bernoda darah yang sudah mengering yang tergeletak di bawah pohon. Memastikan tidak ada kerusakan dari pakaian bekas Feng— bekasku— yang membuat kedua jendral marah.

Wei dan Jendral Gong berjalan ke arah pohon penuh goresan. Beberapa prajurit mengikuti di belakang. Setelah dekat dengan pohon, Wei berlutut. Tangan kekarnya meraba hanfu penuh darah yang banyak bekas sayatan melintang lebar. Aliran qi keluar dari tubuh Wei ke baju tradisional China itu. Seketika Wei tersenyum puas.

"Kau benar merupakan kunci dari kemenanganku, Iza."

"Saya merasa terhormat." Aku membungkukkan badan pada Wei.

"Namun yang kupikirkan, siapa sebenarnya kau?"

"Saya hanya warga desa Hutan Terlarang, Yang Mulia."

"Jawab dengan jujur! Siapa. Kau. Sebenarnya." Wei berucap penuh penekanan. Tangannya sudah memegang pedang di pinggang. Sial, aura Wei semakin pekat.

_______________________________

Waah, Oryza ama Wei dah sering ketemu nih.

Bogor, Kamis 02 Februari 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro