Bab 31 "Rahasia"
Salju masih berjatuhan di tengah malam ini. Api unggun yang kami buat tidak mampu menghangatkan badan yang sudah dari tadi kedinginan. Tak pernah kusangka bahwa cuaca Kerajaan Qing seekstrim ini. Terbiasa di Indonesia yang beriklim tropis, seluruh tubuhku tak bisa menahan dinginnya salju abadi Kerajaan yang sedang kuselidiki ini.
"Iza, Jendral Gong ingin berbicara denganmu." Lan, orang kepercayaan Jendral Kerajaan Qing —Jendral Gong, memanggilku. Aku menggunakan nama samaran lagi disini. Iza, nama panggilanku cukup aneh jika dipakai di zaman China kuno. Aku tidak bisa memakai nama 'Sky' saat menjadi pasukan mata-mata. Demi menyamarkan indentitasku yang sebenarnya.
"Baik." Aku melangkahkan kaki, meninggalkan jejak di tumpukan salju putih bersih. Lan membukakan pintu gubuk tempat sang jendral berdiam. Lan dan aku masuk ke gubuk bersamaan.
"Ada perlu apa Anda memanggil saya?" Aku bertanya pada Sang Jendral yang sedang duduk menghadap ke perapian sambil minum teh. Ia berbalik, menghadap ke arahku dan Lan.
"Sebagai salah satu orang terkuat di pasukan, kau harus mengetahui pesan dari sekutu kita." Jendral Gong membalas.
"Ada pesan dari Pangeran Weiheng?"
"Ya. Informasi penting dari calon Putra Mahkota Quon itu."
Calon Putra Mahkota. Seharusnya itu adalah gelar yang menjadi hak Feng, Pangeran Pertama Quon. Hatiku bergejolak panas saat jendral Gong berucap. Sejak kecil, Feng selalu mengalami kesialan. Dantian Feng hancur sejak lahir. Dia dianggap sampah karena tidak bisa berkultivasi. Haknya untuk mendapat gelar Putra Mahkota diragukan. Para petinggi kerajaan lebih memilih pangeran sombong itu yang cerdas dan kuat. Feng tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Wei.
Dalam hati aku berjanji. Aku akan membalaskan dendammu, Feng! Sudah cukup kejahatan yang dilakukan Wei si jendral sombong itu.
"Lan, katakan apa pesan dari Pangeran Wei." Jendral Gong bertitah.
"Baik." Lan yang berdiri di sampingku mengeluarkan sepucuk surat dari ikat pinggang hitamnya. Ia membuka ikatan yang membungkus surat yang terbuat dari kertas itu. Lan membaca pesan itu lantang.
"Jendral Qing yang terhormat, sesuai dengan kesepakatan kita, aku akan mengantarkan sumber daya yang kau butuhkan ke Qing. Dengan syarat, kau harus merekayasa kematian sampah Kerajaan kami."
Merekayasa. Ah … aku bisa memainkan peranku disini.
Lan melanjutkan membaca pesan. "Setelah aku menjadi Putra Mahkota, kujamin Kerajaan Qing tidak akan pernah kehabisan sumber daya makanan yang kalian butuhkan. Hanya itu yang bisa kusampaikan.
Wei."
Jendral Gong menghela napasnya. Uap keluar dari lubang hidungnya, tanda seberapa dingin cuaca malam ini. "Ia meminta sesuatu yang berat." Jendral Gong berucap.
"Itu satu-satunya cara agar dia bisa percaya, Jendral." Lan membalas ucapan Jendralnya itu.
"Laporan Pangeran Wei sebelumnya mengatakan bahwa ia telah menemukan sebuah desa di Hutan Terlarang wilayah Quon. Tempat para penculik menyiksa Pangeran Fengying."
"Tidak ada jejak sama sekali dari Fengying?"
"Tidak," balas Jendral Gong, "bahkan darah dari luka penyiksaannya tidak bisa dideteksi menggunakan energi qi."
"Hanya orang berkultivasi tinggilah yang bisa melakukan itu." Lan mengungkapkan pendapat.
"Bagaimana denganmu, Iza? Kau pasti tau beberapa hal mengenai itu." Gawat. Ini pertanyaan yang menjebak.
Aku terdiam sejenak. Memikirkan jawaban atas pertanyaan dari Jendral Kerajaan Qing itu. Aku harus hati-hati.
"Sebenarnya saya berasal dari desa di Hutan Terlarang." Aku menjawab setelah memikirkan baik buruknya. "Saya menemukan hanfu bersulam benang emas khas para bangsawan Kerajaan. Mungkin itu merupakan pakaian dari Pangeran Fengying."
"Kau menyimpannya dimana?"
"Ada di kampung halaman saya, Jendral."
"Kalau begitu, pergilah saat fajar nanti ke desamu. Antarkan juga Lan ke Quon. Ia merupakan pembawa pesan yang penting bagiku." Jendral Gong memberi perintah.
"Baik, Jendral! Akan saya laksanakan!" Aku membungkuk pada orang penting di depanku.
"Ini sekantong emas untukmu dan kawan-kawanmu." Aku menangkap sekantung koin emas yang dilemparkan sang Jendral. "Itu hanya awalnya saja. Hadiah besar menanti setelah tugasmu selesai."
"Anda sungguh murah hati, Jendral Gong." Aku membalasnya sambil membungkuk.
"Pergilah." Jendral Gong berkata lagi. "Laksanakan tugasmu."
Aku membungkuk sekali lagi pada orang yang telah menugaskanku ini. Aku dan Lan berbalik, keluar dari gubuk tempat berdiam sang jendral.
"Lan." Aku memanggil pria berwajah ramah itu. "Aku akan bicara dengan teman-temanku dulu tentang hal ini."
"Silakan," jawab Lan.
Aku menghampiri bawahanku yang sedang menghangatkan diri di api unggun di depan gubuk.
"Kita harus berbicara sebentar." Aku berjalan pelan ke arah jajaran pepohonan yang rimbun. Empat anggota yang kubawa mengikuti dari belakang.
"Ada apa, Tuan?" Wajah mereka kebingungan.
"Sebentar. Aku akan membentuk lapisan peredam suara agar tidak ada yang mencuri dengar." Aku mengeluarkan energi qi murni tanpa elemen ke sekeliling. Kabut abu-abu menyebar sejauh sepuluh meter ke segala arah, melingkupi kami semua yang berkumpul.
"Peredam suara." Aku berucap. Kabut abu-abu yang tadi mengepul menghilang. Sebenarnya bukan menghilang, tapi menyatu dengan warna sekitar. Efek peredam suara ini akan bertahan selama tiga puluh menit. Peredam suara dan jurus yang berhubungan dengan penyamaran area tidak bisa ditembus oleh orang berkultivasi lebih rendah dari orang yang mengeluarkan jurus. Kecuali jurus perisai area. Jurus itu bisa hancur perlahan saat diserang secara terus menerus.
"Sekutu kita Jendral Kerajaan Qing?" Salah satu bawahanku bertanya.
"Ya." Aku menjawab. "Dia bekerjasama dengan Pangeran Wei."
"APA?! Pangeran Wei?" Semua anggotaku berseru kaget.
"Terasa mustahil, ya? Karena dia calon Putra Mahkota?" Aku balik bertanya pada mereka. Aku bahkan sudah tahu saat Lan mengatakan bahwa sekutu Wei adalah Jendral Qing.
"Itu terasa mustahil, Tuan. Pangeran Wei merupakan jendral yang dipercayai oleh Raja." Ping, pengawalku saat di desa menimpali. Rupanya nama Wei terdengar sampai ke pelosok hutan. Untuk mengalahkan jendral cerdas itu, aku harus menggunakan cara cerdas juga.
"Aku akan mengatakan apa rencana mereka."
"Apa itu, Tuan?"
"Pangeran Wei bekerja sama dengan Jendral Qing untuk menjadi Putra Mahkota. Jendral Qing akan merekayasa kematian Pangeran Fengying, dan Pangeran Wei akan memberikan sumber daya makanan pada Kerajaan Qing."
Keempat bawahanku terdiam. Pasti tidak percaya dengan apa yang kukatakan.
"Dia memang kejam, licik, dan pengkhianat. Namun, hanya ini caranya untuk menghentikan kekejaman jendral busuk itu." Perbuatan Wei sudah melewati batas. Ia membunuh saudaranya sendiri demi tahta Kerajaan Quon yang diincar. Demi melancarkan rencananya, ia bahkan berkhianat. Bersekongkol dengan Kerajaan Qing, musuh Kerajaan Quon.
"Aku akan menghubungi Tetua Luo dan Tuan Qui. Rencana ini sangat penting."
"Maafkan saya, Tuan. Dengan cara apa kita akan menghubungi para tetua? Anda tidak bisa mengeluarkan jurus bayangan Anda disini." Ping bertanya.
"Jendral Gong memerintahkan kita untuk mengawal pembawa pesannya untuk kembali ke Quon besok." Aku menjawab, mengatakan apa perintah dari jendral Kerajaan musuh itu. "Saat tiba di Quon besok, aku akan berbicara dengan Tetua Luo dan akan mengirim surat pada Tuan Qui."
"Apa kita diperintahkan untuk merekayasa kematian Pangeran Feng?"
"Belum. Namun jika Jendral Qing memerintahkan itu, aku sudah punya rencana untuk itu."
"Bagaimana bisa? Apa Anda mengenal Pangeran Feng?" Anggota yang lain bertanya.
"Kalian lupa siapa aku sebenarnya." Aku tersenyum miring. "Aku adalah murid dari Yang Mulia Dewa Pengetahuan Jun Shilin. Kekuatanku lebih besar dari siapapun di dunia ini."
_________________________________
Jangan lupa vote dan comment yaa!
Bogor, Kamis 19 Januari 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro