Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 - 2

"Ayolah, Jeff!" sergah Will, "dia bukan penyihir dan kau tahu itu!"

"kau dalam pengaruh sihir, Will.. kembalilah ke istana.. Arietta bisa membantumu.." pinta Jeff. 

"Pangeran!" seru Anna. ia menyadari ada yang tidak beres di antara kedua orang ini.

"aku tidak punya banyak waktu, Jeff -- Julie --"

"kau tidak akan bisa menyelamatkan Julie!" Jeff setengah berteriak, "dia penyihir yang memantraimu dan dia layak berada disana, Will! buka matamu!"

Will menggeleng pelan, "tidak ada gunanya bicara denganmu," ia menghantam pelipis Jeff dan merebut pedang miliknya sebelum ia kembali berusaha menerobos kerumunan. tapi saat ia menatap Julie, gadis itu terkulai lemah.

"Julie!" teriak Will. ia mengibaskan pedangnya ke segala arah, membuat kerumunan itu terpaksa menyingkir dan memberi jalan untuknya. tapi saat ia sampai di hadapan Julie, gadis itu telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Will membatu di tempatnya berdiri. ia masih tidak percaya bahwa Julie telah tiada, dan semua ini salahnya. ia yang bertanggung jawab atas kematian Julie.

andai saja ia bisa memutar waktu, andai saja ia bisa merelakan kepergian Julie beberapa tahun yang lalu, bersama sahabatnya, seorang yang Julie cintai, ia sangat yakin saat ini mereka berdua hidup bahagia entah dimana.

tapi ia tahu, penyesalan tidak akan ada gunanya.

Will menggertakkan giginya. matanya menatap tajam kearah prajurit yang berlari kearahnya. ia tahu, apabila ia beruntung, ia akan berakhir di tiang gantungan apabila ia mengangkat pedangnya kearah para prajurit ini, tapi ia tetap melakukannya.

ia mengerang, menghantamkan pedang itu pada baju besi para prajurit. will tidak ingin membunuh mereka, hanya ingin mereka menyingkir. 

"Will!" Jeff setengah berteriak. ia berusaha menahan pergerakan Will. Will menghindar dengan mudah dan segera lari menjauh. melawan Jeff hanya membuang waktu, pikir Will. 

ia harus keluar dari kota ini secepatnya atau ia akan berakhir di tiang gantungan apabila ia beruntung. kalau tidak beruntung.. ia mendengus. membayangkannya saja ia tidak suka. sehari bersama Arietta di ruang bawah tanahnya yang terlarang bagi semua orang termasuk raja?

ayolah!

istana adalah milik raja dan keluarga raja dan wanita aneh itu membuat larangan di tempat yang bahkan bukan miliknya!?

tapi bagi Will, yang lebih aneh adalah raja yang tidak keberatan dengan tingkah Arietta yang terkadang tidak masuk akal dan mencurigakan. ia berusaha bicara dengan raja tentang Arietta tapi raja tidak pernah mendengarkan.

dan ini bukan saat yang tepat untuk mengkhawatirkan hal lain. 

sejenak ia menoleh kearah tiang pancang, tempat Julie yang tidak tampak seperti dirinya lagi dan rasa bersalah kembali menghantamnya.

"sial," gerutu Will, sejenak melihat delapan orang prajurit yang berada tepat di balik punggungnya. ia memotong tali kekang seekor kuda yang diikat di dekat penginapan dan melompat keatas punggung kuda hitam itu. tanpa pikir panjang ia memacunya kearah gerbang kota.

ekor matanya melihat kelebatan bayangan hitam mengikutinya.

hunter, gerutu Will dalam hati, tapi ia tidak khawatir. para hunter hanya bergerak saat ada penyihir. mereka tidak akan mau ikut campur dalam urusan internal kerajaan yang menjadi tanggung jawab para ksatria. tapi di saat seperti ini, mereka adalah mata dan telinga yang luar biasa.

kuda hitam itu berlari di atas jalanan yang berlapis bebatuan putih, melintasi rumah-rumah dari kayu dengan atap yang terbuat dari deretan kayu serta tiang-tiang dengan lampion bergantung di sisinya, lampion yang menerangi kota ini dari gelapnya malam. 

tiga orang penjaga telah bersiaga dengan pedang dan perisai mereka di depan gerbang. tampak jelas bahwa mereka tidak akan membiarkan siapapun melintasi gerbang itu.

tapi sebuah anak panah melayang beberapa senti dari telinga kiri Will, spontan membuatnya menoleh.

di balik punggungnya, Anna membidik prajurit kedua dengan busur yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. dan lagi-lagi anak panahnya melayang hanya beberapa senti dari telinga Will.

"Anna!" protes Will.

"maaf! maaf Pangeran!" seru Anna sambil membidik penjaga ketiga. 

Jeff berada beberapa kaki di depan Anna. ia memacu kudanya secepat yang ia bisa, sejenak melempar tatapan kesal kearah Anna yang membantu Will melarikan diri. 

"Apa!?" tantang Anna, "mungkin kau lupa, tapi aku disini karena Pangeran!" hardik Anna.

Jeff menarik nafas panjang, "kau benar, Anna.." bisiknya lirih, "kau benar.."

mereka bertiga melintasi gerbang kota dengan mudah. Anna mengarahkan anak panahnya dan membuat tali yang menahan gerbang itu terputus.

gerbang itu tertutup.

prajurit yang hanya tertinggal beberapa kaki di balik punggung mereka berteriak marah. teriakan yang lebih terdengar seperti angin lalu di telinga mereka. dan mereka terus memacu kuda mereka, masuk ke dalam hutan di barat kota.

"Pangeran.." panggil Anna terengah saat Will akhirnya menghentikan laju kudanya, "pangeran.."

"kenapa tingkahmu seperti baru saja lari dari dalam kota sampai ke tengah hutan?" celetuk Jeff, "seharusnya kudamu yang kelelahan, Anna!"

"jantungku yang lelah, Jeff! Jantungku!" protes Anna, "ini tidak baik untuk jantungku atau jantung siapapun! Pangeran! jangan lakukan hal seperti ini lagi!"

"serius, untuk apa kalian ikuti aku!?" geram Will, "kalian akan berakhir di tiang gantungan karena Arietta dan yang lain pasti mengira kalian bersekongkol untuk membantuku melarikan diri, konspirasi dengan para penyihir untuk menjatuhkan ibukota, melarikanku yang berada dibawah pengaruh sihir karena kalian berdua juga telah menjadi kaki tangan para penyihir," Will mendengus pelan, "kalian tahu bagaimana cara mereka bekerja!"

"kami tahu," tukas Jeff, "tapi kami tidak peduli.." ia tertawa kecil, "terima kasih telah mengingatkanku kenapa aku berada disini, Anna.."

"kalau begitu traktir aku tart blueberry," timpal Anna asal.

"tentu. kalau kita masih hidup saat kita menemukan toko roti terdekat yang mau menjual tartnya pada kita.." seringai tipis mengembang di bibir Jeff, "ah, Will, maaf soal.." ia menunjuk pelipisnya sendiri.

Will mengangguk pelan, "kau berhutang padaku, Jeff.."

Jeff tertawa kecil, tidak menanggapi perkataan Will, "biarkan aku ikut denganmu."

"tidak," tolak Will datar, "aku tidak mau."

"kenapa?" tanya Jeff, mengerutkan alis coklatnya yang tebal, lebih seperti ulat bulu berwarna coklat yang menempel di atas matanya.

"karena kau laki-laki," jawab Will asal, "mengerikan."

"apa...?" Jeff tidak mempercayai apa yang baru saja ia dengar.

"karena kau laki-laki, Jeff! melarikan diri bersama lelaki yang lebih tinggi dariku, selalu memperlakukanku seperti anak kecil yang tak pernah berhenti membuat masalah meski sebenarnya usianya tiga tahun lebih muda dariku dan selalu bertingkah seolah ia berusaha menjauhkanku dari masalah!?" Will mendengus kasar, "tidak. terima kasih. lain cerita kalau kau adalah seorang wanita anggun dengan dada besar dalam pakaian ksatria yang ketat dan--"

"Pangeran!" Anna setengah berteriak.

"kau juga, Anna," gerutu Will, "aku tidak mau kau ikut denganku."

"apa!? kenapa!?" Anna menatap Will heran.

"ayolah. aku tidak mau dikira sedang berkelana bersama adik perempuan yang cerewet dan menyebalkan," gerutu Will.

"kembalilah ke Eastbell.." pinta Will lirih, "sebuah kegagalan tidak akan berakhir buruk.."

"tapi--"

"ini perintah!" potong Will sebelum Jeff menyelesaikan kata-katanya.

Jeff menggertakkan giginya dan menarik nafas panjang.

"baik. aku mengerti," kata Jeff sebelum ia berbalik bersama kuda curiannya, "Anna!"

"tapi.. tapi pangeran.."

"pergi!" Will setengah berteriak.

sedikit ragu, Anna berbalik dan mengikuti Jeff, memacu kudanya kembali ke Eastbell sementara Will tidak bergeming hingga dua orang yang ia percaya itu lenyap dari pandangannya.

di gerbang kota, seorang lelaki berambut hitam dalam balutan tunik biru dan celana putih polos berdiri tegak di gerbang istana.

Jeff dan Anna menghentikan kuda mereka tepat di hadapan lelaki itu.

"Leon," Jeff turun dari kudanya. begitu juga dengan Anna.

"Pangeran?" tanya Leon.

Jeff menggeleng pelan, "lolos.. kami tidak berhasil menemukannya."

seringai tipis mengembang di bibir Leon, "kau tahu, Jeff.." ia berjalan menghampiri Jeff, "Arietta sangat membenci pembohong.." sejenak matanya berkilat merah saat ia meletakkan tangan kananya di bahu kiri Jeff.

"Jeff!" pekik Anna.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro