Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Yang jatuh, merenung







dulu, hujan begitu hangat dari perapian rumah yang apinya menghangatkan seluruh penjuru ruang tengah temaram. kadang Ayah duduk di kursi kesukaanya sambil mengelap elap senapan rusia kebangaanya yang selalu ia bangakan, senyumanya tak pernah padam saat badan dari senapan itu mulai mengkilap memantulkan wajahnya. anak pertama telungkup di atas karpet sutra yang sangat halus, tangan kecil nya perlahan membalik selembar halaman buku tua sedangkan tangan satunya lagi membuat coretan bernilai di atas kertas putih di sebelahnya. lalu si anak bungsu yang umurnya tidak jauh beda dari si kakak mulai penasaran dengan apa yang sedang di lakukan kakaknya, ia juga berbaring di sebelah kakaknya sambil mengomentari kegiatan kakaknya, cookies dua warna itu sudah menjadi temanya sejak hujan turun sangat deras di petang hari.

Ibu datang dengan dress puyyer menerawang yang indah, berambai ambai saat ia berjalan, tanganya penuh membawa tumpukan selimut hangat yang mereka beli skotlandia. ibu datang dari ruangan satunya lagi yang menunjukan anak tangga berlapis emas serta lampu gantung crystal yang jatuh akan menjadi boom bunyinya. langkah kaki ibu membuat seluruh anggota keluarga menoleh, yang di nantikan telah tiba.

"ibu!" yang paling kecil bangun dari baringanya, kepanagn duanya menjuntai dengan manis, tanganya melebar meminta ibunya memberikan salah satu tumpukan selimut itu untuk nya--mungkin juga untuk kakaknya yang asik menggambar.

"sebentar, Annie." pinta ibunya halus, tatapan mata hitam legam itu kini beralih ke suaminya yang juga ikut menunggu kehadiranya. "sayang, kemari, kita semua akan memakai satu selimut saja." ujarnya dengan nada mengalun, tanganya terjulur agar suaminya segera beranjak.

Suami menurut, senyuman halus di wajahnya menjadi balasan pertama atas ajakan istrinya, lalu tangannya mengengam erat belahan jiwanya untuk berjalan bersama menuju dua anak gadis mereka yang asik menghangatkan badan di depan perapian.

ruangan super tinggi yang hanya di pencahayai oleh api di dalam perapian itu kini menjadi hangat di isi oleh mannusia manusia yang sedang berbahagia. ketika yang menjadi ibu memilih duduk di samping si anak bungsu, sedangkan Ayah memilih berbaring di samping anak sulung. Ibu merentangkan selimut panjang itu yang lebar, dari ayah berbaring hingga dirinya yang masih duduk. selimut skotlandia itu selalu menjadi berkat keluarga mereka, ibarat kain satin yang di rajut oleh putri merida, Ibu juga percaya bahwa selimut ini seajaib karpet rajutnya merida yang di rajut oleh harapan harapan kesatuan keluarga.

"Ann, kamu lukis apa?" tanya Ayah berusaha memasuki dunia anak anaknya.

wajah manis si sulung menoleh dengan senyuman bangganya, alisnya, bibirnya, matanya yang bewarna coklat, serta pipi putihnya yang meluber, Sang Ayah tidak bisa lagi menahan senyumanya ketika si sulung menunjukan dengan jelas gambaran wajahnya sendiri--hanya saja lebih feminim, lebih perempuan dengan pita besar di balik rambutnya yang tergerai manis. "aku gambar lukisan di pesta tadi pagi, perempuan yang pakai sorban putih." celotehnya

yang di panggil Ann menunjuk buku novelnya yang menggambarkan lukisan yang di pajang saat pesta tadi, "ini, perempuan ini. aku coba gambar juga."

ibunya beroh panjang setelah matanya menangkap dengan jelas siapa sosok perempuan dengan sorban putih itu. " karya johanes valmeer, Girl with a pearl earring." jelas ibunya.

si bungsu Anne memiringkan wajahnya. "jadi namanya girl?"

"itu judul lukisanya, Anne" koreksi kakaknya

"tapi Ann, kenapa kamu harus gambar dari hasil gambaran orang lain? kenapa gak gambar hasil kamu sendiri, misalnya gambar perapian di depan kita? kamu bisa cari inspirasimu sendiri lalu badikan itu dalam lukisan."

"inspirasi itu kaya gimana ayah?" si bungsu bertanya.

"itu bisa jadi sebuah momen, bisa jadi sebuah seseorang, bisa jdi sesesorang pemandangan. inspirasi itu sebuah perasaan yang menjadi alasan kenapa sih kamu mau gambar itu? kenapa sih kamu pengin hal itu di abadikan dalam lukisan?"

Ann memanyunkan bibirnya sesaat, ia mengerti dengan jelas perkataan ayahnya namun ada sesuatu yang menganggunya. lalu tanganya merangkul leher ayahnya hingga pundak ibunya dengan susah payah, mengganti ekpresinya menjadi senyuman ceria khas ibunya yang membuat seluruhnya terkejut.

"aku mau nikmatin waktu waktu sama ayah, ibu, Anne aja."

mereka semua tertawa bahagia, ikut membalas pelukan sang sulung dengan erat.

lalu dengan tiba-tiba, crystall seberat 59 kg menggantung dalam langit langit rumah itu di ruangan sebelah menjadi jatuh dengan bebas mengantam pengelihatan. bunyinya keras sekali, perasaan terkejutnya amat sangat, boom nuklir yang cantik itu menghancurkan segalanya. seluruhnya menoleh ke sumber suara,

dinding dinding retak, api menjadi redup, pigura pigura berjatuhan, senapan tinggi ayah bergetar di atas meja.

Mata Ann mendengak dengan sempurna, memperhatikan crystall gantung di ruangan ini yang bergoyang goyang di atas mereka, lalu dalam hitungan detik crystall itu ikut terjatuh, menimbulka suara dentuman yang sangat kencang, seluruh rumah menjadi chaos. tubuh rasanya di hantam segala macam rasa sakit, pening hingga sesak.

ayah ibu berteriak, Anne menangis dengan ketakutan, sedangkan Ann hanya terdiam.

lalu hitam lengang dengan panjang.

ketika Ann kembali membuka matanya, semuanya berubah.

hidup berjalan seperti siput yang ledirnya terluka, hujan deras yang sepertinya penguapan dari air laut sehingga tiap tetes yang jatuh mengandung air asin, basahnya mengenai luka si siput yang berjalan lambat dan semakin lambat di tengah huru hara air kematian turun. sakit, sakit, tubuhnya sangat sakit.

tidak ada lagi perapian hangat, selimut ajaib putri merida, lukisan bahagia, ataupun semangat jiwa dari kehidupan.

di tengah kumuhnya kota, jalanan menggenang semata kaki yang menunjukan bau pesing tak terbendung, belum lagi tikus tikus got yang berenang menyelamatkan diri mereka. kadang pula banjirnya memasuki rumah, membuat barang barang itu mengambang bebas bersama kecoa--kelabang dan serangga kotor lainya.

Ann kali ini berpenampilan berbeda, tidak ada lagi gadis kecil kaya raya yang memiliki pelayan khusus. tidak ada lagi Ann dengan pita besar bewarna merah muda di kepalanya, tidak ada lagi itu semua. hilang, hilang, dan hilang.

celana jeans hitam yang kumuh harus di lipat bawahnya sebanyak tiga sampai empat lipatan, kaos tipis bewarna hitam yang sudah menjadi abu-abu, kemeja flannel merah hitam kotak kotak yang kumuh, rabutnya lurus akibat air hujan, tetesan tiap tetesan jatuh dari rambutnya hingga menimbulkan riak di genangan banjir dalam rumahnya, dan kini juga terdapat rompi abu abu kebesaran dengan sederet nama perusahaan mengantar barang.

botol botol miras menggambang, ada juga yang tenggelam. ruang tamu yang tidak lebih dari sepetak itu kini menjadi bahaya jika mengingat banyak pecahan beling berserakan di lantai. lemari kecil yang terbuat dari kayu seadanya kini 80% rubuh akibat bolak balik bagian bawahnya terendam air, kayunya menjadi lapuk, lapuk menjadi hancur. televisi tabungnya yang tidak menyala kini menjadi tempat penyelamatan diri para kodok, calender tua yang di pajang di dinding juga menjadi basah akibat rembesan air yang masuk dari atas.

Ann menarik nafasnya sangat dalam, entah bagaimana hari bisa menjaddi lebih buruk setiap jamnya, setiap detiknya.

ketika matanya kembali terbuka, kini di hadapanya berdiri sang Ayah dengan baju longar dan robek, celana pendek besar yang kumuh, serta Ayah yang kini menjadikan botol mirasnya sebagai seenjata kesayanganya seperti senapan kesayanganya dahulu. rambut ayah menjadi panjang, rambut di muka ayah menjadi sangat tebal, tubuh sehatnya menjadi tidak sehat dengan kurus krempeng seperti itu.

"pulang malam lagi?" suara seraknya samar samar terdengar dalam ricuhnya hujan di luar.

botol miras ayah mulai bergerak, membuat ancang ancang kegiatan selanjutnya ; memukuli kepala anak gadisnya hingga berdarah, memukuli tubuh anak gadisnya hingga memar, memukuli tubuh anak gadisnya hingga mati.

Ann berjalan mundur dengan takut-takut, kakinya membuat riak air dalam air di dalam rumahnya bergerak, kecoa pun ikut tegang, kodok membelakan matanya untuk melihat adegan selanjutnya, tikus tikus mungkin bertaruh apakah gadis ini akan mati malam ini atau malam esok. seluruh penghuni ruangan ini menjadi tegang.

lalu sosok Adji muncul di belakang ayahnya, memandangnya dengan wajah tampa ekpresi. muncul juga sosok Ceezka dengan hoodie hitamnya yang memandang Ann dengan rasa jijik, Abim muncul setelahnya dengan ekpresi marah kecewa miliknya.

suara Ann berusaha terbuka, meminta tolong. tapi bentakan ayahnya membuat suaranya padam, jepretan cahaya kilat dari petir memperkeruh suasana. hujan semakin lebat, air di dalam rumah semakin meninggi.

air mata jatuh diantara matanya, hujan yang seharusnya jatuh di atas atap kini terasa jatuh langsung padda mereka, tidak ada atap dalam rumah mereka. tubuh dengan rompi pengantar barang milik Ann menjadi basah kuyup, jarinya bergetar melindungi dirinya.

Ayahnya semakin dekat, mengangkat botol mirasnya dengan tinggi.

gadis itu berjongkok dengan perlahan, dengan gemetar menangis sambil bergumam meminta tolong pada teman-temanya.

abim berbalik badan, di susul adji setelahnya. cezka disana menggeleng kecewa sebelum akhirnya mengikuti abim dan adji. Pergi menuju sebuah cahaya terang ketika gadis itu semakin meringkuk dalam pojok rumah serta ayahnya yang mendekat, juga dengan botol hijau yang semakin terangkat dengan tinggi.

BRAK!

Lalu sejatinya, dirinya sudah berteman dengan seluruh kegelapan sejak hari itu di mulai hingga—masa kini.



































"Ann kenapa? kok demam? eh demamnya tinggi?"

"kemarin kerja shift malem, eh pulangnya kehujanan. cez tolong bisa basuh badanya gak? sekalian gantiin baju, dua hari belum ganti baju."

"oke dji, eh suruh abim bikinin teh anget juga ya."

"udah gue suruh ajun buat bikin teh anget kok, abim lagi otw kesini sambil beli obat."

"kenapa gak bilang dari kemarin ji?"

"kemarin baru ketemu ayahnya, gue gak berani nanya apa apa, ini juga baru tau pagi ini."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro