Bab 23 "Sekutu Tambahan"
"Siapa kau dan apa maksud kedatanganmu!?" bentak salah seorang penjaga.
Gapura dihalangi puluhan orang yang mengacungkan senjatanya. Mata mereka menatapku nyalang, tajam menusuk seperti pisau. Seharusnya aku tidak datang tiba-tiba seperti ini. Warga desa menjadi curiga. Namun tidak ada pilihan lain selain jujur, demi tujuan yang lebih besar.
"Aku adalah murid dari Dewa Pengetahuan dan aku membutuhkan bantuan kalian." Aku berucap lantang, menatap balik warga yang makin siaga setelah aku mengatakan tujuanku.
"Tidak mungkin!" teriak salah seorang penjaga gerbang yang mengenakan armor kulit usang. "Dewa kami takkan memberikan ilmunya pada orang asing!"
"Benar! Ilmu kultivasi kita diajarkan langsung oleh Dewa Pengetahuan Yang Agung. Tidak mungkin orang sepertimu mendapatkannya!" Beberapa warga desa menyahut pernyataan si penjaga.
"Aku akan menunjukkan caraku berkultivasi agar kalian percaya." Aku duduk di tanah dengan posisi lotus. Aku mengabaikan para warga desa, untuk menunjukkan teknik kultivasi yang diajarkan oleh Kakek Jun. Kedua tanganku bersatu di dada. Energi qi di sekitar tersedot oleh dantian seiring tarikan napas.
"Itu hanya teknik kultivasi biasa! Bukan yang diajarkan oleh Dewa!" Warga desa berteriak, membuyarkan fokusku yang baru terbangun.
"Jangan cari masalah dengan kami. Pergilah, sebelum kami melakukan cara yang keras." Dua penjaga yang mengawasiku ketat mendekatkan tombaknya padaku, bertujuan untuk mengusir. Namun aku tak boleh menyerah. Tempat ini merupakan kunci keberhasilan pencarian artefak Dewa Kegelapan. Aku harus menunjukkan bukti kuat yang tak terbantahkan lagi oleh mereka.
"Bagaimana dengan ini?" Aku mengeluarkan cincin giok hijau dari kantung hanfu, memberikannya pada penjaga yang masih mengacungkan senjatanya padaku.
"Ini … tak mungkin!" Penjaga yang kuberi cincin milik Kakek Jun itu berteriak heboh. Ia membolak-balikkan cincin itu, mungkin sedang meneliti benda ajaib itu.
"Coba kulihat." Penjaga lain mendekat pada orang yang kuberi cincin. Ia mengambilnya, dan seketika itu matanya membelalak. "Ini sangat mirip dengan cincin Yang Mulia Dewa Pengetahuan!" teriaknya, membuat keadaan menjadi riuh. Para warga berbicara keras, menyuarakan pendapat mengenai cincin yang kukeluarkan.
"Apa? Ia memiliki cincin Yang Mulia Dewa?"
"Mungkin ia mencurinya."
"Tidak mungkin orang itu mencuri dari Dewa Pengetahuan Yang Agung. Ia akan mati jika berani melakukannya."
"Ukiran perkamen dan pena di batu giok cincin, merupakan ciri dari cincin Yang Mulia Dewa. Tidak salah apa yang diucapkan orang itu." Penjaga gerbang berkata setelah memeriksa cincin Kakek Jun dengan teliti. Dua penjaga yang memeriksa cincin membungkuk padaku.
"Kami minta maaf atas ketidaksopanan kami pada Anda," ucap dua penjaga gerbang. Salah satu penjaga menyerahkan cincin Kakek Jun padaku.
"Jangan begitu. Aku kesini datang tiba-tiba dan membuat kalian terkejut." Aku membalas. Kedua penjaga itu bangkit ke posisi semula.
"Apa tujuan Anda datang kemari?" tanya salah seorang penjaga yang memiliki luka gores di pipinya.
"Aku ingin meminta bantuan kalian untuk tujuan yang dipercayakan Dewa Pengetahuan kepadaku," jawabku.
"Kalau begitu, saya akan mengantarkan Anda menuju Kepala Desa." Penjaga luka gores di pipi itu menawarkan bantuan.
"Baiklah. Maaf telah membuat keributan di sini." Aku membungkukkan badan pada kedua penjaga.
"Anda jangan merendah seperti itu. Suatu kehormatan bagi kami untuk melayani orang yang dipercayai oleh Yang Mulia Dewa Pengetahuan." Aku bangkit setelah sang penjaga berucap.
"Tolong antarkan aku pada Kepala Desa."
"Baik. Mari, Tuan." Penjaga itu membelah kerumunan warga yang sudah menurunkan senjatanya setelah mengetahui bahwa aku adalah orang kepercayaan Kakek Jun.
***
Gubuk kayu berjajar sepanjang jalan menuju ke rumah Kepala Desa. Para perempuan yang memakai hanfu sederhana berwarna coklat muda, rambut mereka diikat dan ditusuk tusuk rambut yang terbuat dari kayu, sedang mengurus beberapa hewan yang sudah disembelih. Mereka semua menatapku, orang asing yang datang ke desa mereka.
"Ini desa kami, Tuan. Para pria bertugas berburu dan menjaga desa dari serangan hewan hutan. Para wanita mengurus hewan buruan, juga memasak." Penjaga yang mengantarku, Ching, berbicara mengenai desa di timur Hutan Terlarang ini.
"Para warga mengatakan bahwa desa ini memiliki teknik kultivasi khusus. Bagaimana caranya?" tanyaku.
"Itu sebenarnya sama seperti kultivasi biasa. Hanya saja, saat berkultivasi harus mengeluarkan aura elemen yang dimiliki," jawab Ching.
"Apa efeknya pada kultivasi?"
"Elemen sang kultivator akan semakin kuat, Tuan." Ching menjawab. Namun, ia malah mengajukan pertanyaan, "Ah, mengapa Tuan bertanya itu? Bukankah Tuan diajarkan oleh Yang Mulia Dewa?"
Aku menggaruk Kepala yang tak gatal. "Hehe, aku hanya diajarkan teknik kultivasi biasa."
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami tiba di rumah Kepala Desa. Ching menunjukkan rumah yang sangat besar, lebih besar dari rumah lain. Rumah yang ditunjuk oleh Ching terbuat dari kayu hutan. Dua penjaga berzirah besi dan memegang tombak berjaga di pintu ganda kediaman sang Kepala Desa. Aku dan Ching berdiri tak jauh dari pintu.
"Ini adalah rumah Kepala Desa ini. Saya akan memberitahukan kedatangan Anda pada Kepala Desa terlebih dahulu." Ching berjalan ke arah dua penjaga itu. Ia berbicara pada mereka. Salah satu penjaga berbaju besi masuk ke rumah. Tak lama kemudian, penjaga itu berbicara dengan Ching.
"Kepala Desa bersedia untuk berbicara dengan Anda, Tuan." Ching berucap. "Silahkan masuk."
Aku membuka pintu ganda kediaman sang Kepala Desa. Sebuah kursi besar tepat berada di ujung ruangan. Enam bangku pendek berjajar saling berhadapan, berlainan arah dengan kursi besar. Di kursi besar itu, seorang kakek berjanggut panjang duduk bersila dalam posisi lotus. Seperti warga lain, ia mengenakan hanfu sederhana, tapi dengan sulaman benang yang lebih meriah.
"Oh, jadi kau adalah murid dari Yang Mulia Dewa?" Kakek itu bertanya.
"Salam, Tuan Kepala Desa. Saya adalah murid dari Yang Mulia Dewa Pengetahuan." Aku membungkukkan badan pada kakek yang duduk di kursi besar.
"Silahkan duduk, ah…."
"Sky, nama saya Sky." Aku membalas.
"Tuan Sky. Silahkan duduk." Aku duduk di bangku yang dekat dengan Kepala Desa.
"Tujuanku kemari adalah—"
"Untuk meminta bantuan dalam pencarian artefak Dewa Kegelapan yang telah hilang." Kepala Desa memotong ucapanku.
"Bagaimana Anda bisa tahu?" tanyaku keheranan. Tidak ada yang tahu tujuanku ke sini selain aku dan Kakek Jun. Apa Kepala Desa yang tak kukenal ini bisa membaca pikiran?
"Ya, saya bisa membaca pikiranmu. Nama saya Qui Luo, mengetahui kedatangan Anda dari penglihatan yang dikirimkan oleh Yang Mulia Dewa Pengetahuan."
"Saya membutuhkan orang untuk mencari pelaku pencurian itu. Saya yakin, desa ini memilikinya." Aku berucap, menegaskan keinginanku.
"Anda tinggal memilih saja orang yang Anda butuhkan, Tuan Sky. Warga kami seluruhnya menguasai teknik kuktivasi khusus milik Dewa Pengetahuan." Kepala Desa —Tuan Qui— membalas.
-------------------------------------------------------
Hallo, semuanya!
Gimana kabar kalian? Moga baik-baik aja yaa. Author mau nanya dong tentang kesan kalian pas baca cerita The Trash Prince ini? Apa narasinya kurang enak? Tokohnya kurang joss? Mungkin banyak typo-nya? Jangan sungkan-sungkan buat berkomentar yaa.
Bogor, 20 November 2022
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro