3 - 1
Cicit burung yang riang memenuhi telinga Kryssa. Perlahan ia membuka mata. Sejauh mata memandang, hanya ada rumput, bunga dan pohon pinus yang berjejer rapi. Sayup-sayup terdengar gemericik air sungai.
Silau.
Perlahan Kryssa mengangkat tangan kanannya, berusaha membuat sedikit tempat teduh di sekitar matanya sebelum ia mulai mengingat apa yang terjadi.
Ah, benar sekali, kata Kryssa dalam hati, Grell. Penyihir tongkat pendek. Kayu manis.
Ia mengumpulkan seluruh energinya yang tersisa dan memaksakan diri untuk bangkit.
"Perlu bantuan?" tanya seseorang. suara yang sangat familiar dengan nada meledek yang sangat khas.
"ayolah, Grimmar.." protes Kryssa.
Lelaki kurus dan jangkung dalam balutan kemeja putih kusut mengulurkan tangan padanya, menariknya berdiri. sempat terlintas di benak gadis itu, ia yang pendek atau Grimmar yang terlampau tinggi? Sebatas dadanya saja Kryssa tidak sampai. Rambutnya sewarna awan mendung menutupi leher jenjangnya dengan beberapa helai rambut menjuntai di dahinya. Mata ungu tuanya bersinar teduh. Warna mata yang sama persis dengan mata Kryssa. Alis kelabu yang tebal dan garis rahang yang kuat membingkai wajahnya. Senyum selalu terukir di bibir Grimmar, membuat Kryssa merasa bahwa semuanya baik-baik saja selama Grimmar ada disini.
"apapun untukmu, Yang Mulia.." kata Grimmar sopan dengan senyum lembut di wajahnya.
Kryssa mendelik, "katakan sekali lagi."
Grimmar sangat mengerti bahwa Kryssa benci dipanggil Ratu, Yang Mulia atau apalah – sama seperti ia mengerti berbagai hal tentang ruang dan waktu.
"Grell tidak berjalan lancar, eh?" ledek Grimmar.
"tidak sama sekali.. ada tiga Hunter disana dan seorang penyihir. Tetap saja akhirnya aku yang harus angkat kaki dari Grell. Padahal aku cukup suka kota itu meski sengatan mataharinya benar-benar luar biasa," keluh Kryssa.
Sekilas ia melirik simbol yang terukir di punggung tangan kiri Grimmar – berwarna hitam pekat dengan bentuk setengah lingkaran dengan garis lurus di sisi lengkung lingkaran itu. Simbol itu selalu membuat perut Kryssa mulas tanpa alasan yang jelas.
Simbol itu adalah tanda sihir. Biasanya digunakan untuk menandai teritori seorang penyihir. apabila simbol itu terukir pada manusia, berarti orang itu telah menjadi budak penyihir dan apabila simbol itu ada pada penyihir, berarti penyihir itu telah menyerahkan hidup dan matinya pada penyihir lain. pada penyihir yang simbolnya terukir di tubuh penyihir tersebut.
sejauh yang Kryssa ingat, tidak ada penyihir bodoh yang mau memberikan hidupnya pada penyihir lain kecuali seorang penyihir aneh yang ada di sisinya. Dan penyihir aneh itu telah memberikan hidupnya pada Kryssa. Apabila Kryssa ingin Grimmar mati, gadis itu tidak perlu repot-repot membunuh Grimmar. Dengan senang hati Grimmar akan bunuh diri untuk Kryssa.
Sempat terpikir oleh Kryssa, apa sebaiknya ia lepaskan saja Grimmar dari sumpah konyolnya itu. tapi Grimmar menolak sekuat tenaga ide yang menurut Kryssa brillian itu. Grimmar lebih memilih terjebak dengan Kryssa seumur hidup dibandingkan hidup bebas sesuka hatinya. Grimmar bahkan mengancam akan bunuh diri dan menghantui Kryssa seumur hidup andai gadis itu berani melepaskan simbol itu darinya.
Kryssa hanya bisa menghela nafas panjang dan menuruti kemauan Grimmar serta membiarkan lelaki itu berada di dekatnya.
Awalnya semua ini terasa sangat janggal. seorang lelaki yang kau temui secara kebetulan dengan bodohnya mengukir sendiri simbolmu di tubuhnya dan menempel padamu seperti lintah, mengikutimu kemanapun kau pergi seperti anak itik yang mengikuti induknya dan apapun yang kau lakukan untuk membuat lelaki itu pergi hanya ia anggap angin lalu.
Tapi perlahan Kryssa tahu bahwa ia bisa mempercayai lelaki itu.
bukan karena simbol yang membuat Grimmar tidak bisa berbohong padanya, tidak bisa menolak permintaannya, tidak bisa mengkhianatinya dan akan mati bersama Kryssa andai gadis itu mati sebelum ia melepaskan Grimmar dari simbol itu, tapi karena Grimmar adalah Grimmar.
dan saat ini hanya Grimmar seorang yang ia percayai.
hanya satu hal yang harus Kryssa ingat, lepaskan simbol itu saat ia sekarat.
Kryssa tidak mau membawa Grimmar mati bersamanya untuk alasan apapun.
"jadi, sekarang kita kemana?" tanya Grimmar.
Kryssa menggeleng, "entahlah.. sepertinya tidak ada tempat yang aman.. kalau bukan penyihir, berarti Hunter yang ada di tempat itu.. apa tidak ada tempat yang benar-benar tenang?"
'"untukmu.. mungkin agak sulit.." Grimmar tertawa kecil.
"aku adalah sang Ratu yang mereka cari dan penyihir buruan nomor satu di kerajaan ini.." Kryssa mengangguk pelan dan menarik nafas panjang, "senang sekali rasanya kalau aku bisa lepas dari urusan Ratu ini dan hidup bebas.. aku hanya ingin kehidupan yang normal.. tidak perlu berpindah-pindah, tidak perlu berurusan dengan Hunter.. aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi tua di tempat yang sama.."
"Yang Mulia Ratu-"
"apa katamu?" potong Kryssa, melempar tatapan sebal pada Grimmar, "aku bukan Ratu! Lihat, tidak ada mahkota kan di atas kepalaku! Jangan percaya ramalan Arietta! Aku tidak dan tidak akan pernah menjadi Ratu!"
gadis itu mendengus kesal, "kau tahu apa yang terjadi, Grimmar!"
"tetap saja.." senyum tipis mengembang di bibir lelaki itu, "kau adalah ratuku, dengan atau tanpa mahkota," kata Grimmar lirih, nyaris berbisik.
Kryssa tidak mempedulikannya dan mempercepat langkah kakinya, meninggalkan Grimmar yang mematung di tempatnya berdiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro