Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

Matahari nyaris tenggelam saat Kryssa melangkahkan kaki di gerbang yang dijaga oleh enam orang penjaga, lengkap dengan baju besi, pedang serta tombak di tangan mereka. mereka mengenakan caping hitam dengan tali merah di atasnya untuk melindungi mereka dari sengatan matahari yang tidak kenal ampun sepanjang tahun. Ia menundukkan kepala dan menurunkan tudung merah marun yang ia kenakan sambil berharap para penjaga itu akan membiarkannya lewat.

Empat orang penjaga sedang memeriksa isi karavan seorang pedagang sementara dua orang lainnya memperhatikan setiap orang yang melintas dengan sangat seksama. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat bangunan yang terbuat dari susunan batu menjulang tinggi di setiap sudut kota.

Di antara setiap bangunan terdapat tangga menuju ke atas – satu-satunya akses keluar dan masuk ke dalam bangunan itu – dengan jalanan yang cukup lebar untuk menampung pedagang dan penduduk yang bercampur menjadi satu serta tembok batu luar biasa tinggi yang mengelilingi kota ini, melindungi kota ini dari ular pasir, perampok padang pasir atau troll yang tersesat di gurun.

Di tepi jalan, banyak pedagang yang menggelar dagangannya dengan membuat toko kecil dari bambu dan kain kumal untuk melindungi mereka dan barang dagangan mereka dari sengatan sinar matahari. Kain aneka warna, pakaian aneka ukuran memenuhi langit-langit kota. Debu berterbangan memenuhi udara – terbawa angin yang berhembus kencang dari tanah yang kering. Ia mengeluarkan syal tipis berwarna putih dan menutupi hidung serta mulutnya dengan syal itu – hal yang dilakukan oleh nyaris semua orang yang ada di kota ini. Kebanyakan dari mereka tidak ingin terkena penyakit pernafasan karena terlalu banyak menghisap debu yang berterbangan di kota ini.

Kota ini – Grell – adalah kota di tengah padang pasir yang awalnya hanya tempat singgah para pedagang. Di tempat ini para pedagang memberi minum pada unta dan kuda mereka yang kehausan sekaligus berisitirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. perlahan jumlah pedagang yang berkumpul disini semakin banyak dan terus bertambah. Mereka pun mulai bermukim disini. Awalnya hanya sebuah rumah sederhana dari bebatuan yang mudah dicari di gurun ini hingga menjadi salah satu kota tersibuk di kerajaan ini. Kota ini selalu dipenuhi pedagang dari segala penjuru meski terik matahari begitu menyengat sepanjang tahun.

Nyaris di setiap sudut kota aku bisa melihat penjaga berjaga-jaga – dengan pakaian hitam, caping hitam serta pedang atau tombak, seolah sesuatu yang berbahaya bisa terjadi kapan saja.

Kryssa mempercepat langkahnya, berjalan nyaris berhimpitan dengan tiga orang lelaki yang berjalan tepat di depannya lalu melompat ke samping karavan pedagang dan melenggang masuk ke dalam kota. Akhirnya ia bisa bernafas lega. Setidaknya ia sudah sampai di tempat tujuannya dalam keadaan utuh. ia merapikan tudungnya, memastikan wajahnya tertutup dengan sempurna, menundukkan kepala dan membaur dengan orang-orang yang lalu lalang di kota ini –menjadi debu di gurun pasir.

Ekor matanya menangkap tiga orang dengan jubah hitam yang menutupi kaki mereka. Wajah mereka tertutup tudung hitam yang mereka kenakan dengan simbol bintang segi sembilan, simbol Fedora – kerajaan ini. Dan bintang yang mereka kenakan berwarna hitam.

Bukan pertanda bagus.

Ada Hunter disini.

Sempat terlintas tanya di benaknya, apa mereka tahu ia akan datang ke kota ini?

Seorang ibu dan anak lelakinya melewati mereka. anak lelaki itu menunjuk ke arah mereka sementara ibunya berusaha mengalihkan perhatian anak itu – menutupi matanya dan mengatakan sesuatu yang tidak dapat kudengar – mungkin penjelasan singkat kenapa ia tidak boleh mendekati ketiga orang dengan jubah hitam itu sementara sekelompok lelaki berjanggut dengan tunik putih dan celana panjang hitam serta sepatu boots sebatas lutut memandang jijik ke arah ketiga Hunter itu. Mereka bahkan menggenggam pedang yang bertengger di pinggang mereka. Satu gerakan yang mencurigakan dari para Hunter, maka pedang itu akan terhunus ke arah mereka.

Bagi sebagian besar penduduk Fedora, penyihir adalah mimpi yang paling buruk. Begitu juga dengan Hunter yang bertugas memburu penyihir.

Saat mereka melihat orang yang mengenakan jubah hitam dan bintang hitam Fedora, hampir dipastikan ada penyihir di kota itu dan dalam perburuan penyihir mereka, tidak jarang penduduk kota yang menjadi korban. mereka bisa dikatakan beruntung bila hanya bangunan yang rusak. Dalam banyak kasus, tidak hanya bangunan yang menjadi korban tapi juga warga yang tidak ada hubungannya dengan perburuan mereka.

Bagi warga, melihat Hunter sama saja dengan melihat penyihir.

Seorang Hunter saja sudah menjadi masalah baginya dan warga kota ini – dan sekarang ada tiga. Bagus, gerutu Kryssa dalam hati. Kryssa menundukkan kepala sedalam mungkin sambil mempercepat langkah kakinya, berusaha tampak seperti orang yang sedang terburu-buru. ia tidak ingin mata ungu tuanya terlihat oleh para Hunter. Mereka akan membakarnya hidup-hidup hanya karena warna mata ini tanpa memastikan lebih lanjut ia adalah penyihir yang mereka cari atau bukan.

Yeah, warna mata, cara paling mudah untuk membedakan penyihir dengan manusia biasa. warna mata penyihir biasanya berwarna ungu. Semakin kuat penyihir itu, warna matanya akan semakin gelap. Sementara penyihir yang telah menyentuh ilmu hitam, warna matanya akan berubah merah. Sederhana bukan? Anak kecil pun bisa melakukannya.

Tapi para Hunter tidak pandang bulu. Mereka akan membakar semua orang yang matanya berwarna ungu dan merah. Mereka bertanggung jawab atas kematian lebih dari enam ratus delapan puluh orang penyihir bermata ungu. Ia sama sekali tidak peduli dengan mereka yang bermata merah. Ia sendiri bertanggung jawab atas lebih dari enam puluh kasus menghilangnya penyihir bermata merah.

"tiga batang kayu manis dari Rhodes dan satu ons garam Yvir," katanya pada pedagang dengan ikat kepala hitam bertengger di kepalanya yang licin sambil beristirahat sejenak di toko kecilnya yang hanya terdiri dari sebuah meja dari bambu dan kain usang untuk berteduh. Tanpa banyak bicara ia membungkuskan kayu manis dan garam berkristal besar yang ia minta.

"tiga puluh enam silver," katanya saat memberikan garam dan kayu manis itu padanya.

"kenapa mahal sekali? Terakhir aku membeli ini harganya hanya dua puluh silver," protesnya sambil mengeluarkan setumpuk silver dari kantung yang terikat di ikat pinggang coklat berbahan kulit rusa yang bertengger di pinggangnya.

Dengan muka masam lelaki itu menerima uangnya dan memasukkan uang itu ke dalam kotak penuh yang berada di bawah meja bambu tempat barang dagangannya digelar. Ia menundukkan kepalanya lagi dan kembali menjadi satu dengan kerumunan saat lonceng tanda bahaya berbunyi. Dari jauh ia melihat asap tebal membubung tinggi. Warga dan pedagang yang semula sibuk dengan apa yang mereka lakukan kini berlarian tanpa arah, berusaha menemukan tempat yang aman. Para penjaga berlari menuju sumber asap.

Perampokan? Pembakaran? Penyihir? Troll tersesat?

Tapi tiga orang Hunter yang tadi ia lihat kini entah ada dimana.

Entahlah. Bukan urusanku, katanya dalam hati.

"Kryssa!" suara wanita yang rendah dan serak memanggil namanya. Tapi Kryssa tidak mengenali suara itu. ia tidak mempedulikannya – memperlambat langkahnya pun tidak. "Kryssa!"

"jangan kesini! Disini berbahaya!" seorang Hunter berusaha mengalihkan arus. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, dua orang Hunter lainnya berhadapan dengan seorang wanita kurus berambut hitam ikal sebatas punggung. Gaun hijau lumut berbahan ringan yang ia kenakan tampaknya telah termakan usia. Tiba-tiba wanita itu menoleh ke arahnya.

"Kryssa!" pekiknya. Ia berlari ke arahnya namun kedua Hunter itu menghalanginya. Satu dari mereka melayangkan beberapa belati kecil ke arah wanita itu. wanita bermata merah itu mengeluarkan sebuah kayu pendek dengan kristal abu-abu di dekat genggaman jemarinya – mengayunkannya ke arahnya. Sekumpulan kabut hitam muncul dari ujung tongkatnya, mengincar Hunter yang berdiri di dekatnya.

Belum sempat ia memutuskan akan menghindar atau bertahan, Hunter itu menghampirinya dan memaksaku meringkuk di bawah jubah hitamnya.

"Kryssa! Tolong aku!" teriak wanita itu.

"Kryssa?" gumam Hunter yang kini hanya berjarak beberapa senti darinya. Kryssa segera menundukkan kepala, berharap hunter itu tidak melihat warna matanya, "Sang Ratu?"

"te – terima kasih.." cicitnya, nyaris berbisik.

"cepat cari tempat berlindung.." kata Hunter itu. tanpa pikir panjang ia berlari kecil dengan kepala menunduk.

Ekor mata Kryssa masih memperhatikan kedua Hunter dan wanita bermata merah itu. wanita itu terus meneriakkan namanya, "Kryssa! Kryssa!"

tapi Kryssa tidak peduli. Ia melompat dan bersembunyi dibalik tong anggur yang berjejer di pinggir jalan. Bunyi berdebam, erangan para Hunter dan teriakan wanita itu terdengar jelas. Tapi tongkat sihir wanita itu pendek. Dia bukan penyihir yang bisa ditangani dengan mudah – dan dia penyihir hitam.

Serahkan saja dia pada para Hunter. ini bagian dari pekerjaan mereka, kan? mereka dibayar mahal oleh kerajaan untuk membasmi penyihir. dan mati dalam pekerjaan mereka adalah salah satu resiko yang harus mereka tanggung saat mereka memutuskan untuk mengenakan jubah hitam itu.

Tiba-tiba tong anggur yang ia jadikan tempat berlindung rubuh begitu saja. spontan ia meringkuk dan memekik tertahan. Seorang Hunter tersungkur beberapa senti darinya. Tudungnya terlepas. Wajahnya tirus tapi garis rahangnya terlihat dengan jelas. Beberapa helai rambut sewarna jeraminya menjuntai diantara matanya yang hijau.

Wanita itu kembali melayangkan kabutnya ke arah si Hunter. Spontan ia melompat ke arah Hunter yang tidak sempat menghindar, menariknya ke tepi – menghindari kabut itu. Tong itu meleleh seperti es di bawah terik matahari gurun saat kabut itu menyentuh permukaannya. Bau asam menyengat tercium dari apapun yang tersisa dari tumpukan tong anggur yang sempat melindunginya selama beberapa saat.

Tiba-tiba Hunter itu menarik bahunya, mendorongnya menjauh dan tiga buah anak panah menancap di bebatuan beberapa senti dari ujung hidungnya.

"kenapa kau masih disini!? Bukannya tadi kubilang cari tempat yang aman!?" Hunter itu setengah berteriak.

"tempat ini aman sebelum kau datang!" balasnya kesal.

"Kryssa!" wanita itu melihatnya dan berlari ke arah Kryssa, "awas!"

Lagi-lagi kabut itu keluar dari ujung tongkat sihirnya, melayang dengan kecepatan luar biasa ke arah gadis itu.

"awas!" seru Hunter itu sebelum Hunter itu melompat ke arah Kryssa dan menutupi tubuhnya dengan jubah hitam yang ia kenakan.

Mendadak Hunter itu tumbang disisinya. Bibir tipisnya kini pucat menahan nyeri yang ia rasakan dari tangan dan kaki kirinya serta sebagian tubuh bagian kirinya yang lain. keringat dingin mengalir deras di wajahnya.

"hei! Hei!" ia menepuk pipi kanan Hunter itu, berusaha membuatnya tetap sadar. Ini buruk. Lelaki ini tidak akan bertahan lama. Ia tahu ia bisa menyelamatkannya dengan mudah dan ia sangat mengerti konsekuensi dari apa yang akan ia lakukan. Disini ada dua orang hunter yang bisa bertahan dari penyihir dengan tongkat sihir pendek, seorang penyihir yang mencariku dan seorang hunter yang – entahlah – menyelamatkan nyawanya dua kali.

Waktu yang ia miliki tidak banyak.

Ia mendengus. yang terjadi terjadilah, katanya dalam hati.

ia mengeluarkan kayu manis yang tadi ia beli, menggenggamnya erat hingga daun muda tumbuh dari kulit kayu itu lalu meletakkan daun muda itu di bahu kiri si Hunter yang sekarat.

"Kryssa!" teriak wanita itu lagi – diikuti erangan menahan sakit yang memecah kesunyian.

Kryssa tidak mempedulikan teriakan wanita itu. Batang dan daun muda yang ada di hadapannya ini telah menyita seluruh perhatiannya.

Perlahan batang dan daun muda yang berasal dari telapak tangan Kryssa melilit tubuh si Hunter dan luka di tubuh Hunter itu menghilang tak berbekas. Wajah pucatnya kini kembali normal. Keringat dingin pun berhenti mengalir di wajahnya. Dan lelaki ini tidak sadarkan diri. ia sangat yakin lelaki itu tidak akan ingat apa yang terjadi.

"hei! Apa yang – Gil!" seorang Hunter melayangkan sebuah belat ke arahku. Spontan ia menghindar. Hunter itu mengacungkan pedangnya padanya dan sulur tanamannya. Dalam sekejap batang dan daun muda itu menghilang – dan ia bisa mendengar dengkuran lelaki ini.

"periksa keadaannya," kata seorang yang mengacungkan yang ia bawa ke arahnya, memperhatikan setiap detail gerakannya. Di balik punggung si Hunter, jasad wanita tadi tergeletak di tanah – seperti bangkai tikus atau anjing. Tidak jauh dari jasad wanita itu, terdapat sebuah kawah yang cukup besar. Ia yakin kawah itu belum ada saat aku menginjakkan kaki di kota ini. bangunan kota yang terbuat dari bebatuan kokoh pun kini mendapat ventilasi yang terlalu besar.

Seorang Hunter menghampiri Gil yang tidak sadarkan diri. ia mundur perlahan, menjauh dari Gil dan Hunter itu. sejauh yang ia ingat, tidak ada Hunter yang memiliki belas kasihan pada penyihir – dan mereka tahu ia penyihir meski ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia berbahaya. ia mengangkat kedua tangannya, menjatuhkan kayu manis yang sejak tadi ia genggam.

"kayu manis?" gumam Hunter yang sedang memeriksa apakah Gil masih bernafas.

Spontan ia menginjak kayu manis itu dan dalam sekejap pohon kayu manis dengan diameter satu meter muncul di dekat kakinya. Ia berpegangan pada kayu besar itu saat kayu itu membawanya masuk ke dalam tanah – meninggalkan Grell dan ketiga Hunter itu..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro